[40]

4.3K 420 87
                                    

'Aku masak sesuatu untukmu. Kau bisa memanaskannya nanti. Aku ingin pergi bersama teman-temanku.'

"Terima kasih, Cutie Pizza. Berhati-hatilah. Kau akan kembali, bukan?"

'Tentu. Tapi mungkin agak larut.'

"Baiklah. Bersenang-senanglah! Jam kerjaku sudah berakhir dan aku akan pulang sekarang."

'Ya, kau memang harus segera pulang. Oh, tunggu dulu. Jangan tutup telepon ini.'

"Ada apa?"

'Coba temui ayahku lewat pintu belakang. Aku meninggalkan sebuah jaket di mejanya.'

"Kau meninggalkan jaketmu?"

'Kau selalu pergi bekerja tanpa jaket.'

Pipiku merona.

'Ambillah jaketku sebelum kau pulang. Di luar udaranya benar-benar dingin. Kalau kau sakit aku harus repot-repot membawamu ke klinik dan aku tidak mau itu terjadi.'

Aku tersenyum. "Baiklah, Cerewet. Sudahlah, bersenang-senanglah dengan teman-temanmu. Aku akan menemui ayahmu sekarang."

'Tunggu dulu.'

"Apa lagi?"

'Kau ... tidak menanyakan dengan siapa aku pergi?'

"Bukannya kau sudah bilang kalau kau akan pergi dengan teman-temanmu?"

'Iya, tapi ... kau tidak marah?'

Aku mengernyit heran. "Marah? Untuk apa?"

'Yah, kau tahu kalau perempuan biasanya curiga jika pacarnya keluar bersama teman-temannya.'

"Buat apa aku curiga? Kau sendiri juga tidak curiga setiap kali aku bilang menemui teman-temanku kan?"

Sejenak hening di sana. 'Iya, aku memang tidak pernah curiga. Dan terima kasih untuk itu. Berhati-hatilah di jalan. Jangan sampai kau diculik. Aku tidak mau repot-repot mencarimu.'

Spontan aku tertawa. "Itu manis sekali," sindirku. Terdengar tawa kecil di telepon sebelum sambungan terputus.

Usai membantu Cristoffer dan kawan-kawanku yang lain menutup kafe, aku berjalan ke belakang bangunan toko keju Gerard's. Pintu depan sudah ditutup, namun pintu belakang masih terbuka. Cahaya lampu berwarna putih menerobos ke luar melalui pintu, menerangi gang kecil buntu yang berdempetan dengan Rozen en Hart.

Dengan hati-hati aku menengok ke dalam. Mr. Gerard sedang memeriksa catatan-catatan yang ditempel ke dinding dapur bersama salah seorang pegawainya. Begitu pegawai laki-laki itu pergi, aku mengetuk pintu, membuat Mr. Gerard menoleh.

"Kuharap aku tidak mengganggu, Mr. Gerard," ujarku.

Mr. Gerard tersenyum dan membenarkan letak kacamata yang bertengger di batang hidungnya. "Tidak sama sekali, Gretchen. Ada apa?"

"Martijn bilang dia meninggalkan sebuah jaket di meja Anda. Dia memintaku mengambilnya."

"Oh, kalau begitu masuklah. Biar kuambilkan jaket itu untukmu."

Pria itu berlalu memasuki ruangan di belakangnya. Aku melangkah masuk, sambil mensyukuri kalau dapur toko ini terasa hangat. Aroma keju kental menguasai udara. Kuedarkan pandangan ke sekitar; Mr. Gerard tampaknya benar-benar sibuk dengan toko ini. Alat-alat yang digunakan untuk mengolah keju terlihat bersih dan amat terawat. Bahkan lantai dapur ini saja terlihat mengilap. Aku sampai sempat berpikir kalau lantai itu bisa digunakan untuk bercermin.

Mr. Gerard muncul dan menyerahkan sebuah jaket berwarna hitam padaku. Segera kukenakan jaket itu. Begitu aku akan pamit, Mr. Gerard berkata, "Apa kau ingin langsung pulang, Gretchen?"

Boyfriend with Benefits Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang