Kevin berjalan gontai memasuki kamar tidurnya. Dengan mata yang memerah, ia menjatuhkan diri di atas kasur.
Kevin tidak mabuk. Ia hanya baru kembali dari makam ibunya.
Selama ini, cowok yang selalu menjadikan dirinya sendiri sebagai tempat pelarian untuk Karel memang sudah tidak punya siapa-siapa lagi.
Ayahnya meninggal saat umurnya baru menginjak enam tahun. Sementara ibunya meninggal saat ia baru masuk SMA karna penyakit yang di deritanya.
Kevin mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Ia rindu dengan kedua orang tuanya.
Terkadang pikiran untuk ikut bersama kedua orang tuanya sering menggerayangi otaknya saat ia benar-benar sedang dalam titik paling bawah.
Ponselnya berdering dari saku celana jeansnya. Kevin meraih benda tersebut.
Saat matanya menangkap sebuah nama dari layar ponsel, ia merasa enggan untuk mengangkat.
Kevin memejamkan matanya sambil menikmati kesunyian yang terpecah karna bunyi dering ponselnya.
Suara itu hilang selang beberapa detik. Namun kembali berdering.
Saat didering ke empat, Kevin mengangkatnya.
"Are you okay?" Suara dari seorang perempuan terdengar diujung sana. Dari nadanya, ia terdengar sangat khawatir.
Kevin masih memejamkan matanya sambil menghapus sisa air mata di pipi. "Kenapa?"
"Gue denger, lo gak masuk sekolah hari ini," jawab sang penelpon. "Lo kenapa?"
"Lo di mana sekarang?" Tanya Kevin. Sebelah tangannya yang bebas kini berada dirambutnya. "Bisa ke rumah gue?"
"Lo gila? Semalem ini?"
"Lo bilang lo bakalan ada saat gue lagi butuh seseorang buat cerita."
"Ya tapi gak jam satu malem juga!" Sahutnya. "Gue kesana sama siapa? Giano udah tidur."
"Gue jemput."
"Oke."
Saat panggilan telah terputus, Kevin bangkit dan menarik nafas dalam.
Ia sedang buntu dan berada pada titik paling bawah. Dan pergi ke makam ibunya hingga menghabiskan waktu berjam-jam di sana, akan menjadi rutinitas saat posisinya sedang suntuk.
Kevin meraih kunci motornya dan bergegas turun ke lantai bawah.
Ia meraih helm dan menuju bagasi.
Saat mengendarai motornya, pikiran Kevin penuh dengan masalah yang akhir-akhir menimpanya.
Tidak ada orang yang tau kalau ia sedang dalam fase depresi.
Mulai dari cidera kaki yang tak memperbolehkan dirinya ikut turnamen basket, Andra yang akan pergi ke Amerika, hingga keputusannya untuk mundur dari Karel.
Kakinya dinyatakan terkena cidera karna terjatuh saat latihan dan hal itu otomatis membuatnya batal ikut turnamen nasional.
Andra memutuskan untuk pindah ke Amerika selama beberapa tahun untuk menenangkan diri. Juga untuk mengikikis rasa terhadap Karel dan menghadapi kenyataan bahwa sudah ada sosok Valerie untuknya.
Lalu masalah Karel, ia mungkin sudah siap untuk sakit hati kapan pun. Namun Kevin lupa untuk benar-benar mundur dan pergi dari hidup Karel.
Alasannya untuk mencintai Karel masih tetap sama. Tidak ada yang berubah.
Hanya keberaniannya saja yang berubah. Keberanian untuk jatuh dalam luka yang lebih dalam.
Sesampainya di depan sebuah rumah besar, Kevin sudah menangkap sosok perempuan dengan sweatshirt kebesaran berwarna hitam serta legging berwarna senada sudah berdiri di depan pagar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger From Chatous
Humor(SEDANG DI-REVISI) Karel itu anak kelas dua belas yang bentar lagi lulus. Ketemu Kevin dari aplikasi berlambang planet jupiter itu kayanya bikin Karel harus sabar-sabar hati. Karna bukan cuma Kevin yang terlibat disini, tapi Aldo juga. Aldo itu si t...