13. Dunia Sempit

3.5K 465 31
                                    

Suara mesin mobil terdengar dari halaman rumah Karel. Ia melihat dari jendela kamarnya siapa yang datang berkunjung ditengah hari bolong seperti ini.

Aya dan Vanka sudah pamit pulang pada pukul 1 siang. Dan sekarang sudah pukul 2 siang.

Matanya menyipit mencoba memfokuskan pandangannya. Namun, nihil. Ia sama sekali tidak mengenali mobil BMW berwarna hitam yang sudah terparkir di halaman rumahnya. Tapi tiba - tiba, ia teringat seseorang yang baru saja ia temui. Seseorang yang juga mengendarai mobil BMW berwarna hitam.

"Eh, mampus! Jangan - jangan.." ucapnya sambil loncat dari tempatnya dan segera berlari menuju lantai 1.

Sesampainya diruang tamu, Karel sudah melihat Karen di bibir pintu. Hendak membuka knop. Karel tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Ia lebih memilih untuk menunggu tamu yang baru saja tiba masuk ke rumahnya.

"Mamiiii." Ucap Karen begitu ia membuka knob pintu berwarna coklat tersebut.

Orang yang dipanggil Mami oleh adiknya belum nampak sedikitpun, namun sedetik kemudian sosok itu menyebrangi garis pintu dan memeluk Karen.

"Mami!" Seketika itu juga Karel langsung berlari menuju depan pintu. Hendak memeluk Selda.

Dibenamkan wajahnya di dalam dekapan sang ibu yang sudah hampir 4 bulan tidak pernah mereka temui. Ia bisa mencium wangi vanilla yang sangat kental dari tubuh Selda. Wangi yang sangat ia rindukan.

Setelah kurang lebih 2 menit berpelukan, Karel dan Karen melepaskan dekapannya dan mereka seakan baru tersadar bahwa ada 2 orang lainnya yang berdiri di belakang Selda.

Betapa kagetnya Karel saat melihat salah satu sosok yang sedang tersenyum dengan angkuhnya. "Masyaallah!" Cetus Karel spontan sambil terlonjak.

Aldo hanya tersenyum melihat eskpresi Karel yang kaget sekaligus kesal saat mendapati dirinya sedang berdiri di ambang pintu masuk rumahnya.

Kemarin saat Aldo mengantar Karel pulang, gadis itu meminta untuk diturunkan di depan komplek. Meski harus berdebat panjang lebar, Aldo tetap mensetujuinya.

Dahi Selda mengerut, bertanya - tanya dengan ekspresi dan ucapan putrinya barusan. "Kenapa?" Tanyanya sambil menoleh kearah belakang dan kembali lagi menatap Karel.

"A-anu, tadi ada kecoa terbang." Jawab Karel gugup. Ia menyesal karna harus mengeluarkan kata yang bisa mengundang pertanyaan.

"Ah, masa? Yaudah nanti Mami teleponin tukang semprot hama, deh." Ucapnya. "Oh iya Rel, Ren, ini tante Farah. Masih inget gak kalian?" Tanyanya sambil memutar badannya sedikit untuk memberi ruang pada Farah untuk maju.

"Hallo tante." Ucap Karel dan Karen secara bersamaan.

"Hallo, aduh kalian manis - manis banget." Ucap Farah sambil menggerakan tangan kanannya kearah kedua anak perempuan itu.

Karel dan Karen langsung mengerti maksud dari Farah. Mereka secara bergantian langsung bersalaman.

"Dulu tuh Karen masih kecil banget, loh. Sekarang udah gede."

"Iya tante hehe." Jawab Karen yang memfokuskan tatapannya kearah Farah. Namun sesekali ia mencuri pandang pada sosok laki - laki yang berada satu langkah dibelakang Farah.

"Oh iya, ayo masuk dulu." Ucap Selda memberi jalan pada tamunya.

Setelah sampai di ruang tamu, bi Isti langsung bergegas membuatkan minum untuk Selda dan Aldo.

"Ini kenalin, Aldo." Ucap Farah sambil memegang bahu anak laki - lakinya.

Karel yang duduk berseberangan dengan Aldo langsung memutar kedua bola matanya.

"Karen, ka." Ucap Karen sambil menebar senyum kearah Aldo. Dan yang disenyumi pun membalas senyum kembali. "Aldo."

1 detik

2 detik

3 detik

Karel belum juga memperkenalkan dirinya. Selda yang duduk di kursi yang menghadap keseluruh orang diruangan tersebut pun menegur Karel. "Rel, kenalan dong." Ucap Selda.

Sambil mengambil nafas dalam - dalam, Karel menatap kearah Aldo yang sedang tersenyum kearahnya. "Karel." Ucapnya.

Senyum diwajah Aldo semakin melebar. Kini, mata Karel menyipit melihat tanggapan dari pria yang duduk dihadapannya. "Aldo." Jawabnya.

Rasanya ingin sekali Karel melempar vas bunga yang bertengger diatas meja di depannya kearah Aldo.

"Sekarang Vanya udah mau dipanggil Karel ya? Ih, dulu tuh kamu anti banget kalo dipanggil Karel. Masih inget banget loh, tante." Ucap Farah yang langsung menyambar. "Karel itu nama cowo. Makanya kamu gasuka."

Tiba - tiba kepala Karel berputar ke masa 10 tahun lalu. Ia ingat benar kalau dirinya tidak suka di panggil Karel karna dulu ia mempunyai 6 teman di sekolahnya yang juga bernama Karel. Namun semuanya adalah anak laki - laki. Dan sempat ada seorang anak laki - laki yang masih jelas teringat di kepalanya sering menertawai dirinya karna memiliki nama seperti laki - laki. Dari situ Karel mulai tidak suka jika ada yang memanggilnya dengan nama itu. Maka, tak jarang orang lebih memanggilnya Vanya. Terlebih rekan - rekan kerja kedua orang tuanya yang lebih mengenalnya dengan nama Vanya karna dulu ia sering sekali ikut ke acara pertemuan yang diadakan oleh kantor kedua orang tuanya.

"Iya tante. Limited aja kalo cewe namanya Karel." Jawabnya dengan jujur.

Memang benar, setelah menginjak bangku SMP, Karel dengan senang menghapus nama Vanya sebagai nama panggilnya. Karna teman sekolahnya lebih suka memanggilnya dengan Karel ketimbang Vanya.

"Haha, inget gak kalo dulu tante suka nguncirin rambut kamu? Tante tuh dari dulu kepengen banget punya anak perempuan." Sahut Farah.

Ia tidak ingat sama sekali kalau dirinya dan Farah lumayan dekat. Jika Farah tidak memberitahunya mungkin ia tidak akan pernah tau. "Iya tante, hehe." Jawab Karel canggung.

"Dulu Mami inget banget deh pas ngelahirin kamu." Ucap Selda yang mulai masuk dalam topik pembicaraan. "Mami lagi cerita - cerita sama tante Farah. Mami waktu itu mau anak laki - laki. Sedangkan tante Farah mau anak perempuan." Lanjutnya. "Pas lagi cerita gitu, eh kita berdua mules. Lahir deh kamu sama Aldo. Jamnya juga sama lagi. Untung kalian gak ketuker."

Baik Aldo maupun Karel sama - sama saling tukar pandang tanpa disengaja. Kemudian Karel mengalihkan pandangannya kearah Selda tanpa berkomentar sedikitpun.

Karen yang menangkap kecanggungan diantara kedua anak remaja yang duduk saling berhadapan itu pun hanya bisa menahan tawanya. Ia sudah mengerti alasan dari kecanggungan yang terbangun.

Bukan karna Karel dan Aldo merasa canggung karna kedua ibu mereka sedang membahas masa kecil mereka, bukan juga karna mereka malu kalau harus saling terbongkar masa kecilnya, namun, Karel canggung karna perempuan itu sudah lebih dulu mengenal Aldo dengan cara yang kurang baik. Tapi entahlah apa alasan Aldo untuk menjadi canggung.

"Oh iya Rel, kamu sekarang sekolah dimana?" Tanya Farah.

Karel menunduk sambil memain - mainkan kedua tangannya diatas paha. Ia ingin sekali lenyap dari permukaan bumi ini ketimbang harus berlama - lama terjebak dalam obrolan. Karna ia sudah mengetahui kelanjutan dari pembicaraan ini jika ia menjawab pertanyaan barusan.

"Harapan Bangsa, Ma." Jawab Aldo.

Sontak Karel langsung mengangkat kepalanya menatap Aldo. Dengan pancaran mata yang memohon untuk tidak memulai drama baru di depan Selda maupun Farah.

"Loh? Kalian udah saling kenal?" Tanya Selda.

Aldo mengangguk kearah Selda sambil tersenyum tipis. "Iya tante. Karel kaka kelas saya."

Karel menarik nafas lega karna Aldo tidak berbicara yang macam - macam kepada ibunya. Baru saja ia ingin bersumpah serapah jika sekiranya anak laki - laki itu mengeluarkan kata - kata yang siap membuat Karel meledak.

"Sekaligus pacar saya, Tan."

Stranger From ChatousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang