TWENTY THREE

116 17 6
                                    

Alexa berlari dengan kecepatan penuh, saat ia tiba di bandara. Ronald bilang, pesawatnya akan terbang pukul setengah sembilan. Itu berarti Ronald akan pergi sekitar setengah jam lagi.

Alexa terus berlari, dan tidak peduli dengan orang-orang yang tak sengaja dia tabrak. Jauh dibelakang Alexa, ada Farrel, Rivaldi, Tiffany, dan Dinda yang berusaha mengimbangi kecepatan lari Alexa yang sudah seperti kuda.

Akhirnya, Alexa menemukan Ronald yang tengah berhigh-five dengan teman-teman se-ganknya. Alexa mendekati Ronald dengan air mata yang sudah menetes dari tadi.

"Ronald?" Panggil Alexa yang membuat Ronald menoleh kearah cewek itu. "Hai," sapa Alexa.

Wajah yang berbinar-binar tercetak jelas di muka Ronald. "Alexa!" Sahut Ronald tak percaya. Ronald pun langsung memeluk Alexa dengan erat.

Alexa menangis di dalam dekapan Ronald, "Nal, gue sayang sama lo sebagai sahabat gue! Gue pasti bakalan kangen sama lo! Jaga diri lo baik-baik, dan jangan lupa untuk ngabarin gue!"

Ronald terkekeh pelan, dan mengendurkan pelukan mereka. Cowok itu mengusap air mata Alexa dengan lembut, dan mencium kening Alexa agak lama. Alexa pun memejamkan matanya, karena itu adalah salam perpisahan mereka.

"Makasih karena lo pernah bikin gue bahagia dulu, dan gue bener-bener beruntung punya mantan sinting kayak lo," ejek Ronald seraya menonyor dahi Alexa.

"Hei, bro!" Sapa Farrel dan Rivaldi serempak saat mereka baru saja tiba. Ronald tertawa kecil, dan merangkul kedua mantan sahabatnya itu.

"Jauh-jauh lo, gue masih normal!" Canda Rivaldi seraya mendorong pelan bahu Ronald. Ronald pun menggeplak kepala Rivaldi, "Anjir lo ya!"

Farrel mengulurkan tangannya, "Makasih ya, bro karena lo udah pernah jadi sahabat paling baik untuk kita berdua.
Eh, salah. Untuk kita berempat dulu! Alex sama Adit gak bisa dateng."

Ronald menerima uluran tangan Farrel, "Makasih juga, Rel. Dan, gue minta maaf karena kesalahan gue sampe-sampe persahabatan kita ancur!"

Rivaldi mulai terisak, "Gu-gue juga minta maaf, k-karena yang ngabisin jajanan lo itu gue, dan bu-bukan Alex."

Hal itu sontak membuat Ronald dan yang lainnya tertawa terbahak-bahak. Rivaldi mengernyitkan keningnya, "Apanya yabg lucu?"

Kali ini, Dinda maju selangkah, dan mengusap pipi Ronald dengan lembut. "Tepat di pipi ini, gue pernah nonjok lo karena gue kira lo cowok brengsek. Gue minta maaf sama lo, Nal. Gue bener-bener nyesel," ujar Dinda dengan nada sesenggukan. Dinda merasa sangat bersalah, dan ia pun menangis.

Ronald memeluk Dinda dengan lembut, "Udah, Din. Gue maafin kok! Oh iya, gue juga tau kok kalo itu suka sama gue."

"APA?" Bentak Dinda dengan garang.

Ronald pun langsung mendaratkan bibirnya di pipi Dinda. "Cieee, yang suka sama gue diem-diem, sekarang mukanya merah!" Goda Ronald yang membuat wajah Dinda sepenuhnya merah padam.

"Oh iya, gue mau bilang makasih sama lo berempat sebagai kacung kesayangan gue! Gue mau pergi, jaga diri kalian baik-baik! Jangan bolos kalo gak ada gue!" Ujar Ronald pada Bima, Satria, Guntur, dan Rasyid.

Keempat cowok itu pun mengangguk sedih.

Beberapa detik kemudian, Ronald pun menggeret kopernya, dan mulai berjalan meninggalkan mereka semua. Mereka semua menatap kepergian Ronald, sampai dia benar-benar hilang dari pandangan mereka.

***

Alexa memandang keluar jendela mobil Farrel. Perpisahan tadi sangatlah sebentar, dan Alexa belum sempat mengatakan kalau dirinya sangat menyesal, dan juga sangat menyayangi Ronald walaupun hanya sebagai teman. Tak terasa air mata Alexa kembali menetes.

Flashback ON

Alexa mengurung dirinya seharian di dalam kamarnya gelap. Waktu menunjukkan pukul setengah dua siang, namun awan mendung serta tirai kamar Alexa menutupi cahaya yang masuk. Hari ini adalah hari Valentine di tahun 2016, seharusnya semua orang sedang bersukacita di hari kasih sayang ini.

Namun, tidak dengan Alexa. Di hari kasih sayang ini, cewek itu harus kehilangan dua orang yang ia sayangi sekaligus.

Tadi pagi, Alex memutuskan hubungan mereka secara sepihak, dengan tuduhan kalau cewek itu selingkuh dengan mantannya. Dan siang ini, dia mendapat kabar bahwa Ayahnya telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Alexa benar-benar hancur hari ini, dan sangat terpuruk. Sudah berulang kali, Anin dan Andreas membujuk Alexa untuk membuka pintu kamarnya. Namun, Alexa ingin sendiri sekarang.

Tok ... Tok ... Tok ...

Terdengar suara ketukan. Namun, kali ini bukan pintu kamarnya, melainkan pintu jendelanya yang tertutuo tirai putih itu. Alexa mengerutkan dahinya. Terlihat bayangan yang menyembul di tirai itu.

Bayangan itu pun perlahan membuka pintu jendela kamar Alexa, dan terlihatlah Ronald dengan senyumannya. Senyum miris. "Hai?" Sapa Ronald agak canggung.

Alexa memalingkan wajahnya, "Mau apa lagi lo kesini? Pergi! Gue pengen sendiri!"

Ronald mengabaikan usiran Alexa, dan berjalan mendekati Alexa yang tengah memeluk kakinya, dan menenggelamkan wajahnya diantara dua lututnya itu.

"Lo tau 'kan kalo nyokap gue udah meninggal!? Lo tau rasanya gimana? Tiap hari gak ada yang ngelus rambut gue lagi, gak ada ngomelin gue lagi, gak ada yang nasehatin gue waktu gue bandel disekolah, gak ada yang nyiram gue pake air kalo gue gak mau bangun, dan gak ada yang bisa diajak bercanda seseru nyokap gue," ujar Ronald panjang lebar.

Alexa mendongakan kepalanya, menatap Ronald. "Sekarang gue sendirian. Gak ada yang nemenin gue lagi dirumah selain Bik Rani. Bokap kerja di Amerika, dan pulang ke Indonesia enam bulan sekali," lanjut Ronald.

"Gue turut berduka cita atas bokap lo, Al. Gue tau rasa yang lo rasaim sekarang. Tapi, lo harusnya bersyukur karena lo masih punya Tante Anin dan Bang Andre. Mereka itu sayang sama lo, dan gak akan pernah biarin lo sendirian." Ujar Ronald yang hampir menangis itu.

Alexa terdiam sejenak, mencerna perkataan Ronald. Ya, seharusnya dia bersyukur karena dia masih bisa hidup bersama orang yang menyayanginya. Ternyata, hidup Ronald jauh lebih menyedihkan ketimbang dirinya. "Nal?" Panggil Alexa yang membuat Ronald menoleh, dan langsung mengusap air matanya.

"Makasih," bisik Alexa seraya memeluk Ronald dengan erat. Ronald tersenyum, dan membalas pelukan Alexa. "Lo gak sendiri kok, Nal. Masih ada gue dan temen-temen lo," gumam Alexa.

"Kita teman, dan teman harus saling menyayangi," ujar Ronald.

Flashback OFF

Alexa teringat dengan bayangan masa lalu itu. Bayangan dimana saat dirinya terpuruk, Ronald yang notabene adalah mantan ter-anjingnya, datang sebagai teman untuk menguatkan dirinya. Alexa tersenyum miris saat mengingat Ronald-lah yang menguatkannya, dan bukan Alex.

"Al, band kita gimana?" Tanya Rivaldi memecah keheningan.

Alexa menepuk jidatnya, "Astaga, gue lupa! Yaudah, minggu depan kita mulai latian lagi. Kabarin Adit sama Alex juga,"

"Pensinya kapan sih?" Tanya Dinda.

"Satu bulan setengah lagi," jawab Rivaldi.

Tiba-tiba, Alexa meringis kesakitan. Perutnya terasa kembung, dan bagian bengkak di perut Alexa terasa nyeri. Alexa menyingkap sedikit bajunya, dan melihat bengkak di perutnya itu. "Kok mulai gede ya?" Gumam Alexa pada dirinya sendiri.

Alexa menahan rasa sakit itu, tanpa memberitahukan pada teman-temannya. Rasa sakita yang luar biasa, melebihi rasa sakit sewaktu PMS.

Yeaaahhh!!! Beberapa part lagi mau kelar, dan akhirnya!!!

Tinggalkan jejak!

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang