Alex hanya bisa berdiam diri didalam kamarnya. Dadanya naik turun, kekhawatiran yang luar biasa tercetak jelas di dalam dirinya. Alex mengkhawatirkan cewek yang memiliki nama hampir sama dengan namanya.
Siapa lagi kalau bukan Alexa?
Adit, Farrel, dan Rivaldi hanya bisa diam melihat wajah Alex yang panik itu. Mereka bertiga tahu kalau Alex tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Takut kehilangan Alexa.
"Alexa ada di Rumah Sakit St. Elizabeth, lo gak mau kesana, Lex?" Tanya Farrel.
"Gak." Jawab Alex singkat.
"Kenapa?" Tanya Rivaldi.
"Ck, lo udah tau jawabannya, Di. Gue masih benci sama dia, puas?"
Adit mendengus sebal, "Masih benci lo bilang? Kalo benci, kenapa lo panik dan mau repot-repot ngangkat dia ke UKS tadi? Sampe-sampe lo gak jawab telfon dari cewek baru lo itu!?"
Alex terdiam. Rahangnya terkatup dengan keras. Berusaha mencerna kata-kata Adit barusan.
Benar, Alex memang khawatir dengan keadaan Alexa. Tapi, dia mengabaikan Vio yang sekarang adalah pacarnya.
***
Aroma obat-obatan, ruangan serba putih, selang infus, jarum yang menempel ditangan, itulah yang dirasakan Alexa sekarang.
Anin -Ibu Alexa- yang mendengar kabar kalau Alexa masuk rumah sakit langsung membatalkan semua janji dan meeting bersama klien.
Ibu dua anak itu mengetahui apa yang akan terjadi pada anak perempuan satu-satunya itu. Sesuatu sangat berpengaruh besar pada nyawa Alexa, dan itu dirahasiakan Anin dari Alexa.
Beberapa siswa dan guru yang tadinya menjenguk Alexa, kini pamit pulang. Tersisa Dinda, Tiffany, Vio, dan Ronald.
Ronald menatap Alexa dengan perasaan yang tak karuan. Rasa sayang cowok itu pada Alexa tidak pernah habis. Rasa sayang itu sebelumnya adalah rasa cinta Ronald. Namun, karena satu hal Ronald berniat mengubah perasaannya itu.
"Tante, Ronald pamit dulu ya, maaf karena gak bisa lama-lama disini," pamit Ronald pada Anin.
"Ah iya, Ron. Tante berterimakasih banyak karena udah mau jenguk Alexa. Hati-hati di jalan ya, Ron." Ujar Anin dengan lembut.
Tinggallah Dinda, Tiffany, dan Vio yang berada dalam ruangan itu. Dinda menatap miris dengan keadaan Alexa. Tiffany menggenggam lembut tangan Alexa yang terasa sangat dingin, dan halus.
"Tante keluar sebentar ya. Kalian mau makan apa?" Tawar Anin.
"Gak usah repot-repot, Tante. Kita disini buat jagain Alexa kok, Tan," tolak Vio dengan halus. Anin tersenyum dan mengangguk paham.
Setelah Anin keluar, keadaan menjadi hening. Semua mata tertuju pada Alexa yang terbaring lemah.
"Menurut kalian, Alexa sakit apa?" Tanya Vio penasaran.
Tak ada jawaban.
"Terus, kenapa Alex kok bisa care banget waktu itu sama Alexa?" Tanya Vio lagi, dan membuat Tiffany mendengus kesal.
Tiffany menatap Vio dengan tajam, dan mengisyaratkan lebih-baik-lo-diem. Namun, Vio malah menatap Tiffany balik dengan menantang.
"Masih sempat-sempatnya lo mikir kayak gitu, Vi? Gak nyangka gue!" Kata Dinda.
Vio terdiam sejenak, sedari tadi dirinya gelisah karena masalah sepele. Alex peduli pada Alexa. Hanya itu yang ada dipikiran Vio.
Tiffany melepas kacamatanya, dan mengusap air matanya. Ia tidak suka menangis. Tiffany adalah orang paling berani dan lebih dewasa dari mereka berempat. Ia tidak suka dilihat sebagai cewek yang cengeng. Tapi, mau bagaimana lagi?
.
FLASHBACK ON
"Gue gak bisa hidup tanpa lo, Al!" Seru cowok berambut hitam kecoklatan, pada cewek yang ingin melangkah pergi.
Langkah cewek itu terhenti setelah mendengar pernyataan dari cowok itu.
Alexa membalikkan badannya, dan menatap cowok berambut coklat itu dengan tatapan intens. Air matanya sudah menggengang di kelopak matanya.
"Udah terlambat, Nal. Gue gak bisa balikan sama lo," ujar Alexa.
"Kenapa? Apa karena cowok kamu yang sok brengsek itu?"
Alexa melangkah maju mendekati cowok yang dipanggil Nal itu, dan ...
Plaakkk!
Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri cowok itu. "Asal lo tau, yang brengsek itu lo, Nal!"
Air mata Alexa berhasil lolos, dan membasahi pipinya, "Lo itu cowok paling brengsek yang pernah gue kenal!"
Cowok yang ditampar oleh Alexa tadi hanya tersenyum sayu. Pernyataan Alexa seratus persen benar. Dialah cowok yang paling brengsek, namun cowok itu tidak mau mengakui faktanya. "Al, gue iri sama lo dan Alex. Kalian bisa ngerayain hari Valentine bareng.
"Sedangkan gue, cuma bisa nginget-nginget kenangan kita dulu. Gue minta maaf sama lo, Al. Gue nyesel banget karena gue nyia-nyia'in lo," kata cowok itu panjang lebar.
Alexa tertawa hambar, "Baru sadar, Nal? Tapi, sebenernya gue udah ngelupain itu semua, dan gue udah maafin lo dari dulu kok, Nal,"
Cowok yang ternyata bernama Ronald Anggara itu tersenyum pahit, "Makasih, Al. Apa gue boleh meluk lo sebagai mantan yang menjadi teman? Hahahaha,"
Ronald merentangkan tangannya, bersedia untuk memeluk Alexa. Alexa pun ikut tertawa, dan menerima rentangan tangan Ronald. Mereka berpelukan sebagai tanda pertemanan mereka.
Disisi lain, ada seseorang yang menyaksikan kejadian itu dari kejauhan. Tangan cowok itu mengepal kuat sehingga kukunya memutih. Rahangnya terkatup dengan amat kuat.
FLASHBACK OFF
Jeng jeng jenggggg! Jelekkkk huuuuuu!!! Maaf baru ngapdet, minggu-minggu ngaret banget (ya apageh, sok sibuk)😕
Tinggalkan jejak!
![](https://img.wattpad.com/cover/87116362-288-k957578.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
Teen Fiction[Compeleted ; typo bertebaran, mohon maklum, masih amatiran, males ngedit ulang] Alexandra Adelia Adira, cewek dengan sejuta senyuman, sejuta lawakan, dan sejuta tawa canda. Alexa selalu terlihat bahagia didepan semua orang. Bahkan, cewek itu bisa d...