46. Clear

2.1K 165 6
                                    

Karel membawa sebungkus batagor. Atas permintaan Aldo yang sudah empat hari dirawat di rumah sakit. Awalnya Karel tidak mau menuruti keinginan Aldo. Namun karna dokter membolehkan, akhirnya Karel membawakan batagor depan sekolah yang terkenal enak tersebut.

Baru berjalan di koridor, Karel menangkap sosok yang sudah tak asing lagi duduk di depan kamar Aldo. Karel menggigit bagian dalam bibirnya. Rasa posesif dan curiganya nampak.

Mata Valerie tak sengaja melihat Karel. Gadis itu berdiri dan berjalan menuju Karel yang mematung tak jauh dari tempatnya duduk. "Hey," sapa Valerie saat ia sudah berdiri di depan Karel. "Gue boleh ngomong gak sama lo?"

Karel menatap mata Valerie. Gadis yang berpostur seperti model itu memiliki mata elang yang tajam. Siapapun bisa langsung jatuh hati padanya. "Boleh."

Valerie tersenyum singkat. Kemudian ia mengarahkan Karel menuju taman di rumah sakit tersebut. Sebetulnya Karel agak sedikit minder begitu berjalan bersampingan dengan Valerie.

Pasalnya, gadis itu menggunakan dress sepaha berwarna merah, rambut coklat lurus panjang terkuncir satu, serta make up profesional di wajahnya. Terlebih lipstick yang ia gunakan juga berwarna merah. Semua yang digunakan Valerie seakan mengintimidasi Karel dengan seragam putih abu-abu kusutnya dan postur badan yang beberapa senti lebih pendek dari Valerie.

Sesampainya di taman, Valerie memilih kursi putih panjang dibawah rindangnya pohon cemara. Karel mengikuti Valerie. Ia duduk di samping gadis itu.

Valerie menatap Karel penuh dengan rasa bersalah. Ia merasa tidak enak karna membuat onar di hubungan anak SMA yang seharusnya tidak pernah ia campuri lagi. "Gue minta maaf," ucap Valerie membuka pembicaraan. "Aldo kayak gini karna gue."

Karel menatap Valerie. Mata cantik yang dimiliki Valerie seketika berubah muram bersamaan dengan ekspresinya. "Bukan gue yang harusnya lo giniin, tapi Aldo. Lo udah minta maaf ke dia?"

Valerie mengangguk. "Tadi sebelum lo dateng, gue udah ketemu Aldo. Dan sekarang gue mau menjelaskan semuanya ke lo," ucap Valerie. "Malam itu, gue mabuk. And i was out of control. Gue juga gak ngerti kenapa gue nelpon Aldo. Tapi satu yang gue inget, di hari dan tanggal itu adalah hari dimana gue mengenal Aldo tiga tahun yang lalu."

Karel mendengarkan Valerie. Siap-siap membuka pikirannya untuk memandang hal yang disampaikan gadis itu dalam segi positif.

"Gue gak tau harus mulai dari mana, tapi jujur gue masih sayang sama Aldo," sambung Valerie. "Dan gue juga gak tau, kapan rasa ini akan hilang."

Sisi egoisme di diri Karel tiba-tiba saja tergores. Aldo hanya miliknya dan tidak ada siapapun yang boleh memiliki Aldo kecuali dirinya.

"Tapi gue bukan bocah ingusan yang gak bisa bedain mana cinta mana obsesi," lanjut Valerie. "Gue bahagia ngeliat Aldo sama lo. Asalkan dia senang, gue terima apapun itu. Tapi gue juga perempuan, kadang ngerasa sakit dan kehilangan."

Karel menggigit bibir bagian dalamnya. Menebak-nebak apalagi kebenaran yang akan keluar dari mulut Valerie.

"Malam itu, sisi egois gue muncul. Gue sedih, hancur saat inget kalo Aldo udah bukan milik gue. Terlebih hari itu hari spesial dimana gue ketemu sama dia tiga tahun lalu. Menyadari kalau dia udah gak mungkin gue gapai, gue kalap. Sampe akhirnya gue memutuskan untuk menghilangkan rasa itu dengan alkohol."

Sebagai seorang perempuan, Karel mengerti bagaimana rasanya menjadi Valerie. Bagaimanapun juga, dia pernah berada diposisi seperti itu.

"Gue nelpon Aldo dan ngomong hal yang seharusnya gak gue ucapin. Dia panik, dan dia akhirnya nyamperin gue ke club. Tapi sumpah demi tuhan, gue gak ada niatan untuk ngerusak moment penembakan Aldo buat lo," ucap Valerie sambil menatap Karel serius. "Dan iya, dia berantem sampe punya musuh da  berakhir di rumah sakit kayak gini itu karna gue. Gue bener-bener nyesel. Kalo aja gue gak nelpon dia malem itu," sambung Valerie. Matanya mulai meneteskan air mata. "Posisi yang sulit yang harus kita semua hadapin itu semua karna gue, gue minta maaf banget Rel." Valerie memegang kedua telapak tangan Karel. Dari sorot matanya, ia benar-benar merasa bersalah.

Stranger From ChatousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang