38. Broken

2.7K 231 62
                                    

Angin malam yang mampu menelusup masuk ke tulang menjadi saksi penyesalan Aldo yang tidak menepati janjinya dengan Karel. Sambil mengatur nafas, Aldo berusaha menghubungi Karel.

Setelah mendapati puluhan panggilan tak terjawab di ponselnya yang ia silent di dalam dashboard, Aldo segera menuju tempat awal ia akan bertemu denan Karel. Meskipun Valerie sempat menahan Aldo saat anak itu mengantarkan Valerie, namun Aldo tidak menggubris Valerie sedikitpun.

Sekarang Aldo sedang berdiri di depan lift menuju lantai bawah di sebuah gedung tempat restoran yang tutup hingga pukul dua malam itu berada. Ia sempat menghubungi Radit yang juga menelponnya tadi.

Setelah lift terbuka, Aldo segera masuk. Sambil mengacak-acak rambutnya, ia bersandar di lift dan menutup kedua matanya. Ia tau benar bahwa tindakannya tadi adalah kesalahan besar.

Bisa-bisanya ia memprioritaskan Valerie ketimbang Karel.

Dentingan lift terdengar. Membuat Aldo membuka matanya dan bergegas menuju parkiran mobil untuk menemui Radit di rumah sahabatnya itu.

Tak perlu waktu lama untuk sampai di rumah Radit karna jalanan sudah lenggang. Orang-orang pun sudah tertidur pulas di rumahnya masing-masing.

Aldo memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Radit yang lumayan cukup luas tersebut. Begitu sampai di ruang tamu, Aldo lansung menyapu matanya keseluruh bagian.

Di rumah tersebut tidak ada siapa-siapa kecuali Radit. Sahabatnya itu memang tinggal sendirian di rumah yang cukup besar itu.

Aldo beralih ke ponselnya dan menelpon Radit. Tak ada dua menit, Radit pun turun dari lantai dua bersama Mamat. Pemandangan itu berhasil membuat Aldo mengerutkan alisnya.

Pasalnya, wajah kedua sahabatnya itu terlihat berbeda. Radit dengan ekspresi marahnya, sedangkan Mamat dengan ekspresi datarnya.

"Dari mana lo?" Tanya Radit datar saat ia sudah sampai di depan Aldo.

Aldo tidak bisa menjawab. Dan Radit tau kalau Aldo tidak menjawab pertanyaannya, itu berarti bahwa Aldo sedang melakukan kesalahan atau ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

Mamat bergerak dua langkah menjauh kesamping. Bukannya ia tidak mau ikut campur, namun Radit adalah tipikal orang yang tidak akan membela siapapun termasuk sahabatnya sendiri jika sahabatnya itu memang salah. Berbanding terbalik jika sahabatnya benar. Ia akan membela mati-matian sahabatnya tersebut.

"Gue nanya sama lo, jing!" Ucap Radit dengan nada dua oktaf lebih tinggi. "Lo dari mana?!"

Aldo benci berada di posisi ini. Tapi ia juga tidak bisa menghindar dari amukan Radit. "Gue abis ketemu Valerie." Aldo menjawab dengan nada biasa. Namun dari suaranya, ia menahan diri.

"Goblok!" Radit dengan cepat melayangkan pukulan tepat di sudut bibir Aldo. Dan sudut bibir Aldo kembali mengeluarkan darah segar.

Mamat menarik nafas dalam. Aldo yang sekarang memegangi sudut bibirnya hanya bisa terdiam sambil menatap Radit yang nafasnya naik turun.

"Elo punya otak gak?! Lo ada janji sama siapa, jing!" Radit kembali bersuara. Kini emosinya seperti berada di ubun-ubun dan siap untuk ditumpahkan pada Aldo.

"I was saving her!" Jawab Aldo sambil menurunkan tangannya dari sudut bibir.

Dan sebuah pukulan kembali dilayangkan ke wajah Aldo. "Urusin sana Valerie! Valerie terus aja yang ada di otak lo!" Sahut Radit. "Lo gak ada mikirin Karel sama sekali, dia punya perasaan juga, Do!" Lanjutnya. "Lo pikir dia gak bakalan sakit, kalo tau alesan lo gak dateng itu karna Valerie?!"

"Gue tau, Dit! Gue udah tau! Tapi gue gak bisa milih di antara mereka, apalagi di situasi kayak tadi! Kalo gue milih untuk dateng ke Valerie, itu bukan berarti gue gak peduli sama Karel! Gue tau gue salah, tapi kalo tadi gue gak dateng buat bantuin dia, mungkin sekarang dia udah di pake sama cowok brengsek tadi!"

Stranger From ChatousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang