Keputusan Pak Zan

4.9K 143 4
                                    

Pak Zan sampai di rumahnya dan kemudian membaringkan diri di kamar. Walaupun sudah mendapat saran dari Aina, tetap saja ia bingung harus apa. Ia tidak sepenuhnya menerima nasihat Aina begitu saja. Aina masih lebih muda darinya. Ia butuh seseorang yang seusianya, atau bahkan orangtuanya. Tapi, saat ini dia tidak berani mengatakan itu pada orangtuanya karena dia terlalu malu untuk mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada muridnya sendiri.

          Pak Zan membuka HP nya dan melihat isi galerinya. Ada beberapa fotonya dengan Pak Zan disitu. Mereka terlihat bahagia bersama. Tapi, di bawah bawahnya, ada juga fotonya dengan Mira sebelum Mira meninggalkannya karena biaya kuliah. Ia dan Mira juga tampak bahagia bersama.

          Ia langsung teringat dengan sahabatnya, Andre. Dulu, sebelum Andre sibuk menjadi dokter, mereka saling berbagi cerita. Pak Zan pun menelpon Andre, ia mencoba, siapa tahu Andre ada waktu untuk berbincang bersamanya.
          "Halo, Andre?" Sapa Pak Zan.

          "Zan! Ada apa? Siang siang begini kamu telpon?" Tanya Andre.
          "Kamu ada waktu besok?" Tanya Pak Zan balik.
          "Ada, Zan. Ada apa?" Tanya Andre lagi.
          "Bisa kita ngobrol? Aku mau curhat, nih." Jawab Pak Zan.
          "Boleh, di mana?" Tanya Andre.
          "Di cafe yang biasa aja, ya."

       Sebuah cafe di pinggir jalan dengan interior klasik adalah tempat nongkorng Zan dan Andre. Cafe itu dibuat oleh orangtua salah satu teman mereka di bangku SMP. Setiap kali mereka datang dan makan atau minum, mereka akan mendapatkan diskon. Makanya, Zan dan Andre senang pergi ke cafe itu.

         Zan masuk ke dalam cafe itu. Saat dia membuka pintunya, lonceng berbunyi. Seorang pelayan datang menghampiri Zan. "Selamat siang, Zan. Andre ada disana." Kata sang pelayan.
         "Terimakasih."
Zan pun berjalan menghampiri Andre yang sedang melihat pemandangan di luar.
        "Dre.." Sapa Zan.
Andre melihat kearah Zan, "Zan! Udah pesen makan, belum?" Tanya Andre.
        "Belum, Dre." Jawab Zan.
        "Aku pesenin, ya?" Tanya Andre.
        "Gausah, aku udah makan. Aku cuma mau cerita hari ini." Jawab Zan.
        "Kamu ada masalah apa, Zan? Kayaknya yang ini serius." Tanya Andre.
        "Tapi, kamu jangan ketawa." Kata Zan.
        "Ketawa kenapa? Cerita serius ngapain diketawain? Lagian, kamu gak akan ngelawak, kan?" Tanya Andre.
        "Oke, jadi gini..."

        Zan menceritakan bahwa dia menaruh hati pada Dziqa, dia juga bercerita bahwa dia bingung harus memilih Dziqa atau mantannya. Dia juga menceritakan tentang ingatan Dziqa pada Andre. Semuanya ia ceritakan pada sahabat lamanya itu. Andre mendengarnya dengan serius dan kemudian menjawab,
         "Pendapatku, ya Zan, mending kamu menikah dengan Mira aja. Kamu, kan sekarang sudah berusia dua puluhan, Mira juga. Sementara Dziqa, dia masih belasan. Masa depannya juga masih panjang. Dia juga butuh suami yang usianya tidak berbeda jauh dengannya. Kamu juga tidak mau, kan menunggunya dewasa?" Tanya Andre.
          "Sebenarnya, sih aku tidak masalah. Yang aku takutkan adalah aku harus menikah tanpa didasari rasa cinta." Jawab Zan.
          "Coba jalani dulu, lama lama kamu terbiasa, kok." Kata Andre.
          "Baiklah, akan aku coba." Kata Zan.
          "Memangnya, Dziqa mau sama kamu, Zan?" Canda Andre.
          "Belum tentu juga, sih. Tapi, kata sahabatnya, dia juga menaruh hati padaku. Ah, sungguh kekanakan aku ini." Jawab Zan. Ia pun tertunduk malu.
           "Hahaha, gak apa apa. Namanya juga orang jatuh cinta. Anak anak saja bisa berubah menjadi dewasa bila jatuh cinta."

          Setelah ia menghabiskan waktu dengan Andre, ia pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Mira. Ia akan menjawab pertanyaan Mira hari ini secara langsung.

           Pak Zan sampai di rumah sakit dan kemudian ia membeli bunga yang dijual di depan rumah sakit untuk Mira. Sudah lama sejak kejadian hari itu ia tidak memberikan bunga pada Mira. Pak Zan pun mengetuk pintu dan kemudian masuk ke kamar Mira.
          "Mir?" Sapa Pak Zan.
          "Zan!" Balas Mira dengan bersemangat.
Pak Zan pun memberikan seikat bunga itu pada Mira, "ini buat kamu."
          "Makasih, Zan." Kata Mira.
Pak Zan iba melihat Mira yang sudah terlihat pucat dan lemas. Waktu hidupnya mungkin sebentar lagi.
           "Mira, tentang pertanyaan kamu waktu itu... Ya, aku mau menikah denganmu."

       


I Love Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang