Calonku

7.8K 277 0
                                    

"Ini calonku, Bu." Kalimat itu terus ada di pikiran Dziqa selama berhari hari. Ia terus memikirkan kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu itu. Dziqa terus memikirkannya. Dia diam di kelas, tidak seperti biasanya.
"Kamu kenapa, sih Dziq? Kayak beda banget?" Tanya Aina yang duduk di sebelahnya. Ia pun meneguk minuman yang tak bermerk sambil mengelus punggung Dziqa.
"Aku masih kepikiran kalimat itu, Na." Jawab Dziqa.
"Ceritain, dong kenapa bisa." Bujuk Aina.

"Jadi, aku diajak bantu bantu di rumahnya buat gantiin uang dia bayarin aku tambal ban. Ya, aku setuju aja. Mama sama Papa, kan gak ada di rumah. Jadi, aku mau mau aja di suruh bantu beres beres sama dia. Lagian, aku suka bantu bantu orang."

***

"Cantiknya, masih terlihat muda." Puji Ibunya Pak Zan. Dziqa diam karena dua hal. Pertama, dia bingung dengan apa yang terjadi sekarang dan kedua, dia tersipu malu dikatakan cantik oleh Ibunya Pak Zan.
"Makasih, tante." Jawab Dziqa. Ia mencoba berbaur dengan apa yang terjadi sekarang walaupun masih belum mengerti.
"Siapa namamu?" Tanya Bapaknya Pak Zan ramah.
"Nama saya Dziqa, Om." Jawab Dziqa dengan senyuman. Ia berusaha terlihat baik di depan orangtua Pak Zan.
"Kamu guru juga?" Tanya Bapaknya Pak Zan.
"Iya, Om. Saya guru matematika di sekolah yang sama dengan Zan." Jawab Dziqa ramah.
"Bagus, lah. Kamu berarti pandai. Pilihan kamu bagus, Zan. Gak kayak dulu." Kata Bapaknya Pak Zan. Dziqa bingung. Ia melihat kearah Pak Zan dengan bingung dan Pak Zan membalas dengan tatapan nanti bakal dijelasin.
"Hmmm... Mending kita makan aja dulu. Zan sama Dziqa udah masakin buat kalian semua." Ajak Zan. Mereka pun berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah dihidangkan makanan yang tadi dibuat oleh Dziqa dan Pak Zan.

***

"Terus apa lagi? Mereka nanya, gak kalian nikah kapan?" Tanya Aina.
"Iya. Terus aku cuman diem aja. Aku bingung. Habis ini semua dadakan." Jawab Dziqa.
"Terus sekarang kamu sama Pak Zan gimana? Baik baik aja? Atau akhirnya kalian harus barengan lagi pura pura nikah gitu?" Tanya Aina.
"Katanya, cepat atau lambat Pak Zan bakalan bilang yang sebenarnya ke orangtuanya." Jawab Dziqa. Ia pun duduk tegak. Aina menawarkan minuman tidak bermereknya itu. "Walaupun gak ada merknya, ini enak, lho!" Kata Aina.
"Makasih..."

***

"Ibu doain kalian cepet nikah, ya." Kata Ibunya Pak Zan sebelum berjaln keluar dari rumah, hendak pulang.
"Bapak juga doain. Bapak pengen gendong bayi lagi, tapi anak kamu, Zan." Kata Bapaknya Pak Zan. Mereka pun pamitan dan bersalaman kemudian pergi meninggalkan rumah Pak Zan.

Pak Zan menutup pintu dan kemudian masuk lagi ke rumahnya setelah melambaikan tangan kepada keluarganya.
"Maafin Bapak, ya ini semua mendadak." Kata Pak Zan. Ia duduk di sofa.
"Kenapa harus bohong bilang aku pacar Bapak?" Tanya Dziqa.
"Mereka akan mencarikan Bapak orang yang akan nikah sama Bapak. Sementara, Bapak belum mau nikah sama siapapun. Bapak belum nemu orang yang tepat." Jawab Pak Zan.
"Kenapa Bapak gak terus terang aja?" Tanya Dziqa.
"Bapak masih takut, Dziq." Jawab Pak Zan. "Bapak masih takut orangtua Bapak marah." Pak Zan pun tertunduk seperti malu. Seandainya Pak Zan perempuan, Dziqa akan mengelus punggungnya. Tapi, Dziqa hanya bisan duduk di sebelah Pak Zan dan diam. Ia pun menggeserkan minuman Pak Zan mendekati Pak Zan. "Minum dulu, Pak."
Pak Zan melihat kearahnya dan menatap matanya.

I Love Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang