Tiga | 4/5

19 0 0
                                    


Mereka berdua lantas menuju kamar Tiffany. Sementara para orang tua yang menjadi tamu kali ini tampak serius berbincang-bincang.

" Ahh, anak-anak ini ngapain teriak-teriak. Bikin ribut rumah orang saja !" celetuk salah satu dari mereka.

" Gantian lah. Yang muda dulu, habis itu yang tua yang bikin ribut rumah ini. Hahaha !". Sindir Tuan Nata menanggapi celetukan perempuan itu. Matanya mendadak sinis.

" Waah, ada yang mulai menata kayu bakar rupanya. Hahaha, sebentar..." perempuan itu merogoh isi tas yang dari tadi menggantung di lengannya. "sepertinya aku membawa korek, tapi dimana ya ... ? Nah ini dia !" jemarinya mengambil korek elektrik. Jempolnya menekan pemantik api sembari mengacungkan kearah wajah Tuan Nata.

" Fiuuuh !" Tuan Nata meniup api dan mengeluarkan senyumnya yang sinis. " Tak perlu bermain api !. Omonganmu sudah membuat rumah ini panas, walau ber-AC". Tuan Nata menunjuk kearah bibir perempuan itu. " Lebih baik kau jaga ini baik-baik, kita sedang berkabung. Ini rumah kakakmu !." dengan sedikit emosi dan nada keras.

Mendengar perkataan Tuan Nata yang nyaring. Tak sengaja pula suara itu juga melewati telinga Bibi Fay yang sedang menuju ruang tamu. Langkahnya melambat dan sedikit gemetar. Namun, tangannya masih bisa menjaga keseimbangan nampan berisi kue dan minuman untuk para tamu. Tiba di ruang tamu. Bibi Fay menyajikan hidangan yang dibawanya dan pura-pura tak mendengar ucapan Tuan Nata tadi. Pembicaraan mereka masih berlanjut.

" Wah, wah. Ada yang sok peduli rupanya dengan keluarga Prastama. Hahaha. Nataa !. kamu harus ingat, darah Tuan Adhiaksa tak setetespun dalam tubuhmu. Itu menandakan kamu orang asing disini !" senyum simpul dan mata tajam perempuan itu mengarah pada Tuan Nata.

" Jaga bicaramu, Ceciliaa !!!." emosi Tuan Nata hampir lepas, dia menggebrakkan meja, membuat piring dan cangkir bergetar mengikuti gebrakan.

Perempuan itu menatap semakin sinis. Lidahnya semakin tajam menghunus. " Baguslah, kalau kayunya sudah terbakar tanpa api dari korek ini !" kembali menunjukkan koreknya. "Artinya, aku tidak perlu pula menyiram minyak untuk membakarnya ! Hahaha"

Lelaki yang duduk di sebelah kiri Cecilia berusaha menengahi. Walau sikapnya sedari tadi diam, akhirnya tidak tahan melihat cekcok diantara Tuan Nata dan Cecilia. " Sudahhh. Cukupp ! jangan ribut disini !. Mending kalian minum dulu agar amarah kalian juga ikut tersiram !"

Keduanya terdiam. Namun, masih meninggalkan tatapan sinis satu sama lain. Bibi Fay undur diri ke dapur usai menata hidangan. Menyadari perempuan itu bernama Cecilia, barulah dia sadar tentang siapa tamunya itu sebenarnya.

" Silahkan, dinikmati. Tuan-Tuan dan Nyonya !" dengan sikap sedikit sungkan. "Oh, iya. Maaf Nyonya saya tidak tahu kalau nyonya ternyata kakak dari Tuan Tama, soalnya belum pernah ketemu sebelumnya. Hehe" dengan senyum terhias di wajah polosnya " .... dan kalau butuh minyak, didapur ada. Tinggal panggil bibi saja."

" Hahahahahhahahahaha !"

Seisi ruang tamu tertawa lepas mendengar dan melihat tingkah polos Bibi Fay. Tuan Nata hampir tersedak menahan tawa. 

ENCODEWhere stories live. Discover now