Bab ini tentang apa yang terjadi antara Martijn dan Sonja di bab 50 lewat sudut pandang narator.
+×+×+×
Dengan kecepatan konstan, langkah Martijn terus membawanya menjauh dari gedung apartemen. Dia tidak menoleh ke belakang; dia ingin segera mengakhiri malam ini tanpa ada sedikit pun hambatan. Dia juga tidak ingin dirundung kekhawatiran kalau Gretchen akan terbangun dan mengikutinya; tidak, rasanya tidak mungkin Gretchen akan mengekornya. Perempuan itu sudah ia beri pesan agar tidak bepergian seorang diri, jadi, mustahil ada kemungkinan laki-laki itu akan diikuti.
Terakhir kali yang bisa Martijn ingat, ia dan Sonja bertemu saat keduanya menghadiri prom di sekolah. Martijn bahkan masih bisa mengingat dengan jelas suasana pesta itu. Sonja dengan gaun biru gelapnya, berdansa bersamanya diiringi lagu. Kenangan yang manis, yang juga berubah pahit dalam sekejap. Dan malam ini, setelah hampir dua tahun lamanya berpisah, dia akan kembali menemuinya.
Jantung Martijn berdebar. Namun debaran itu bukanlah diprakarsai oleh rasa gembira seperti akan menemui orang yang dicintai setelah sekian lama, melainkan perasaan cemas seolah hendak membuka sekantung penuh kenangan menyakitkan. Laki-laki itu tahu, di dalam hatinya, sudah tidak ada lagi sepercik pun rasa cinta pada Sonja. Sebab di dalam sana sudah dipenuhi dengan semua hal mengenai Gretchen, yang selama ini tidak berani ia katakan langsung.
Dia tidak tahu mengapa Sonja memintanya menemuinya. Tapi dia tahu mengapa dia tetap menerima tawaran itu; dia ingin bilang sekeras-kerasnya pada Sonja, bahwa dia tidak peduli pada apa pun yang terjadi pada keduanya dua tahun silam; dia juga ingin Sonja tahu, bahwa dia baik-baik saja, bahagia bersama orang baru, dan tidak mengganggunya lagi sampai kapan pun.
Sebenarnya Martijn ingin agar pertemuan mereka berlangsung di siang hari sejak beberapa hari yang lalu, namun Sonja bilang dia baru tiba di Amsterdamme pukul dua belas malam. Maka jadilah pertemuan dadakan ini dilakukan saat dini hari.
Jalan telah sepi, namun beberapa bar dan pub masih buka, diisi oleh orang-orang yang tidak bisa tidur memikirkan nasib hidupnya keesokan hari. Martijn merasa dirinya pun saat ini telah menjadi bagian dari orang-orang itu. Dia tidak bisa tidur, cemas akan apa yang terjadi jika Gretchen tahu dia menemui mantan kekasihnya pada jam selarut ini.
Martijn melangkah masuk ke dalam sebuah bar di pinggir jalan bernama Hazelnut. Asap rokok bergulung-gulung di udara, bercampur hiruk-pikuk tawa dan obrolan para lelaki kasar yang ditemani perempuan-perempuan berpakaian minim. Dia juga tidak habis pikir mengapa Sonja mengajaknya menemuinya di tempat ini. Tetapi tidak ada gunanya memprotes. Martijn duduk di salah satu bar stool dan memesan soda-dia tidak ingin minum bir dan pulang dalam keadaan mabuk-usianya juga belum cukup untuk itu.
Beberapa menit menunggu, Martijn memutuskan untuk menghubungi Sonja, menanyakan di mana perempuan itu kini berada. Dia ingin segera menuntaskan pertemuan ini dan kembali ke rumah. Namun saat ia merogoh saku, dia tidak menemukan apa pun selain dompet. Seketika, Martijn berhenti bernapas.
Ponselnya tertinggal di rumah.
Ini benar-benar gawat.
Martijn menoleh ke sana kemari, semakin cemas. Sonja harus segera datang, begitu batinnya. Dan yang paling penting, dia berharap Sonja tidak menghubungi ponselnya, karena ia khawatir Gretchen akan terbangun dan menemukan ponsel itu. Kalau sampai iya, maka Gretchen pasti tahu soal pertemuan ini. Martijn menelan ludah, tenggorokannya terasa getir.
Beruntung, tak lama kemudian, perempuan yang menjadi alasannya datang ke tempat ini muncul. Martijn memandangnya yang melangkah dari pintu masuk. Sonja mengenakan mantel selutut berwarna kelabu, celana jins, dan sepatu bots merah tua. Syal hijau pucat melilit lehernya. Rambutnya yang pirang sepunggung tergerai di bahu, mengingatkan Martijn pada Gretchen. Dan laki-laki itu semakin cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend with Benefits
Fanfic"Oh, so you're a bad boy? Don't worry, I love bad boy." --- Gretchen Himmerstrand tak pernah--dan tak bisa--punya pacar. Menurutnya, amat sulit menemukan seorang lelaki yang pas untuk seorang gadis kaya seperti ia. Urusan cinta pun menjadi urutan pa...