Nah, di bawah ini ada dua bab yang gak jadi saya pakai karena pas nulisnya, saya ngerasa feel-nya aneh, dan akhirnya saya ganti sama adegan lain.
Yang pertama, adalah bab 32. A Thousand Years yang gagal. Here goes.
+×+×+×
Aku berjanji pada diri sendiri agar kelak merencakan acara pernikahan yang unik. Barangkali, aku ingin acara pernikahanku dihadiri dengan dress code duyung, kemudian sebagai hiburannya, aku ingin menyewa Maroon 5-seperti yang ada di video klip Sugar.
Pasalnya, pernikahan Ilse yang menurutku sangat tidak masuk akal ini justru membuat semua yang hadir merasa bahagia dan terhibur karena pengalaman baru. Bagaimana tidak? Ketika kami semua berfoto bersama Ilse dan suaminya, kami kelihatan amat unik dengan pakaian lateks yang melekat di badan kami. Belum lagi penampilan The Hello Kitty Brothers, yang walaupun namanya payah, ternyata bukanlah sebuah band yang buruk.
Saat itu Ilse berdiri di gazebo sambil memegangi buket bunganya. Orang-orang berkumpul tak jauh darinya, terlihat antusias. Ilse berbalik dan bersiap melempar bunganya, sementara kerumunan semakin berteriak tidak sabar.
Aku berdiri paling belakang bersama Martijn. Bukan karena tidak kebagian tempat, tapi karena Martijn menolak mati-matian saat kubilang aku ingin mendapat bunga dari Ilse.
"Yang mendapat bunga dari pengantin biasanya akan segera menikah," kata Martijn.
"Memangnya kenapa? Aku juga ingin menikah," ujarku.
"Well, aku belum mau," sahutnya, membuatku tertawa.
"Jadi, kau mau menikah denganku?" tanyaku lagi sambil mendekatkan wajah padanya. Dia memutar bola mata.
"Apa kau sedang melamarku?" ujarnya.
"It would be a yes, right?"
Dia menatap ke depan, berusaha tidak memedulikanku.
Tetapi ia juga tersenyum.
"Hei, Martijn. Sebenarnya kau juga tidak ingin buru-buru menikah kok," ujarku kemudian. "Aku cuma merasa iri melihat Ilse. Paling-paling besok setelah acara ini berakhir, aku akan melupakan soal keinginan menikah."
"Ya, kau memang tidak perlu buru-buru menikah," kata Martijn. Ia menoleh padaku, tangannya bergerak-gerak seolah menjelaskan. "Kau masih terlalu muda. Usiamu baru sembilan belas tahun, kan? Pikirkan saja ini. Kalau kau menikah di usia semuda ini, lalu setahun kemudian kau punya anak, kurasa kau akan kesulitan. Maksudku, kau belum berusia matang dan...."
Di tengah penjelasan Martijn yang mirip petugas sensus penduduk, Ilse melemparkan bunganya. Benda itu melambung tinggi ke angkasa dalam gerak parabola, membuat orang-orang berteriak keras. Semua kepala menoleh ke atas. Para bibiku yang belum menikah mengangkat tangan, seakan bunga itulah jodoh mereka.
"...masih banyak yang harus kausiapkan. Misalnya seperti pendidikan anakmu kelak, dan jangan lupa-"
Semua orang berteriak histeris, termasuk aku.
Ucapan Martijn terhenti. Mulutnya menganga lebar.
Bunga yang sempat melayang di udara tadi kini telah mendarat tepat di tangan Martijn.
"JADI AKU AKAN MENIKAH?!" teriak Martijn. Matanya terbelalak menatap bunga di tangannya.
Aku terbahak, sementara orang-orang bertepuk tangan dan memberiku ucapan selamat.
+×+×+×
Setelah acara penyampaian pidato berakhir, tibalah acara dansa. (bab ini berakhir sampai di sini aja, terus saya nulis bab baru yang bisa kalian baca di bab 32)
+×+×+×
Nah, selanjutnya bab 35. Midnight Talks yang gagal. Here goes.
Kami semua baru kembali ke kamar masing-masing pukul dua belas malam. Meski kelelahan, aku dan Martijn tidak bisa berhenti terawa. Aku menjatuhkan diri di kasur, sementara Martijn berdiri di depan lemari yang terbuka, melepas T-shirt putihnya.
"Sudah kubilang, Ilse akan menyukai hadiah itu, bukan?" ujar Martijn.
Well, ia benar. Usai permainan berakhir, Ilse bahkan memelukku dan berterima kasih padaku dengan mengatakan, "Ini hadiah terunik yang pernah kudapat! Dan aku senang sekali kau memilih hadiah semacam ini! Berkat hadiah darimu, keluarga kita menjadi semakin lebih akrab!"
Dan aku tak bisa melupakan senyum Ilse sepanjang malam itu.
"Terima kasih, Martijn. Kau benar, kau memang bisa diandalkan soal memilih hadiah."
Martijn menutup lemari usai mengganti pakaiannya dengan T-shirt berwarna hitam dan celana pendek. Ia berdiri mengamatiku sambil memegang perutnya.
"Tolong jangan bilang kau lapar." Aku bangkit dari kasur dan menghela napas.
Martijn mencebik seperti anak kecil. "Apa salah jika aku lapar?"
Aku mendekat dan tak kusangka perut Martijn menggeram. Aku terkikik mendengarnya, dan mulai berjalan mendekati pintu. "Kau mau makan es krim?"
"Apakah es krim yang kaumaksud bisa mengenyangkan?"
Sebentar saja aku telah kembali dengan sewadah es krim dengan tiga rasa. Martijn terlihat bersemangat saat menyambut es krim itu dariku. Dia duduk manis di sofa, menyalakan televisi dan menonton film aksi dengan robot sebagai tokoh utamanya. Sementara aku duduk di sebelahnya, ikut menonton.
"Kau mau?" tanya Martijn saat di tengah berlangsungnya film. Ia menyodorkan es krim itu padaku.
Aku menerimanya dan menyendoknya sedikit. Ternyata menyenangkan juga menonton televisi sambil menikmati es krim. Aku terus melahap sedikit demi sedikit, lalu Martijn menatapku datar.
"Apa?" tanyaku.
"Enak ya?"
Aku menyengir mendengar sindirannya. "Buka mulutmu."
Bak anak kecil, Martijn mendekat dan membuka mulutnya. Aku menyendok es krim dan memutar-mutarnya di depan wajah lelaki itu. "Pesawat akan segera kembali ke markas!"
Martijn tertawa tertahan sambil menikmati es krim di mulutnya. "Mengapa kau memperlakukanku seperti anak kecil?"
"Karena kau memang seperti itu." Aku menyendok es krim sekali lagi. "Ayo, buka mulutmu lagi."
Dengan patuh Martijn membuka mulutnya. Aku tersenyum memandang wajahnya yang lugu. "Kereta akan masuk terowongan! Choo! Choo!"
Setelah menelan es krimnya, dia memprotes, "Aku tidak mau disamakan dengan terowongan" lalu ia mengambil wadah es krim dariku. Aku tertawa di sebelahnya. Kami pun kembali menonton dalam keheningan.
Beberapa menit kemudian, Martijn menoleh padaku dan berkata, "Buka mulutmu."
Kulihat ia menyendok es krim dan menyodorkannya ke depan mulutku. Aku membuka mulut dan dia berkata, "Kurcaci akan segera masuk ke dalam mulut raksasa!"
Belum sempat aku melahap es krim, aku mengatupkan bibir dan menyipitkan mata. "Raksasa lebih buruk ketimbang terowongan."
Martijn menyngir. "Baiklah, Putri Gretchie."
Aku tersenyum. Martijn masih juga (bab ini selesai sampai di sini, terus saya ganti sama bab 35)
------------------------
Jujur, saya selalu simpan semua ide saya, dari yang gak selesai sampai yang selesai, dari yang buruk sampai yang (menurut saya) bagus. Jadi, sampai sekarang saya pun masih nyimpan cerita pertama yang pernah saya tulis sampai ke bab-bab cerita aneh yang kadang nyambung enggak, seru juga enggak wkwkwk.
Tapi ya saya seneng baca-baca semua itu kalau lagi bosan, terus ketawa karena tulisan saya hari ini jauh lebih bagus ketimbang beberapa tahun silam. Kadang kalau saya kreatifnya kelewatan, ide-ide jelek di masa lalu bisa saya daur ulang. Ini kenapa saya malah curhat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend with Benefits
Fiksi Penggemar"Oh, so you're a bad boy? Don't worry, I love bad boy." --- Gretchen Himmerstrand tak pernah--dan tak bisa--punya pacar. Menurutnya, amat sulit menemukan seorang lelaki yang pas untuk seorang gadis kaya seperti ia. Urusan cinta pun menjadi urutan pa...