"Nilai tertinggi kali ini didapatkan oleh Kinan Amarani."
Kalimat yang sering didengar itu sengaja diumumkan di depan kelas Bu Silvia. Kinan yang tidak mendengarkan mendadak menoleh kearah papan tulis. Sementara teman-teman lainnya hanya bisa berdecak. Mereka semua sudah terbiasa mendengarkan kalimat itu. Terlebih lagi setelah ujian semester ini berlalu.
Oki si ketua kelas berdecak singkat. "Kinan lagi Kinan lagi.. Dari dulu kayaknya itu orang selalu nilai tertinggi. Padahal seminggu nggak masuk kelas."
Kinan yang mendengarnya kini memperhatikan Oki dengan pelan. Sedetik kemudian wajah gadis itu berubah menjadi sendu.
Rani melakukan pembelaan untuk Kinan. Sebagai teman sebangku ia tidak ingin ada yang menganggu Kinan. "Oki! Berisik! Makanya belajar biar jadi nilai tertinggi."
Oki yang mendengar itu langsung celetuk dengan sengaja. "Ajarin aku dong sayang."
Rani langsung memutar bola matanya malas. "Ogah!"
Kinan yang mendengarnya langsung tertawa. Tidak hanya Kinan, teman sekelasnya pun juga. Pasalnya meski sering kali dikabarkan dekat, Oki dan Rani nyatanya selalu bertengkar. Kinan tau kalau Rani menyukai Oki, pernah ia dengar alasan dari Rani mengapa gadis itu bersikap jutek kepada Oki. Alasannya hanya satu yaitu untuk menutupi degup jantung nya.
Silvia menyerahkan kertas ulangan milik Kinan. Nilai seratus ditulis begitu jelas dengan tinta merah. Kinan mengulas senyuman kearah guru yang berstatus magang di sekolahnya itu dengan hormat.
"Selamat Kinan! Pertahankan nilaimu agar tetap stabil."ucap Silvia dengan senyuman diwajah nya.
Kinan mengangguk. "Baik, Bu."
Bel istirahat berbunyi dengan nyaring. Seluruh siswa bergegas untuk mengantri makanan di kantin sekolah. Kinan sama sekali tidak berpindah dari tempat duduknya. Kinan juga tidak membawa bekal kali ini. Meskipun Rani menawarkan Kinan untuk pergi ke kantin bersama, nyatanya gadis itu masih saja kekeuh duduk di kursinya.
"Makan yuk! Lo nggak bawa bekel?"tanya Rani dengan penasaran.
Kinan menggeleng. Gadis itu hanya tersenyum singkat kearah Rani.
"Lo mau makan? Laper nggak?"tanya Rani kembali.
Kinan menggeleng pelan. "Gue masih mau disini. Yaudah lo makan aja, bawa bekel kan?"
Rani menyerah. Gadis itu tidak juga bisa membujuk kinan agar mau makan walau sesuap saja. Rani tidak bisa memaksakan gadis itu. Terkadang ada sikap Kinan yang tidak Rani mengerti. Kinan sering kali melamun sendiri, terpejam dengan sendirinya atau bahkan sikapnya berubah menjadi sangat pendiam dari biasanya.
"Makan nggak?"tawar Rani dengan senyum.
Kinan kembali menggelengkan kepalanya. "Nggak laper."
"Boong kan?"
"Gue udah makan... Dirumah, tadi nyokap masak."
Rani mengerutkan dahinya. "Nyokap?"
"Eh maksud gue sama Mba Inah. Tadi gue udah makan di rumah makanya masih kenyang."dusta Kinan dengan sengaja.
Rani tidak percaya. "Kalo lo udah maka kenapa kayak nahan kelaparan gitu?"
Kinan mengambil pensilnya serta buku catatan kecil untuk menuliskan apa pun yang terjadi kali ini. Kinan menyukai hal yang berbau sastra Indonesia ataupun tentang naskah yang ia tulis.
"Nan, gue khawatir sama lo. Makan yuk, nanti kan balik sore lagi. Takutnya lo nggak kena nasi juga kan bisa sakit."kata Rani dengan lembut.
Kinan berdecak singkat. "Udah lo makan. Kan udah gue bilang kalo gue udah makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ok, CAPTAIN! [selesai]
Ficção AdolescenteSatria Pramuda, cowok berumur 22 tahun itu memiliki karir yang cemerlang di bidang kemiliteran. Diusianya yang masih terbilang muda, lelaki itu sudah menjabati sebagai seorang Kapten ketika bertugas. Kinan Amarani, cewek berumur 17 tahun itu memili...