Setiap tahun, di pertengahan musim panas, alun-alun Amsterdamme akan dimeriahkan oleh sebuah festival yang disebut Festival Jeruk. Semua penduduk kota harus mengenakan pakaian berwarna oranye selama festival berlangsung. Selain itu, akan diadakan berbagai macam lomba yang berhubungan dengan jeruk. Mulai dari lomba memasak jeruk, lomba melempar jeruk—yang rasanya pasti sakit sekali—lomba menghias jeruk, dan masih banyak lagi. Oh, tentu saja ada lomba memakan jeruk juga. Dan yang paling menyenangkan, semua toko di alun-alun akan tutup. Itu berarti aku dan Martijn libur.
Malam sebelum Festival Jeruk dilangsungkan, aku berjumpa dengan Mr. Gerard saat sedang menunggu Martijn membersihkan toko. Mr. Gerard, dengan ramah seperti biasa, bertanya, "Apa kau mau ikut berpiknik bersama kami, Gretchen?"
"Piknik? Kapan?" kataku kaget. Pasalnya, sudah lama sekali aku tak pergi berpiknik. Ibu dan Ayah selalu sibuk, jadi begitulah.
Mr. Gerard mengangguk. "Besok, setelah Martijn menyelesaikan lomba memakan jeruk," katanya. "Kalau kau mau, aku akan meminta ibu Martijn membawa makanan lebih."
"Aku tidak akan menolak," jawabku. "Tapi, Mr. Gerard ...."
"Tapi apa?"
"Martijn akan ikut lomba memakan jeruk?"
Mr. Gerard tertawa. "Ya, dia selalu ikut setiap tahunnya," jawab pria itu. "Tapi selalu kalah pula setiap tahunnya."
Oh, ya ampun.
Biar kuberitahu sesuatu tentang lomba memakan jeruk di alun-alun Amsterdamme.
Kau akan berkumpul dengan berbagai macam orang, baik turis maupun penduduk lokal, tepat di tengah lapangan. Para panitia sudah menyiapkan meja dan kursi untuk setiap peserta, juga setumpuk jeruk untuk mereka. Juri akan menghitung berapa banyak jeruk yang dihabiskan oleh para peserta dalam waktu sepuluh menit.
Dan kau harus tahu, tak ada satu pun peserta yang terlihat manis apalagi anggun saat sedang melahap jeruk-jeruk itu.
Aku tak bisa membayangkan apa jadinya Martijn nanti. Pasti akan sangat memalukan, mengingat cara makannya yang membuat wajahnya mirip Pororo. Aku harus tegar menghadapi cobaan ini.
+×+×+×
Pukul sembilan pagi, aku dan Martijn telah tiba di alun-alun Amsterdamme, bersama ibu, ayah, dan adik perempuan Martijn. Martijn mengenakan T-shirt berwarna oranye dan celana pendek berwarna hitam, tak ketinggalan sepasang sepatu Nike hijau terpasang di kakinya. Aku sendiri mengenakan gaun pendek berwarna oranye yang terbuat dari katun, serta sepatu Adidas putih kesayanganku.
Martijn mengeluarkan ponsel, mengangkatnya tinggi sekali. Ia kemudian memanggil kedua orangtuanya. "Ibu, Ayah, lihat kemari!" katanya sambil mengarahkan kamera depan ponsel.
Aku berdiri di sebelah kanannya, sedangkan Laura membungkuk sedikit di depanku. Di sebelah kanan kami berdua, ayah dan ibu Martijn tersenyum ke kamera. Martijn menyengir lebar, sedangkan aku dan Laura sama-sama mengacungkan dua jari membentuk tanda V sambil tertawa. Cuaca yang cerah membuat foto itu terlihat sangat bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend with Benefits
Fanfiction"Oh, so you're a bad boy? Don't worry, I love bad boy." --- Gretchen Himmerstrand tak pernah--dan tak bisa--punya pacar. Menurutnya, amat sulit menemukan seorang lelaki yang pas untuk seorang gadis kaya seperti ia. Urusan cinta pun menjadi urutan pa...