Kembali Bahagia

4.7K 140 2
                                    

          Mira melihat kearah Pak Zan dan kemudian tersenyum bahagia. Mira sangat bahagia, akhirnya ia akan menikah dengan seseorang sebelum ia menghembuskan nafas terakirnya.
          "Kamu menikah denganku bukan karena kasihan, kan, Zan?" Tanya Mira.
Inilah pertanyaan yang takut untuk Pak Zan jawab, walaupun tidak sepenuhnya ia mau menikah dengan Mira karena kasihan. "Bukan, lah, Mir." Jawab Pak Zan.
          "Makasih banyak, ya, Zan. Aku pikir gak ada yang mau menikah denganku saat tahu usiaku sebentar lagi. Aku bersyukur tuhan menciptakan kamu, Zan." Kata Mira.
Pak Zan menggenggam tangan Mira, "aku yakin kita bisa menghadapi ini bersama."
Mira pun tersenyum, "jadi, kapan kita bisa menikah, Zan?" Tanyanya.
          "Semakin cepat semakin baik." Jawab Pak Zan. "Kamu gak bosen? Kata dokter kamu udah bisa jalan jalan keluar?"
          "Bisa, Zan. Tapi, harus bawa infus sama pake kursi roda, soalnya aku masih belum mau makan." Jawab Mira.
          "Yasudah, kalau kamu mau keluar, ayo kita lihat lihat." Ajak Pak Zan.

                                                                                        ****

           Aina mondar mandir di kamarnya, bingung. Haruskah ia memberitahukan itu semua pada Dziqa? Atau haruskah ia menyimpan semuanya untuk dirinya sendiri? Ia pun memutuskan untuk meminta pendapat Avery, cowok satu satunya yang dekat dengannya sekaligus dekat dengan Dziqa.
             "Avery?" Sapa Aina di telpon.
             "Ya, apa, Na?" Tanya Avery.
             "Kamu ada waktu, gak hari ini?" Tanya Aina balik.
             "Ada, kok.." Jawab Avery.
             "Bisa ketemu?"

           Aina dan Avery bertemu di cafe yang terletak di sebrang rumah sakit. Rencananya, mereka akan menjenguk Dziqa hari ini, sekaligus membawakan Dziqa bunga dan makanan kesukaannya.
          "Ada apa, Na? Kamu terlihat cemas hari ini." Tanya Avery.
          "Kamu inget, ga dulu awal masuk sekolah ada cowok namanya Hanif. Terus, pas kenaikan, dia pindah sekolah?" Tanya Aina balik.
          "Tau.." Jawab Avery. "Kenapa?"
          "Jadi gini, dia itu mantannya Dziqa. Dia pindah sekolah gara gara mau satu sekolah sama pacarnya yang satu lagi. Tapi, Dziqa gak tahu kalau selama ini Hanif punya pacar selain dia. Nah, kemarin aku ketemu sama Hanif katanya dia mau pindah sekolah ke sekolah kita. Dan, muka Dziqa tuh kaya bahagia, banget. Mending aku kasih tahu yang sebenarnya atau gausah, ya?" Tanya Aina.
           "Menurut aku, mending kamu kasih tahu. Tapi, jangan sekarang, jangan saat dia masih di rumah sakit. Dia keluar dari rumah sakit, kan lusa. Nah, satu hari setelah dia keluar aja kamu kasih tahu." Jawab Avery. "Parah banget, ya tu cowok."
          "Gimana coba biar Hanif gak jadi masuk sekolah kita?"Tanya Aina.
          "Susah, sih biar dia gak masuk sekolah kita. Tapi, kamu bisa aja coba jauhin dia dari Dziqa. Jangan sampai mereka saling jatuh cinta lagi, terus Dziqa sakit hati lagi." Jawab Avery.
           "Iya, bener sih. Makasih, ya, Ry sarannya." Kata Aina.
           "Lah, Dziqa aja udah suka sama orang. Kamu belum suka sama orang?" Tanya Avery.
Aina diam. Ia memang sedikit menyukai Avery, tapi ia tidak mungkin mengatakannya.
           "Belum, mungkin." Jawabnya sambil tersipu malu.
           "Lah, aku gak pernah denger kamu suka sama orang." Kata Avery.
           "Ntar aja, tunggu orangnya suka duluan. Dari dulu, kan semua cowok takut sama aku, Haha..." Kata Aina.

          Memang benar, banyak teman temannya yang takut dengannya karena dia yang bersifat keras. Setiap ada yang menyebalkan, langsung main fisik. Mau laki laki, mau perempuan, ia tidak takut.
         "Aku yakin, gak semua cowok takut sama kamu." Kata Avery.
         "Yasudah, ayo kita jenguk Dziqa."

                                                                                   ****

          Pak Zan dan Mira sekarang berada di rooftop rumah sakit. Pemandangan di bawah sangat indah. Perkotaan yang dikelilingi desa, seakan menarik untuk dilihat.
          "Ah, aku lupa kapan terakhir kita menghabiskan waktu berdua, Zan." Kata Mira.
          "Udah lama sekali, ya?" Tanya Pak Zan.
          "Iya, aku seneng banget kita bisa berdua lagi, Zan." Jawab Mira.
          "Aku juga seneng, kok. Nanti, kalau kita udah nikah, kita bisa habisin banyak waktu berdua." Kata Pak Zan.
          "Oiya, ngomong ngomong, Dziqa gimana, Zan?" Tanya Mira.
          "Dia udah lumayan membaik. Ingatannya juga sudah berangsur angsur membaik." Jawab Pak Zan.
          "Bagus, lah. Semoga dia cepet sembuh."
Dalam hati, Pak Zan berdoa semoga ingatan Dziqa lama kembali, apalagi bagian dirinya. Dia belum siap untuk melihat Dziqa yang menangis karena dia akan menikah dengan Mira. Dia belum siap untuk melihat Dziqa menangis untuk kedua kalinya.
           "Kamu gak nengok dia lagi, Zan?" Tanya Mira.
           "Kayaknya nanti, Mir." Jawab Pak Zan.

I Love Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang