Enam | 5/5

10 0 0
                                    

" Saya harap semua yang hadir disini tenang dulu. Ijinkan saya menjelaskan semuanya hingga usai, agar tidak terpotong-potong. Pembicaraan ini mungkin akan sedikit alot. Intinya, pertemuan ini adalah salah satu pesan Tuan Tama saat hidup, termasuk mengundang pihak-pihak yang ada di ruangan ini. Diharapkan semua bersabar dan tidak terpancing emosi, hingga saya membacakan dokumen wasiat !". tanggap Bung Andi lebih tegas.

***

" Ka.. kamu ?" Han terbata-bata. " Haisshh !. Jangan bercanda, kali ini aku ngga bakal ketipu lagi. Hahaha !" tawa Han menggelegar bercampur jengkel.

Tiffany tetap tak menaikkan pandangannya. Isak tangisnya semakin menderu. Telapak tangannya terlihat gemetar. Kini sulit membedakan apakah dia sedang bermain peran dan bercanda lagi. Kinay dan Arya menepuk pundaknya sambil berusaha menenangkan, walau terlihat dari wajah mereka perasaan shocked seolah tak kuasa mengamini pernyataan Tiffany.

Tawa Han berangsur pelan dan akhirnya berhenti setelah pandangannya menangkap sesuatu pada telapak kiri Tiffany. Dia meraih telapak itu, dan mendekatkan retinanya. Diraihnya pula telapak kanan dan menyandingkannya. Benar saja, asumsinya menangkap "guratan" di telapak kiri, sedangkan di telapak kanannya tidak ada sama sekali. Alisnya kini mulai menyatu, instingnya memberi keyakinan bahwa pernyataan Tiffany tidak dibuat-buat.

" Kenapa kak ?. Ada yang aneh dengan telapak Fany ?. tanya Arya seketika dan memecah konsentrasi Han.

" Coba kamu lihat !". mendekatkan telapak kiri Tiffany. "..garis lecet ini, seperti bekas guratan. Biasanya disebabkan bila kita memegang benda keras terlalu lama dan terjadi gesekan". Han menjelaskan.

"..itu memang karena gagang pisau yang aku pegang saat itu. Telapak kiriku bersentuhan langsung dengan gagang, sementara telapak kanan berada diatasnya..kira-kira seperti ini !". Tiffany menggenggam kedua tangannya, dia berusaha memahamkan Han.

" Tapi, guratan itu tidak bisa membuktikan bahwa kamu adalah pelakunya. Jujur, menurutku kamu bukan.. ahh !". sahut Arya sambil menunjuk pada guratan itu. Dia tampak belum mengiyakan jika Tiffany adalah pelakunya.

"...terserah lah. Intinya, aku telah mengakui atas apa yang aku lakukan". Tiffany menyerahkan kedua tangannya, seperti penjahat yang ingin diborgol. ".. Kak detektif, proses selanjutnya aku serahkan semua padamu !".

" Baik, jika memang begitu. Ayo ikut aku ke kantor !". Han masih setengah hati memborgol lengan halus Tiffany. Dia memilih menggandengnya keluar kamar. "...tapi sebelum itu, kita ke TKP dulu, ada beberapa informasi yang ingin aku peroleh darimu."

" Siaap !". Tiffany mengacungkan jempol.

Baru kali ini ada orang yang semangat banget ngaku bahwa dirinya pembunuh, ahh ngga seru !. Han bergumam.

ENCODEWhere stories live. Discover now