Hati Pak Zan langsung terenyuh mendengar pertanyaan Dziqa. Hati kecilnya sangat ingin mengatakan iya, silahkan cintai aku dan aku akan mencintaimu balik. Tapi, ia sadar, ia juga sudah berjanji kepada seorang wanita selain Dziqa untuk menikahinya. Ia tidak bisa begitu saja membatalkan pernikahan yang sudah ia janjikan kepada Mira, apalagi dalam kondisi Mira yang sekarat seperti sekarang ini.
"Dziqa, cintailah seseorang yang layak bersamamu. Kamu harus memikirkannya matang matang. Masih banyak orang yang lebih baik. Bukannya saya tidak ingin, tapi karena saya sayang, kamu lebih baik cari seseorang yang lain." Kata Pak Zan. Air matanya mulai menetes. Ia tahu ini tidak layak untuknya, ia terlalu dewasa untuk menangis karena itu. Tapi, apa boleh buat? Air mata itu sudah terlanjur menetes dan mengalir melewati pipinya.Sama seperti Pak Zan, air mata Dziqa rasanya sudah ingin jatuh melewati pipi Dziqa. Hatinya juga saat itu rasanya seperti terkoyak sangat dalam. Ia sudah ditolak secara halus oleh orang yang ternyata selama ini ia cintai. Rasanya, ia sudah tidak mampu untuk berkata kata lagi. Tapi, rasa penasarannya mendorong terlalu kuat, sehingga ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Apa yang membuat Bapak tidak mengizinkan saya mencintai bapak? Saya tahu bukan itu alasannya." Tanya Dziqa.
Pak Zan langsung diam. Ia belum siap untuk memberitahukan Dziqa tentang rencana pernikahannya dengan Mira. Ia gemetar dan bingung. Ia harus menjawab ini atau Dziqa terus memaksa. Ia sebenarnya ingin tidak ada masalah seperti ini. Sebagian hatinya menyalahkan Mira, kenapa Mira harus memintanya untuk menikah? Tapi, ia langsung menyalahkan dirinya sendiri yang sudah terlanjur meng iyakan pertanyaan Mira.Pak Zan pun berbalik badan dan kemudian berdiri di sebelah kasur Dziqa. Ia pun menggenggam tangan Dziqa.
"Saya sudah dewasa dan saya sudah cukup mapan. Ini sudah waktunya untuk menikah dengan seseorang. Tapi, saya tidak sembarang menikah. Wanita ini adalah teman lama saya yang sekarang terbaring lemah di kamar inapnya karena penyakit yang parah. Usianya diperkirakan tidak lama lagi. Yang ia inginkan hanyalah menikah dengan seseorang. Maafkan saya, Dziq." Kata Pak Zan.Air mata Dziqa menetes lagi. Ia belum siap untuk menghadapi kenyataan bahwa Pak Zan akan menikah dengan seseorang. Ia tidak boleh egois, ia harus tegar dan harus menerima semuanya. Toh, kalau Pak Zan tidak menikah dengan Mira, belum tentu ia bisa menikah dengan Dziqa. Air mata yang jatuh pun disusul oleh senyuman hangat dari Dziqa.
"Gak apa apa. Aku mengerti sekarang. Satu hal lagi yang aku minta dari Bapak. Jadilah suami yang baik untuk Mira dan jangan tengok aku lagi. Anggaplah kita guru dan murid biasa tanpa pernah saling jatuh cinta." Kata Dziqa. "Terimakasih atas kebahagiaan yang sebelumnya pernah Bapak berikan kepada saya."
Pada saat itu juga, kali pertama Pak Zan memeluk Dziqa, mungkin juga itu pelukan terakhir karena ia akan mempunyai istri dan ia tidak akan dekat dengan wanita lain. Dan saat itu juga mungkin pelukan Dziqa kepada seorang guru lelaki.
"Dziqa, sebelum Bapak pergi, ingatlah bahwa dulu Bapak juga pernah mencintaimu."
Pak Zan pun melepaskan pelukannya dan kemudian pergi keluar dari kamar inap Dziqa. Itu adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan sekarang. Memang berat, tapi mau bagaimana lagi?Setelah Pak Zan pergi, Dziqa menangis di kamar inap sejadi jadinya. Ia tahu ia tidak pantas untuk menyukai seorang guru. Tapi, ia sudah terlanjur mencintainya. Ia tahu bahwa mencintai orang kemungkinan akan merasakan patah hati. Tapi, ia tidak bisa lagi menahan rasa cintanya pada guru muda itu. Sekarang, ia hanya bisa merasakan akibat dari jatuh cintanya itu. Ia hanya mennagis seorang diri untuk melepaskan semuanya.
***
Dziqa melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Ia sudah siap untuk kembali ke sekolah, setelah banyak kejadian yang menimpanya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, bila ia bertemu dengan Pak Zan, sebisa mungkin ia akan bersikap biasa saja. Ia tidak akan menangis bila bertemu dan ia akan menahan perasaannya. Yang akan ia lihat hanyalah seorang guru muda biasa yang baik.
Dziqa naik ke mobilnya dan kemudian memasang earphonenya. Ia langsung mendengarkan lagu lagu yang bersemangat supaya ia mendapatkan motivasinya kembali. Ia tidak mau terlalu lama bersedih karena seseorang. Ia masih punya masa depan yang panjang, yang harus ia perjuangkan sejak sekarang.
Saat ia sampai di gerbang sekolah, ia bingung. Mengapa banyak sekali teman temannya di gerbang sambil membawa poster. Ia pun turun dari mobil dan kemudian membaca poster 'selamat datang kembali, Dziqa!'
"Hai! Udah sembuh, ya! Selamat datang kembali, ya!" Zelda. Ia pun memeluk Dziqa.
"Seneng banget kamu udah sembuh, Dziq!" Kata Sona, ia juga ikut memeluk Dziqa.
"Bilang apa dong sama yang sering ngejenguk, hehehe..." Kata Aina sambil membawakan kresek yang isinya makanan. Ia pun memberikannya kepada Dziqa.
"Aaaa... Seneng banget, baru masuk udah banyak yang nyambut. Makasih banget, ya semuanyaaa..." Kata Dziqa.
"Kamu gak lupa, kan sama pelajaran?" Tanya Zelda.
"Pelajaran? Lupa, sih sedikit. Gak tahu, ya. Kita liat aja nanti." Jawab Dziqa.
Ia melihat ke sekeliling, mencari Pak Zan diantara kerubunan orang orang. Tapi, tidak ada tanda tanda guru muda itu.
"Nyari siapa?" Tanya Tika.
"Ah, enggak. Aku cuman liat liat aja. Makasih banget, ya temen temen..." Jawab Dziqa.Setelah selesai kangen kangenan di depan gerbang sekolah, segerombolan anak anak itu pun kembali ke sekolah untuk melaksanakan pembelajaran. Dziqa tidak terlalu merasa kesulitan saat ia belajar. Pelajaran pertama hari ini matematika, ia bisa melewatinya dengan lancar. Pelajaran kedua, TIK, ia bisa melaksanakannya dengan lancar. Dan kemudian, pelajaran ketiga. Pelajaran yang diajarkan oleh guru yang pernah ia cintai. Pelajaran biologi.
Pak Zan masuk ke kelas Dziqa sambil membawa tempat pensil dan map daftar nilai. Ia masuk layaknya guru biasa.
"Assalamualaikum." Sapanya pagi itu.
"Waalaikumsalam." Jawab semua murid yang beragama Islam.
Pak Zan pun melihat kearah murid murid dan kemudian ia menangkap tatapan Dziqa yang saat itu sedang menatapnya.
"Wah, seneng, ya Dziqa udah kembali sekolah. Selamat datang kembali, Dziqa." Kata Pak Zan dengan penuh senyuman, seakan tidak terjadi apa apa beberapa hari yang lalu.
"Terimakasih, Pak." Kata Dziqa.
"Semoga mudah beradaptasi dengan pelajaran yang ketinggalan, ya. Kalau masih gak ngerti, kamu boleh tanya sama Bapak. Bapak ada waktu kosong hari ini habis jam pulang sekolah." Kata Pak Zan.
"Iya, Pak. Makasih, tapi aku bakal usaha biar inget semuanya lagi." Kata Dziqa.