"Kau tahu, wajahmu mengingatkanku pada sesuatu," ujarku di sela tawa. "Pororo! Kau tahu apa itu Pororo?"
Martijn menggeleng. Dia tidak bisa membuka mulut. Aku melakukan pencarian singkat dengan ponselku dan menunjukkan gambar Pororo, tokoh animasi penguin kecil dari South Korea. Kedua mata Martijn mendelik, membuatnya semakin mirip Pororo.
Tetapi inilah yang membuatku khawatir. Aku tak bisa membayangkan ketika Martijn dengan wajah Pororo-nya akan makan malam bersama keluarga besarku. Nenekku bisa-bisa mengulitinya dengan pisau roti. Aku juga khawatir kalau ia akan menghabiskan seluruh makanan di meja sebelum anggota keluargaku yang lain sempat makan.
"Apa yang ada di bungkusan itu?" tanya Martijn sambil menunjuk bungkusan yang kuletakkan di kursi di sebelahku dengan kentang gorengnya.
"Ah, hampir saja aku lupa." Aku mengangkatnya dan menyodorkannya pada Martijn. "Ini untukmu."
Martijn berhenti dari kegiatan makannya. Bak sedang melakukan pencarian barang terlarang, ia menengok ke dalam plastik dan mengeluarkan isinya. Ia memandang benda di tangannya seolah benda tersebut adalah bayi alien.
"Ini apa?" tanyanya.
"Aneh sekali pertanyaanmu," sahutku. "Itu kan sandal."
Martijn tidak menyahut. Alisnya bertaut, lalu ia membolak-balik sandal di tangannya dengan cermat. Saat aku sedang melahap pudingku, ia berkata, "Mengapa sandal ini mengerikan sekali?"
"Kau sendiri yang bilang kalau kau suka harimau," kataku. "Tadinya aku ingin membeli sandal berkepala kelinci, tapi kau tidak suka."
"Warnanya membuat mataku sakit," katanya. "Aku bisa mimpi buruk hanya dengan mengamatinya."
"Tidak bisakah kau berterima kasih? Setidaknya itu lebih baik ketimbang sandalmu yang lama," kataku. "Kalau kau memprotes dan ingin sandalmu yang lama, maka kita harus menginap di hotel dulu. Kau pasti tidak akan mau mengeluarkan banyak uang hanya untuk sandal hotel, bukan?"
Martijn memutar bola mata. "Memangnya tidak ada sandal lain di toko tempat kau membeli benda mengerikan ini?"
"Ada. Teletubbies, apa kau mau? Kita bisa menukarnya."
Martijn bergidik dan menggeleng. Ia kembali melanjutkan makan.
"Omong-omong, Martijn, bisakah kau makan dengan sikap yang anggun?"
Martijn berhenti dan menatapku. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menjepit kentang goreng dengan telunjuk dan jempolnya. Dengan gerakan yang amat gemulai, ia memasukkan kentang ke dalam mulut, lalu mengunyah sangat pelan.
"Oh, tolong hentikan. Kau menjijikkan," kataku. Tapi ia mengulangnya dan aku akhirnya menyuruhnya makan dengan cara yang biasa ia lakukan.
"Mengapa aku harus makan dengan cara yang anggun? Itu sungguh menyiksa. Makan adalah kegiatan yang menyenangkan, jadi kau tak perlu mempersulitnya," celoteh Martijn. "Lagi pula, aku kan bukan sedang makan dengan pejabat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend with Benefits
Fanfiction"Oh, so you're a bad boy? Don't worry, I love bad boy." --- Gretchen Himmerstrand tak pernah--dan tak bisa--punya pacar. Menurutnya, amat sulit menemukan seorang lelaki yang pas untuk seorang gadis kaya seperti ia. Urusan cinta pun menjadi urutan pa...