Bisakah kita berteman?

936 108 6
                                    

"Apa kau percaya padaku?"
 Jimin masih dalam diamnya. Ia mengedarkan kembali Pandangannya ke arah laut.

"Apa kau tau, apa yang paling penting di dunia ini?" Tanya Jimin.
"Kepercayaan" lanjutnya.

Yuju terdiam, memandang ke arah Jimin. Menunggu penjelasannya.

"Kedamaian akan tercipta jika kita saling percaya" jawab Jimin.

"Apa itu artinya kau percaya padaku?"

"Entahlah. Aku juga tidak bisa menjamin. Apa kau bisa percaya padaku juga" kata Jimin.

"Aku memang tidak mudah percaya dengan orang lain. Aku hanya percaya pada diriku sendiri dan percaya pada apa yang aku yakini" kata Yuju.

Hening kembali menyertai mereka. Hanya Kicau burung dan deburan ombak mengisi keheningan.

"Ceritalah. Aku akan mendengarkan semuanya" kata Yuju.

Jimin tersenyum.
"Bahkan aku belum bercerita padamu. Tapi aku sudah merasa lebih baik sekarang"

"Baiklah. Kalau begitu mari kita pulang saja" kata Yuju. Ia berdiri mengajak Jimin pulang.

"Sebentar. Sebentar saja, Aku masih mau disini." Jimin tidak beranjak dari tempat duduknya, menikmati pemandangan laut yang indah. Angin yang bertiup sepoi-sepoi. Memang begitu tenang dan cerah cuaca saat itu.

Yuju kembali duduk disamping Jimin.

"Sebenarnya hari ini aku mau menemui ayahku. Mungkin kesempatan ini jarang aku temui."
Jimin membuka pembicaraan.
Ia bicara begitu tenang.

"Aku dan ayahku jarang bertemu sejak ibuku meninggal" Lanjutnya.

"Kenapa?" Tanya Yuju

-Flashback-
Di sebuah rumah sakit.
"Maafkan aku Jimin-ah." Kata tuan Park. Ia menangis tersedu-sedu memeluk Jimin kecil.

"Ayah.. bagaimana ibu?" Tanya Jimin kecil.

"Ayah tidak bisa menyelamatkan ibumu. Maafkan ayah Jimin-ah" jawab Tuan Park.

"Ayah berjanji, bahwa ayah bisa membawa ibu kembali. Kenapa ayah tidak menepati janji??" Jimin melepaskan pelukannya. Ia menangis makin keras. "Ibuu.. ibuuu.. jangan tinggalkan aku"

"Maafkan ayah Jimin-ah" tuan Park kembali memeluk Jimin.

Tapi Jimin menolak.
"Katanya ayah seorang dokter hebat. Ayah sudah menyembuhkan banyak orang. Tapi kenapa ayah tidak bisa menyembuhkan ibuku??
Aku benci ayah. Aku tidak percaya ayah."

Jimin berlari meninggalkan tuan park. Tuan park hanya bisa memandang kepergian Jimin.
-flashback end-

"Jadi.. kau di rumah sakit tadi untuk menemui ayahmu?" Tanya Yuju.

"Iya.." Jimin mengangguk.

"Apa kau sudah bertemu dengannya?"

"Belum"

"Lalu?"

"Lalu apa?"

"Lalu apa rencanamu?"

"Menenangkan pikiran"

"Apa yang ingin kau katakan padanya jika kau bertemu dengannya?"

"Aku tidak tau. Kurasa aku harus menyelesaikan semua ini. Aku tidak mau menanggung terlalu banyak beban"

"Kau mau berbaikan dan minta maaf padanya?"

"Kurasa begitu"

"Baiklah. Aku mendukungmu" kata Yuju. Ia menepuk punggung Jimin.

Jimin kaget dengan gerakan reflek Yuju.
"Apa yang kau lakukan?"

"Kau tau. Kau masih beruntung, masih bisa menemui orang tuamu di usiamu yang sudah dewasa. Kau bisa menunjukkan rasa baktimu padanya. Bukankah itu suatu kebahagiaan anak dan orang tua? Orang tua akan senang melihat anaknya tumbuh dengan baik, menikah, dan punya anak. Menurutku yang paling penting di dunia ini adalah kebersamaan. Kebersamaan bersama keluarga dan orang-orang yang kita cintai."

"Apa kau bahagia selama ini?" Tanya Jimin.

"Tentu saja. Meski Hanya Yuna satu-satunya keluarga yang aku miliki di dunia ini, tapi aku bahagia. Sebisa mungkin aku akan selalu menjaga dia karna kebahagiaan kami adalah yang terpenting." Jawab Yuju

"Aku bisa melihat itu" kata Jimin.
"Kau begitu perhatian dan sayang pada adikmu. Melebihi sayang ibu pada anaknya. Kau pantas menjadi panutan" Jimin memandang ke arah Yuju.

Yuju tersenyum mendengar itu. "Aku menjadi dewasa dan mandiri karna kedua orang tuaku meninggal sejak kami masih kecil. Aku adalah sang kakak. Mulai saat itu aku berpikir bahwa aku harus kuat dan tidak mengandalkan siapapun." Kata Yuju.

"Kalau begita bisakah kita berteman?" Ucap Jimin
"Aku ingin seorang teman yang bisa membimbingku juga ke arah yang lebih baik"
 
Jimin mengulurkan tangannya, Mengajak Yuju untuk bersalaman. Tanda bahwa mereka sepakat berteman.

Yuju  memandang tangan Jimin dengan ragu-ragu. Ia tidak pernah berteman dekat dengan siapapun. Ini adalah pertama kalinya seseorang mengajaknya berteman. Apalagi Jimin adalah Orang yang baru beberapa hari dikenalnya.
Tapi ia tahu benar bagaimana Jimin.

Akhirnya ia menerima uluran tangan Jimin.
Yuju tersenyum menyambut tangan Jimin. Jimin membalas senyuman Yuju. Wajah keduanya terlihat begitu berseri-seri.

***
-E15 End-

In My Life ... YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang