Lima | 2/6

15 0 0
                                    

Hannada muncul memasuki ruangan. Dia berjalan mengarah pada pusat berkumpulnya tamu. Kepalanya merunduk pelan seraya melempar senyum, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya kedepan sebagai tanda sapa untuk semua. Mereka yang duduk membalas dengan senyum pula. Han menangkap dengan penglihatannya dan menyimpulkan sebagai satu keramahan. Kecuali satu senyum yang memberi arti lain. Senyum yang membuatnya sedikit tertawan kaku. Memaku matanya tak bergerak hingga berbuah candu. Senyum itu kini menelisik dalam kalbu. Ya, senyum dari perempuan itu.

" Haan !. Ayo gabung sini !" suara Inspektur Ronald menggema memecah kekakuan Han.

" E, e maaf, Inspektur." Tatapan Han berpindah kearah sumber suara. " Saya langsung ke TKP saja. Masih banyak yang ingin saya telusuri."

" Baik, langsung saja ke lantai dua. Bergabunglah dengan tim forensik disana !"

" Siaap !". Han melangkah menjauhi tempat pertemuan dan berjalan menuju tangga.

***

Kinay menatap wajah Tiffany yang kusut seperti tak terurus. Naluri bersoleknya keluar spontan. Dia mengambil facial yang berada di meja rias Tiffany. Dengan cekatan tangan Kinay memoles pelan pada sudut wajahnya yang kusam seperti bekas air mata. Kemudian, menyisir rapi rambutnya, namun membiarkan menggelombang mengikuti alur. Mulut Kinay juga tidak berhenti bertuah dengan intonasi pertanyaan yang bertubi. Namun Tiffany hanya menundukkan pandangannya. Diam berbalut sedikit senyum simpul. Kantung matanya lebam, menyiratkan tetes air matanya yang terkuras seolah tak terkira. Arya yang duduk di samping Kinay juga melihat itu semua. Usai membersihkan pecahan gelas yang berserakan, Arya masih mereka-reka pertanyaan mana dulu yang akan di utarakan. Akhirnya, pertimbangannya melabuhkan pada suatu pertanyaan.

ENCODEWhere stories live. Discover now