Aku tahu persis terdapat empat buah bingkai foto di meja kecil di sisi kiri sofa. Foto-foto itu berasal dari acara pernikahan Ilse musim panas lalu. Semua foto itu masih ada: foto keluarga Himmerstrand, foto berwarna hitam-putih saat aku dan Martijn berangkulan, foto saat aku dan Martijn membawakan sebuah lagu, dan ....
Ada satu yang hilang.
Foto saat aku dan Martijn sedang berdansa.
Dahulu Martijn memang pernah mengatakan bahwa foto dansa kami adalah foto favoritnya. Barangkali dia sudah membawanya pergi. Kuharap bukan untuk dibakar atau semacamnya. Namun apa-apaan aku ini? Perempuan bodoh yang telah pergi meninggalkan lelaki sebaik Martijn hanya karena kesalahpahaman tidak pantas berharap sedemikian tingginya.
Para pekerja jasa pengangkut barang suruhan Ayah pun mulai berdatangan sambil membawa kardus-kardus kosong. Mereka lalu bersama-sama mengangkut furnitur ke luar. Ayah tidak bicara apa-apa selama ia membantuku memasukkan semua bingkai foto itu ke dalam kardus. Begitu menyakitkan harus menyembunyikan kenangan manis yang tidak bersalah.
Aku berjalan mendekati kamar tidur dan berhenti di depan pintu. Di tempat inilah hariku berawal dan berakhir dengan cara yang sama, yakni memandang Martijn yang terlelap di sebelahku. Aku menghela napas dan berusaha menguatkan diri. Kuputar kenop pintu dan melangkah masuk.
Di atas kasur, sebuah topi sombrero beserta sepasang sandal harimau berwarna oranye tergeletak berdekatan dengan bantal. Langkahku terhenti. Nyeri menerjang dadaku tiba-tiba. Bukankah itu milik Martijn? Dan ia meninggalkannya. Barangkali dia tidak ingin mengingatku.
Aku mendekati kasur dan duduk di pinggirnya. Tak sengaja kulihat sebuah balon berwarna putih mengambang di udara, tepatnya di belakang lampu tidur. Kuambil balon itu, yang ternyata tersambung dengan sebuah tali. Pada ujung tali, terikat sebuah gulungan kertas.
Dulu saat mencoba bersikap romantis, Martijn juga melakukan hal ini. Balon berwarna putih adalah hal yang harus kuingat saat aku bersedih. Dengan jantung berdebar, aku membuka gulungan tersebut, tak tahu apa yang dia harapkan dariku melalui pesan di balon ini. Di dalamnya terdapat tulisan tangan Martijn menggunakan bolpoin.
Lovers come and may go. You chose to go. I never wish to, but you make me choose the same. Ketika kau menemukan pesan ini, kuharap kau menyesal. Karena meski di tempat yang berbeda, aku juga merasa begitu.
Kalau Tuhan bertanya apa yang kusesali dalam hidupku, maka perpisahan inilah jawabannya, Martijn.
Segera aku beranjak dari kamar sambil membawa topi dan sandal, mengantisipasi kegalauan yang nyaris mampir. Ayah memasukkan sandal dan topi itu ke dalam kotak berisi bingkai foto yang tadi, dan merapikan benda-benda lain di kotak yang berbeda. Aku pun mendatangi kamar mandi, menghela napas pendek.
Kawanan bebek karet yang dibeli Martijn dulu berbaris rapi seperti biasa di sisi bath tub. Ekspresi mereka yang riang merepresentasikan wajah Martijn yang dulu, Martijn yang selalu terlihat gembira dengan kelakuan anehnya. Kuambil semua bebek-bebek karet itu dan teringat kalau Martijn menamai mereka berdasarkan abjad namaku. Hatiku sakit sekali karena Martijn meninggalkan benda ini. Ayah pun menyimpannya di dalam kotak dengan hati-hati.
Kamar pakaian pun sebagiannya telah kosong. Dahulu lemari di dekat pintu selalu terisi dengan pakaian Martijn yang didominasi warna hitam. Sepatu Nike-nya yang terawat pun berbaris rapi di rak-rak. Kini yang ada hanya pakaianku saja yang jumlahnya, baru kusadari, memang keterlaluan. Kupindahkan semua pakaian dan sepatuku ke dalam koper. Tak lupa bersama kosmetik milikku yang selalu mendapat protes atau selalu menjadi objek ancaman Martijn kalau aku berbuat yang tidak disukainya. Di sudut ruangan, boneka Tigger raksasa yang tertawa riang sambil membawa boneka cabai duduk menatapku, membuatku semakin sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend with Benefits
Fanfiction"Oh, so you're a bad boy? Don't worry, I love bad boy." --- Gretchen Himmerstrand tak pernah--dan tak bisa--punya pacar. Menurutnya, amat sulit menemukan seorang lelaki yang pas untuk seorang gadis kaya seperti ia. Urusan cinta pun menjadi urutan pa...