Pak Zan pun terdiam. Ia kaget dengan jawaban Dziqa. Ia tidak menyangka Dziqa akan menjawab dengan pertanyaan itu. Dziqa sudah kehilangan memori indah dengannya. Air mata pun terasa mengalir di pipinya. Pak Zan menangis di depan Dziqa. Ia memang malu, tapi air mata itu sudah terlanjur jatuh.
"Lah, kok Bapak nangis, sih? Dziqa salah ngomong?" Tanya Dziqa.
Pak Zan menggeleng. Ia pun mengelap air matanya dan tersenyum. "Kamu gak inget waktu itu Bapak dateng ke rumah pas kamu lagi sakit?"
"Saya rasa, Bapak gak pernah ke rumah saya. Bapak, kan guru baru. Gimana bisa Bapak dateng ke rumah saya? Bapak mimpi, kali. Kita, kan baru ketemu kemarin." Jawab Dziqa.
"Cepet sembuh, ya Dziqa." Kata Pak Zan.
"Makasih, Pak udah dateng." Kata Dziqa.
Pak Zan pun keluar dari kamar tempat Dziqa dirawat. Di depan, ia bertemu dengan Aina dan Avery.
"Bapak kenapa?" Tanya Avery.
Pak Zan pun memeluk Avery sambil menepuk punggungnya. "Ingatan Dziqa hilang sebagian."
"Berarti, dia udah nganggep Bapak guru baru doang, dong?" Tanya Aina.
"Iya." Jawab Pak Zan.
"Bapak tenang aja. Aku bakal berusaha menguatkan lagi ingatan dia tentang Bapak. Dia gak akan lupa sama Bapak. Aku janji." Kata Aina. "Bapak mau?" Ia pun menyodorkan sebotol minuman kepada Pak Zan.
"Makasih, ya." Pak Zan pun berjalan hendak pergi.
"Bapak mau kemana?" Tanya Aina.
"Percuma saya disini kalau kondisinya sekarang sudah berubah. Saya mau menyerah saja." Jawab Pak Zan.
"Yaelah, Pak, kayak sinetron aja. Kita masuk lagi ke dalem, terus aku coba bantu dia biar inget sama Bapak." Ajak Aina.Aina masuk ke kamar tempat Dziqa dirawat. Ia membawa beberapa makanan kesukaan Dziqa dan minuman untuk mereka semua.
"Hai, Dziq!" Sapa Aina.
"Ainaaa! Makasih banget, ya udah nengok.." Kata Dziqa.
"Iya. Oiya, ada beberapa foto yang mau aku tunjukin, Dziq." Kata Aina.
"Foto apa?" Tanya Dziqa.
"Bentar, ya." Aina pun membuka HPnya dan kemudian mengecek line dari Dziqa. Dziqa pernah mengirimkan beberapa foto pada Aina saat sedang bersama Pak Zan. Salah satunya adalah ketika ia mencoba melukis di tembok 'kesayangan' Aina.
"Kamu inget ini, gak?" Tanya Aina.
Dziqa melihat foto itu. Terlihat jelas kebahagiaan antara dia dan Pak Zan. Tapi, dia malah menjawab "Bahagia banget, ya. Tapi, aku gak inget kapan. Emang, aku pernah, ya deket sama Pak Zan?"
Aina melihat ke arah Pak Zan. Terlihat Pak Zan memancarkan kesedihan.
"Kamu bener bener gainget?" Tanya Avery.
"Enggak." Jawab Dziqa. "Seinget aku, aku baru ketemu Pak Zan kemarin."
"Saya ke toilet dulu, ya." Kata Pak Zan.Pak Zan pun melangkah keluar dari kamar Dziqa. Di luar, ia melihat dokter yang menangani Dziqa.
"Dokter?" Panggil Pak Zan.
"Iya ada apa?" Tanya dokter itu.
"Kapan ingatannya akan kembali?" Tanya Pak Zan balik.
"Itu tergantung bagaimana dia berusaha untuk mengingatnya. Dukungan dari kalian yang membantunya juga berpengaruh." Jawab dokter itu.
"Dokter, tolong bantu dia untuk ingat kembali semuanya. Saya mohon. Dengan cepat." Kata Pak Zan.
"Saya akan berusaha semampu saya." Kata dokter. "Memang, dia lupa apa?"
"Dia lupa semua kenangan dia dengan saya. Hal terakhir yang dia ingat tentang saya adalah dia baru bertemu saya kemarin."Dziqa membuka kemasan makanan yang ia suka. Aina bersikeras untuk membuat Dziqa ingat tentang Pak Zan.
"Kamu ingat ini?" Tanya Aina sambil menunjukkan foto Dziqa dan Pak Zan sedang memasak.
Dziqa melihat foto itu lebih lama dibanding dengan foto yang lain. Dziqa diam. Sebuah bayangan tentang masakan terbesit di pikirannya.
"Iya.":