"Mana ada Detektif di Indo?". Arya bertanya dengan tatap penuh curiga.
"Oke, maksud aku semacam penyelidik...". Han berusaha meyakinkan. "Ya, kalian bisa anggap aku adalah tim dari kepolisian atau apalah...". Rautnya sedikit gugup. " ... dan intinya aku orang baik-baik, ngga ada maksud mengganggu kalian !"
Medengar penjelasan Han. Mereka bertiga bertatap hening dengan masih menyimpan curiga.
" Oke.. Oke !. aku bawa KTP !". Han merogoh saku berisi dompet. "Ini kalau kalian ingin tahu identitas ku ..." sambil menunjukkan kartu penduduk berwarna biru.
Arya meraihnya dan membaca kolom identitas dengan teliti
" Ya, yaa.. ya. I know, you're good person !. Tapi, tetap aja. Bagi kami, nguping pembicaraan orang lain itu sangat mengganggu !. balas Kinay dengan aksen bule-nya.
" Soal itu, aku bener-bener minta maaf..." gerak gerik Han memohon "..dan janji ngga akan nguping pembicaraan kalian lagi !". sambil mengangkat dua jari untuk menguatkan janji. Kecurigaanpun berangsur hilang, mereka saling berjabat dan bertukar nama.
Perhatian Han beralih pada perempuan yang sedari tadi diam, berbeda dengan dua muda-mudi lainnya. Pandangannya acuh, tertunduk mengamati lembaran kertas-kertas dalam kotak. Seolah tak peduli dengan kericuhan kecil yang terjadi. Han berasumsi jika mungkin dialah putri Tuan Tama. Sosok lady home yang baginya seperti berkepribadian ganda. Tak seperti yang diceritakan ayahnya sebagai gadis yang pendiam dan pemalu. Saat nguping pembicaraan dari balik pintu, dia bisa menjadi seorang yang cerewet dalam bercerita. Dan sekarang menjadi seorang yang pendiam lagi.
"Jadi, apakah sudah ketemu siapa yang membunuh ayahku ?" Tiffany tiba-tiba mengeluarkan suaranya, tetapi pandangannya tetap pada lembaran kertas itu.
" aa.. ee. Belum !". jawab Han gagap. "...masih banyak bukti dan informasi yang mesti dicari. Aku harap kamu juga bisa membantu prosesnya, bagaimanapun kamu adalah saksi yang menemukan tubuh korban pertama kali." Han menjelaskan sambil merapikan dompetnya kembali.
" Baiklah..." pandangan Tiffany kini mengarah pada Han. "Aku memang orang yang pertama kali melihat tubuh ayah. Tidak hanya itu kak, aku bahkan melihat dan tau siapa pelakunya !".
Sontak wajah ketiga orang lainnya yang mendengar ucapan Tiffany menjadi kaget bercampur penasaran. Tatapan mereka tak lepas sedikitpun, beradu dengan daun telinga yang tak ingin melewatkan apa yang akan dikatakan Tiffany selanjutnya.
"Kalian kenapa ?". sahut Tiffany sambil menahan tawa, kini raut seriusnya mendadak berganti cengengesan. "...mukanya biasa aja dong !. hahaha".
" Its not jokes !" sambar Kinay dengan kesal. " Jangan bercanda dong, Fan !". sahut Arya menambahkan dengan wajah bete.
Han tidak mengurangi keseriusannya, dia seketika meraih catatan kecil di saku depan dari balik sweater-nya "... tapi, lanjutkan dulu ceritamu !. Aku yakin ada informasi yang bisa dijadikan petunjuk".
Tiffany membenarkan posisi duduknya, seolah ingin menandakan betapa pentingnya apa yang akan disampaikannya. Rautnya pun berubah serius, diperkuat dengan tarikan nafas yang akhirnya dia keluarkan kembali sebelum mulai membuka suara. Merubah raut dan berganti mood sesuka hati. Lady Home kini tak ubahnya pemain lakon yang pandai memainkan peran. Buktinya, tiga pasang mata yang melihatnya kembali tersita oleh mimiknya. Atensi mereka tak berkurang bahkan bertambah penasaran.
" Kamu bisa telusuri semua sudut TKP, menggali informasi dari siapapun bahkan dari barang bukti dalam bentuk apapun dan dimanapun. Semuanya pasti akan mengarah padanya..." Tiffany menjelaskan dengan lugas. " ....aku pikir semakin lama kasus ini menggantung, akan membuat almarhum ayah tidak tenang. Belum lagi dengan urusan orang-orang yang sedang berkumpul dibawah, jujur mereka membuatku muak !". tangan Tiffany menunjuk kelantai bawah dengan tatapan kesal.
" Oke, tenang !. mungkin kamu sulit menyebut nama pelakunya sekarang. Yaa.. bisa jadi karena nama itu adalah orang yang kamu kenal." Han mencoba menurunkan emosi Tiffany. "...tim forensik sudah mendapatkan rekam sidik jari di gagang pisau yang menancap ditubuh korban. Diketahui ada dua identitas sidik jari pada gagang itu, yang satu milik Tuan Tama dan yang kedua masih belum..."
".. itu milikku !. sambar Tiffany seketika dengan nada tinggi. Dia menengadahkan tangannya kearah Han. " ...tangan ini begitu bodoh, aku menyesal...". Ucapannya terputus oleh isak yang tak kuasa dia bendung.
g
YOU ARE READING
ENCODE
Mystery / Thriller2 x 24 jam. Itulah waktu yang diberi ayahnya untuk menyelesaikan sebuah kasus terbunuhnya Tuan Tama. Dalam prosesnya, Hannada terjebak dalam motif kasus yang membingungkan. Banyak alur, kode, serta motif yang sulit dipecahkan. Kode-kode itu muncul d...