THIRTY TWO : Gone

156 16 2
                                    

Note : baca chapter ini sambil dengerin lagu A Thousand Years-Christina Perri

.

Aku memandang indahnya bintang yang berkelap-kelip dari sini. Bintang-bintang itu sangat banyak, dan begitu indah. Sewaktu kecil, aku ingin sekali bisa terbang dan berbincang dengan bintang-bintang ini. Langit malam begitu menyejukkan, dan rumput halaman rumahku terasa lebih nyaman.

"Alexa?" Panggil seseorang yang membuatku menoleh ke sumber suara.

"A-alex?" Ujarku yang hampir memekik.

Aku sempat terkejut karena mendapati Alex ikut berbaring disampingku. Senyum mengembang di wajahnya. Aku menatap mata tajam Alex yang selalu membuatku hangat, dan ingin tenggelam kedalamnya.

Beberapa detik berikutnya, Alex mengalihkan pandangannya keatas, menatap bintang-bintang cantik itu. Raut wajahnya berubah sedih. Aku mengerutkan dahiku, "Lo kenapa?"

Alex berdeham sejenak. "Lo masih inget gak sama endingnya film The Fault in Our Stars?" Tanyanya yang membuatku mengangguk.

Alex kembali tersenyum. Astaga, senyumannya bagaikan candu bagiku. Aku ingin sekali melihat senyuman itu setiap saat.

"Si Augustusnya meninggal duluan. Al, gue paling benci sama ending kayak gitu. Maksud gue, gue gak suka kalo cowoknya yang mati duluan," Ujar Alex yang membuatku agak bingung.

"Jadi, lo suka yang endingnya cewek mati duluan?" Tanyaku agak kesal.

Dia tertawa, dan menyentil pelipisku, "Gak gitu juga, bego. Kenapa sih, endingnya harus sedih? Tapi gue agak srek kalo ceweknya mati duluan. Karena, kalo cowok yang mati duluan, ceweknya itu masih bisa ngelupain si cowok!"

Aku tertawa sumbang saat mendengarkan celotehan cowok idiot ini. Kucerna sedikit apa kata-katanya. "Lex, kisah cinta itu gak selalu berakhir dengan bahagia. Pasti ada masalah, entah itu perpisahan, ataupun maut. Misalnya gini, mungkin aja kita cuma dipertemukan, dan bukan disatukan," jelasku panjang lebar pada Alex.

Alex terdiam sejenak, tampaknya dia sedang berpikir. "Tapi, gue gak mau pisah sama lo, Al! Apalagi sampe gue yang mati kayak Augustus. Ogah gue!"

Astaga, aku ingin sekali melayangkan tinjuan pada wajah tampan cowok sinting ini. Tapi, aku juga takut. Takut kalau ending kita nanti akan tragis seperti film yang sering kutonton itu.

Aku kembali menatap Alex yang masih memandangi bintang-bintang itu. Aku takut kehilangan dia, aku tidak ingin meninggalkannya, begitupula sebaliknya. Tanpa kusadari, air mataku menetes.

"Al, kok lo nangis?" Tanya Alex panik seraya mengusap air mataku. Aku terkekeh pelan, dan bangkit untuk duduk. Dia pun ikut duduk, dan menatapku.

"Gue gak mau kehilangan lo, Lex," ujarku dengan suara bergetar. Lagi-lagi, Alex tersenyum manis kepadaku. Astaga, senyumannya itu loh!

Alex membawaku kedalam dekapannya, dan memelukku dengan erat. Aku membalas pelukannya. Alex menenggelamkan wajahnya di leherku yang hangat. "Jangan pergi, Al," bisik Alex.

.

Alexa membuka matanya perlahan. Bayangan masa lalunya masuk kedalam mimpi Alexa, dan hal itu masih teringat jelas di kepalanya. Jantungnya berpacu dengan cepat.

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang