Hal itu terus mengganjal dan meninggalkan tanda tanya sendiri. Sungguh menggelitik pikiran Han. Namun, dia tak pernah berani bertanya pada ayahnya. Mungkinkah ayahnya sahabat akrab Inspektur Ronald ? Apakah hanya pesuruh kepolisian ? atau seorang freelance detective ? Mengapa kasus ini ditutup mengikuti perintah ayah ? siapa yang memimpin dan dipimpin ?. Struktur pertanyaan yang sedari tadi berkeliling dan membuat Han tak tahan. Dia merasa sekarang adalah saat yang tepat. Membuka bungkus kecil didepan mata sebelum membuka karung besar diujung sana.
" Inspektur, ada yang ingin saya tanyakan !" Han mengarahkan tatapannya
" Tentang apa ? hampir lima menit melamun, apakah sudah terlintas petunjuk di otakmu ? Hahaha" sindir Inspektur terkekeh-kekeh
" Hmm., mengenai ...."
*kriiingg kriing
Belum usai Han dengan pertanyaannya. Ucapannya terpotong oleh dering telepon di meja Inspektur Ronald.
" Sebentar, Han. Saya angkat telepon dulu !" tangan Inspektur meraih gagang telpon
" Halo, dengan siapa ini ?"
" Lapor, pak !. kami sudah menemukan identitas pemilik nomor telepon yang bapak kasih kemarin malam" seseorang menjelaskan dalam telepon
" Oke, bagaimana hasilnya ? siapa pemilik nomor itu ?" tanya Inspektur tidak sabar.
" Dari hasil pelacakan, pemilik berasal dari salah satu karyawan PT. Prastama. Tampaknya bukan nomor kantor, tetapi nomor handphone pribadi".
" Bagus, Tapi. Saya butuh nama !!!" dengan nada sedikit membentak.
" Baik, pak !. pemilik nomor itu memiliki identitas Ralina Amira. Namun, kami belum mengetahui jabatannya di PT Prastama secara pasti !"
" Oke, terima kasih. Kabari kalau ada info selanjutnya !" Inspektur menutup dan meletakkan gagang telepon.
" Inspektur, apakah sudah ada nama untuk si penyamar ?" tanya Han, mengganti pertanyaan yang ingin ditanyakan sebelumnya.
" Ada, sementara namanya Ralina Amira. Dia bekerja di PT. Prastama" Inspektur mengambil pulpen dan menulis di kertas memo.
" Oh iya, kamu tadi mau tanya apa ?" Inspektur teringat pertanyaan Han yang terpotong tadi.
" Hmm. Tidak jadi, Inspektur. Saya sendiri juga lupa !. Hahaha" Dia mengesampingkan dulu penasarannya tentang ayahnya. Sembari berdiri, merapikan sweaternya dan bersiap melangkah keluar. "Tolong tuliskan alamat lengkap PT. Prastama, saya akan mencari langsung si penyamar, Inspektur !".
Inspektur Ronald merobek secarik memo yang ditulisnya tadi dan menyerahkan pada Han. Sekejap memo itu berpindah kedalam saku celana Han sebelah kiri. Dengan langkah cepat, Han bergegas keluar hingga lupa menutup pintu ruangan Inspektur Ronald. Dia sudah tidak memikirkan tentang hubungan ayahnya dengan Inspektur. Di kepalanya hanya berisi timer hitungan mundur sebelum 2x24 jam dari ayahnya berakhir. Sesekali dia membaca berulang-ulang alamat dalam memo sambil menuruni anak tangga. Tapi rupanya dia tak tahu alamat itu, walaupun berulang kali dia me-recall memorinya. "Tenang, masih ada GPS. Hahaha" celetuk Han.
Otaknya mengkoordinasikan tangannya untuk mencari handphone. Jemarinya mulai merogoh dan berulang kali membongkar isi saku. Tapi tak ada.
" Aduh, sial. Ketinggalan !".
YOU ARE READING
ENCODE
Mystery / Thriller2 x 24 jam. Itulah waktu yang diberi ayahnya untuk menyelesaikan sebuah kasus terbunuhnya Tuan Tama. Dalam prosesnya, Hannada terjebak dalam motif kasus yang membingungkan. Banyak alur, kode, serta motif yang sulit dipecahkan. Kode-kode itu muncul d...