31. One Step Braver

2.9K 268 19
                                    

Dengan membawa beberapa kertas ujian, Aldo melangkahkan kakinya ke ruang tamu di rumah Karel. Disana sudah terlihat gadis yang menjadi alasannya menemui pak Wahyu.

Aldo sengaja meminta kertas soal ujian agama anak kelas tiga kepada pak Wahyu untuk temannya tadi setelah kembali ke sekolah. Ia tidak menyebut nama Karel karna seluruh guru sepakat bahwa Karel di bebaskan dari seluruh remedial ujian karna musibah yang menimpanya.

"Hey," sapa Aldo saat ia sudah berdiri di samping Karel.

Karel tidak ingin menoleh atau bahkan membalas sapaan Aldo karna ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengacuhkan anak laki-laki itu.

"Gue bawa soal remed agama buat lo, nih." Tangan Aldo bergerak ke arah depan wajah Karel.

"Taro aja di meja," jawabnya. "Nanti gue kerjain."

Aldo menaikan sebelah alisnya. Ia merasa bahwa Karel sedang marah terhadapnya. Hal itu dapat diketahui dari intonasi nada yang gadis itu baru gunakan. "Kenapa sih? Lo marah sama gue?" Tanyanya.

Itu lah Aldo. Ia lebih suka untuk to the point ketimbang harus mencari tahu dalam diam.

"Gak," jawabnya. "Gapapa."

"Bohong," Aldo pun berjongkok dengan posisi menyerong dari tempat Karel duduk. "Jangan suka jutekin gue." Ucapnya. "Gue gak suka."

Karel menatap mata Aldo. Ia mencari titik penyesalan di mata anak itu atas apa yang ia lakukan semalam. Tapi sayangnya, Karel tidak menemukan hal itu di mata Aldo. "Lo gila," hal itu lah yang melesat dari mulutnya. "Bener-bener gila."

Gadis itu berdiri. Ia kesal pada Aldo dan dirinya sendiri. Kesal pada perasaan yang membuatnya harus meredam rasa sesak karna mungkin, ia sudah menjatuhkan hati kembali pada orang yang salah.

Karel berjalan meninggalkan Aldo dan beralih ke kamarnya di lantai dua. Sedangkan Aldo, ia mengikuti anak perempuan itu dari belakanh sampai akhirnya ia menahan pintu kamar yang hampir tertutup oleh Karel. "Let me in."

"No way."

Nampaknya jawaban Karel sia-sia karna tenaga Aldo lebih kuat sehingga ia bisa mendorong pintu kayu bercat putih tersebut hingga terbuka.

"Kenapa sih? Lo kalo marah sama gue, bilang aja." Aldo pun buka suara sambil menendang pelan pintu di belakangnya sehingga pintu itu tertutup dengan sempurna. "Kasih tau alesannya Rel."

Karel benci berada di posisi seperti ini. Seakan Ia terpojok dengan keadaan yang ada. Ia tidak mau jujur pada perasaannya sendiri di depan Aldo. Ia takut kalau anak laki-laki itu hanya menganggapnya sebagai teman dan tidak lebih.

"Gue kesel sama lo karna kemaren gue mau bilang terima kasih tapi lo nya malah udah balik." Jawab Karel berbohong. Dan untung saja otaknya bisa dengan cepat memikirkan kata-kata untuk menutupi alasan yang sebenarnya.

Aldo mengerutkan dahinya. "Cuma itu?" Tanyanya.

"Ya, iya. Lo pikir apa lagi?"

"Gue pikir, lo marah karna kemaren gue gak nepatin tawaran gue untuk nemenin lo selama 7 hari yang waktu itu pernah gue bilang."

Deg.

Jantung Karel berpacu tiga kali lipat lebih cepat setelah ucapan itu melesat dari mulut Aldo. Ia kira, anak laki-laki itu lupa dengan janjinya. "Terus kemaren kenapa lo gak nepatin tawaran itu? Susah ya emang kalo cowok cuma modal modus."

"Kemaren ada Kevin." Jawab Aldo cepat. Saking cepatnya, Karel sampai membuka mulunya sedikit. "Gue gak suka sama dia. Kenapa sih, lo harus deket-deket sama dia?"

Stranger From ChatousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang