Lima | 1/6

17 0 0
                                    

Intuisi atau kausalitas

Entahlah mana yang memantiknya lebih dulu

Keduanya menunjukkan tajinya sore ini

Seolah berpadu menautkan tanpa janji

Memberi harap seolah tak pernah pergi

Jujur, Aku benci menjadi kelu seperti ini.


Di rumah Tuan Tama

Instingnya kali ini benar. Putar balik kearah rumah Tuan Tama sangat tepat. Perempuan bernama Ralina Amira menuju ke lokasi yang sama. Mobilnya masih terparkir menutup gerbang depan. Tampak terjadi negosiasi alot dengan Pak Nardi perihal police line yang sedari tadi membuatnya tak bisa masuk. Sosok Ralina Amira sebenarnya bukanlah orang asing, dia sekretaris pribadi Tuan Tama dan sering lalu lalang di rumah itu. Namun, Pak Nardi keukeh mengikuti instruksi polisi untuk melarang seorangpun melintasi garis kuning itu.

Selang beberapa menit, tiga rombongan mobil datang mengikuti baris parkir didepannya. Sekilas bukan tim dari polisi suruhan Inspektur Ronald, melainkan beberapa pria berjas rapi yang terlihat membawa beberapa kepentingan yang tersimpan dalam tas kerja mereka. Dari kejauhan mobil taksi yang Hannada tumpangi mendekati tujuannya. Gerbang itupun sekilas telah terbuka, seiring kedatangan tim dari polisi. Kini rombongan mobil semakin banyak. Berjejer rapi hampir menutupi teras halaman Tuan Tama yang luas. Mereka terlihat memecah menjadi dua kubu dengan kepentingan berbeda. Kubu Amira beserta jajaran manajer PT Prastama dan Kubu Inspektur Ronald dari Kepolisian.

Pintu utama terbuka mempersilahkan tamu-tamunya masuk. Mereka disambut dengan ramah oleh Tuan Nata dan Nyonya Cecilia yang berperan layaknya tuan rumah. Suasana dilantai bawah menjadi sedikit riuh. Suara saling sapa para tamu membuat gema. Atensi Arya dan Kinay juga ikut tersita mengecek keadaan kearah bawah. Tiffany juga urung untuk bertemu Nyonya Cecilia dan beralih mempersilahkan Arya dan Kinay untuk masuk kekamarnya. Kemudian mengunci rapat.

Tuan rumah mempersilahkan tamu menuju ruang tamu yang lebih luas. Membentuk desain meja besar bundar, lebih terkesan formal diikuti kursi-kursi tegak di sekelilingnya. Perlahan mereka mulai memilih kursi. Pria-pria berjas rapi duduk berdekatan dengan Amira seolah menunjukkan pihaknya. Inspektur Ronald dan dua orang dari kepolisian juga mulai menggenapkan kursi yang kosong. Mereka bersiap menyampaikan kepentingan dan maksud kedatangannya masing-masing. Namun, sedikit tertunda dan teralihkan oleh sosok siluet laki-laki yang muncul dari arah pintu utama.

ENCODEWhere stories live. Discover now