33. Takdir Mampu Mengubah Rasa

25.3K 1.6K 21
                                    

Mata kedua Lelaki itu menatap nanar kearah bangsal rumah sakit. Entah apa yang keduanya pikirkan, namun kedua lelaki itu masih setia menunggu gadis itu tersadar. Kedua lelaki itu kalut dalam keheningan malam. Tidak ada yang saling menyapa antara satu dengan yang lainnya. Mungkin keduanya sangat gengsi untuk saling menyapa.

Sesekali Satria melirik kearah lelaki yang dikenalnya bernama Raka itu. Satria mendengar beberapa cerita tentang Raka dari Kinan. Masa lalu yang kini kembali tanpa alasan ingin mengambil apa yang dulu ia miliki.

"Kamu masih menyukai, Kinan?"ucap Satria sebagai pembuka percakapan yang begitu  sulit dilakukan.

Raka menoleh sekilas. "Masih. Karena kebodohan saya malah pergi meninggalkan nya sendirian di tengah hujan."

Satria mengangkat telapak tangannya untuk bersalaman dengan Raka. Sepertinya Raka yang masih terlalu gengsi itu tidak mau menerimanya. "Terima kasih. Kau meninggalkan nya dan ia menjadi milikku."

"Kau bahkan tidak mengenal Kinan lebih jauh, Satria. Kau hanya orang asing yang ada di kehidupannya."sindir Raka yang sukses membuat Satria membeku.

"Sebagai orang asing yang tidak mengenalnya, saya ingin mengenalnya lebih jauh. Meski pertemuan kami hanya bisa dihitung oleh jari. Intinya saling percaya satu dengan yang lainnya."

Raka mengangguk mengerti. "Terlalu pasrah."

"Kamu mencintainya? Aku tidak melarang rasa itu. Jika kau berusaha untuk merebutnya, aku akan menghalangi dirimu."kata Satria dengan tajam.

Raka tertawa singkat. "Kau tau apa yang dibutuhkan oleh Kinan? Rasa perhatian. Kinan butuh perhatian. Sejak kecil ia sudah merasa kesepian dan selalu merasakan kekhawatiran. Apa aku bisa mempercayai Kinan kepada lelaki sepertimu?"

"Ku kira kita bisa berteman dengan baik. Ku kira kita bisa sama-sama menjaga Kinan. Ternyata kau menginginkan aku yang pergi meninggalkan dirinya."

"Sat, sadarlah. Jika terus dilanjutkan Kinan akan semakin sakit."

Satria tertawa kecil. Kini Satria menatap tajam kearah Raka. "Kau tidak mempercayakan dia kepadaku? Sudahlah, aku tidak akan mendengarkan perintah apapun darimu. Aku akan tetap disampingnya."

Telepon milik Satria berdering dengan keras. Satria mengambilnya untuk segera menjawab panggilan itu. Tertera nama Letnan Kolonel Purnomo disana. Helaan napas Satria terdengar berat. Ia tidak ingin meninggalkan ruangan ini.

"Hormat, Letnan."katanya dengan tegas. "Saya akan segera kesana."balas Satria kembali.

Mata Satria kini mengarah kearah Kinan yang masih juga terpejam. Digenggamlah tangan gadis itu selama beberapa detik. "Saya titip Kinan. Saya tidak bisa menjaganya untuk saat ini."ucapnya kepada Raka meski perkataan itu tidak dijawab oleh Raka.

Satria tidak ingin pergi. Namun ia harus kesana.

***

Sikap istirahat ditempat ia lakukan. Letnan Kolonel Purnomo juga sudah ada di hadapannya. Sebuah pengkoreksian akan dilakukan terhadap dirinya. Ia tidak berada di asrama, ia ada disebuah rumah pribadi milik Letnan Kolonel Purnomo yang tidak jauh dari pusat kota. Udara malam serta suara jangkrik semakin membuat keadaan semakin dingin.

"Satria. Kau sudah mendapatkan jawaban atas permintaan saya waktu itu?"tanya Purnomo dengan singkat.

Satria berpikir sejenak. "Siap. Belum, Letnan."

"Tidak usah bersikap formal seperti itu. Ini percakapan di luar pangkat serta jabatan kita. Silvia mengharapkan kau menyetujuinya, Satria. Saya dengar kau tadi pergi begitu saja dari rumah sakit. Apakah ada kendala lain?"

Ok, CAPTAIN! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang