11. Resiko Kecil

38.4K 2.1K 5
                                    

Kinan terduduk malas di ruang tamu. Kinan mencoba untuk memejamkan matanya sejenak. Menghilangkan segala pikiran yang sedari tadi ada di otaknya. Pikiran gadis itu tertuju kepada lelaki yang berhasil membuatnya membeku ketika berada di dekatnya. Kinan menyetel televisi nya dengan segera. Berita tentang bom itu membuatnya dirinya hendak melihat melalui televisi. Seorang pembawa acara yang memakai pakaian jas lengkap membawakan berita itu dengan tenang.

Kinan mengambil remote TV nya untuk membesarkan volume suara agar terdengar dengan jelas. Rupanya berita tentang penembakan sekaligus pengeboman di tempat rekreasi itu sudah masuk televisi. Hanya dalam waktu beberapa jam saja berita itu sudah tersiarkan ke seluruh Indonesia. Matanya menyipit ketika kamera itu menyorot seorang laki-laki yang ia kenali sedang menembakan berapa peluru kearah tersangka. Kinan terenyuh sejenak.

"Kau melepaskan jabatanmu hanya demi menolong seorang pelajar sepertiku."lirih Kinan dengan pelan.

Kinan kemudian melepaskan ikatan rambut yang sedari tadi ia pakai. Kepalanya benar-benar sudah pusing. Rentetan masalah selalu menghampiri dirinya. Kinan mengerang sakit ketika memegang keningnya yang terkena beberapa goresan. Untung saja Tuhan masih mengizinkan dirinya hidup sehingga ia masih bisa kembali mengikuti lomba matematika yang terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Gadis itu melangkahkan kakinya memasuki ruangan tempat menyimpan barang-barang dapur. Diambillah obat merah untuk meringankan luka yang ia dapatkan karena peristiwa itu.

"Non Kinan udah pulang? Loh, kok tangan non Kinan luka. Non Kinan kenapa?"tanya Mia dengan khawatir dengan majikannya itu.

Kinan menjawab dengan malas. "Udah dari tadi. Rumah sepi banget, Mba Inah gaada dirumah?"

Mia terkekeh sejenak. Dipandangilah majikannya itu dengan tertawa. "Ibu saya sedang pergi belanja, Non. Katanya semalem Non Kinan mau makan udang. Jadi ibu saya belanja deh."

Kinan menepuk jidatnya dengan pelan. "Gue lupa. Mi, guru les gue dateng gak tadi?" Tanya Kinan yang kini merasa kelimpungan.

"Ada, Non. Tapi pulang lagi soalnya Non Kinan kan lagi di luar. Udah gitu kan telepon non Kinan dimatiin. Jadi Mia gak bisa menghubungi non Kinan."ucap Mia dengan jujurnya.

Kinan meneguk air putih yang dibawakan oleh Mia. Terdengar helaan napas yang begitu panjang. "Lo tau kenapa gue baru pulang?"

Mia menggeleng dengan cepat. "Memangnya Non Kinan kemana?"

Kinan mendekati Mia kemudian berbisik di telinganya. "Gue baru aja liat bom secara langsung. Percaya?"

Mia membelalakan matanya dengan singkat. Ditatap majikannya itu dengan penuh tanda tanya. "Apa ada hubungannya dengan tentara yang datang kemari?"

Kinan berbalik. Kini ia menatap wajah Mia untuk memastikan ucapannya barusan. "Tentara? Memangnya ada tentara yang kemari?"

"Ada, Non. Tentara yang mencari non Kinan kayaknya khawatir banget. Soalnya dia masih pake seragam tentara terus dia bawa pistol disakunya. Siapa yang nggak kaget lihat tentara yang tiba-tiba nyariin Non Kinan."

Kinan berubah menjadi penasaran. Diajaklah Mia untuk segera duduk disampingnya. "Tentara itu bilang apa apa? Terus dia gimana?"

Mia tertawa dengan kecil melihat wajah Kinan seakan penuh tanya. "Katanya, dia takut non Kinan kenapa-kenapa. Abis itu dia pergi."

Kinan berdecak lirih. "Kirain ada hal yang lebih."

"Dia pacarnya non Kinan?"

Kinan segera menggeleng. "Bukan. Dia orang yang gue lempar pake sepatu. Yang dulu pernah gue ceritain. Awalnya emang dia kayak galak dan dingin gitu. Tapi beberapa minggu kenal dia, dia begitu ramah dan baik."

Ok, CAPTAIN! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang