Tujuh | 4/5

13 0 0
                                    

"Baik, bapak ibu serta Tuan dan Nyonya keluarga Prastama. Terima kasih sudah mendengarkan penjelasan saya sejauh ini.". Bung Andi tersenyum kecil, tangan kanannya mengambil berkas dari tumpukan paling bawah. "...selanjutnya saya akan bacakan pesan atau wasiat dari Tuan Tama !".

Seluruh audience tampak memasang raut menggebu, menunggu isi dari wasiat itu.

"...agar tidak terjadi kesalahpahaman saat saya membaca tulisan tangan asli Tuan Tama yang berisi wasiat. Saya akan membagikan lembar copy untuk semua yang hadir disini, jadi kita bisa membacanya secara bersama-sama". Bung Andi memerintahkan asistennya menyalurkan lembaran kertas pada seluruh hadirin.

***

Han masih terpaku, mengumpulkan kesadaran atas apa yang didengarnya mengenai hasil rekam sidik jari dari petugas. Sedikit menelan air liur, untuk mengurangi shock.

" ehmm...kamu nyari ini ?". Lagi-lagi Tiffany membuka pembicaraan yang mengagetkan. Dia mendekatkan sesuatu yang ada diatas telapak tangan kanannya.

Han mengkoordinir penglihatannya. Dia tercengang. Otaknya menginformasikan benda di telapak itu adalah gagang cangkir. Gagang itu kini berpindah ditangannya. Sementara, tangan kirinya mengambil cangkir lalu menyatukan kedua benda itu.

"... sudah, hasilnya pasti cocok. ! Gagang itu memang patahan dari cangkir itu !". tegas Tiffany meyakinkan Han.

Han merasakan angin dugaan pelaku semakin kuat berhembus pada satu subjek. Seolah tak bisa di elak dan ditepis lagi. Anginnya berhembus tanpa dia minta, dan dia tak kunjung menangkap angin itu.

" Aku udah tahu kalau emang gagang ini pasangannya, tapi jujur banyak yang belum aku ketahui kejadian dibalik patahan gagang ini !" Han berkata kearah Tiffany sambil mengangkat gagang.

" Terus mengapa kamu ngga cepet bawa aku ke kantor polisi !. Dengan begitu kamu bisa bebas menginterogasi sesukamu !". Tiffany menyerahkan kedua lengannya, seolah dalam posisi siap hendak diborgol. "...ayo, kak detektif !. apa lagi yang kamu tunggu ?". Jujur tingkah Tiffany sekarang menjadi begitu amat menyebalkan di mata Han. Dia hanya mengekspresikannya dalam dua kepalan tangannya dengan mulut membisu dan raut melamun.

Tiffany melambaikan tangan, mengibaskan pandangan Han " ... hey !. jangan mela..". Belum usai dia genapkan ucapannya, Han menangkap tangan kanannya.

" Oke !. Stop.. Stop !" nada Han sedikit membentak. "...serius ini ngga lucu !. Tapi, anggap semua yang kamu bilang itu benar..." Han melepas tangan Tiffany. "...ahh tapi mengapa.. ?" Han menurunkan nadanya, dia membuang muka dari Tiffany.

" Mengapa apa ? Mengapa aku membunuh ayahku sendiri ?" Tiffany balik bertanya dengan lugas.

" Bukan !. Tapi...." Han mengembalikan pandangan padanya. "...mengapa kamu begitu semangat menunjukkan bahwa kamu adalah pembunuh !."

Tiffany menghela nafas. Bibirnya kelu mencerna kata-kata yang baru saja dia terima. 

ENCODEWhere stories live. Discover now