Epilog

193 21 3
                                    

Sudah hampir sebulan Alexa meninggalkan keluarga, beserta teman-temannya. Pergi dengan menaruh jejak duka di setiap hati orang yang ditinggalkan.

Selama hampir sebulan, tak ada suara cerewet yang sering terdengar di kelas 12 IPA-3, tak ada lagi suara jeritan Alexa yang sering memanggil Bu Asna untuk memperbaiki nilainya, dan tidak ada lagi suara tangis setiap malam dikamarnya.

Kini, Alexa yang pernah disia-siakan, dan seringkali disakiti telah pergi. Pergi ketempat yang jauh, dimana tidak seorangpun tahu tempat itu.

Untuk kesekian kalinya, tanpa rasa bosan sedikitpun, Alex kembali mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Alexa. Alex menatap nanar pada batu nisan yang bertuliskan;

'Rest in Peace'

Alexandra Adelia Adira

Rasa perih itu kembali menyerang dada Alex.

"Hai, my bear!" sapa Alex yang berusaha menahan tangisannya. Alex memang pemuda yang cengeng, karena ditinggal orang yang sangat dia cintai.

"Udah hampir sebulan lo ninggalin gue. Baru beberapa minggu aja gue udah ngerasa kehilangan lo banget, Al. Gue kangen sama lo, sama tingkah laku, sama teriakan lo, dan sama ketawa ngakak lo yang bikin gue gemes.

Gue udah baca surat lo, Al. Kenapa lo tega sama gue sih, Al? Kenapa lo tega ngedonorin ginjal lo buat gue? Seharusnya yang ada disini itu gue, dan bukan elo! Rasanya gue pengen bunuh diri biar gue bisa ketemu lo, Al. Tapi gak jadi, karena entar gue masuk neraka, dan malah semakin jauh dari lo. Gue yakin, sekarang lo ada di surga.

Gue cinta sama lo, Al. Gue sayang sama lo. Gue pengen lo ada disamping gue sampe kita nikah, punya anak, dan punya cucu. Tapi, harapan gue kandas!

Gue sering banget ngunjungin kelas lo, dan ngeliat bangku lo yang masih kosong. Tiffany sama Dinda masih terpuruk, Al. Gue udah bikin mereka supaya bangkit lagi, tapi mereka tetep sedih. Lo tau? Vio juga udah meninggal karena bunuh diri di penjara. Dia yang mau nyelakain lo, dan dia yang bikin gue menderita kayak gini.

Maafin gue, Al. Maafin gue yang pernah nyia-nyia'in lo, maafin gue karena gue sering bikin lo nangis, dan maafin gue karena gue terlalu egois untuk mencintai lo." ujar Alex panjang lebar. Cowok itu tidak bisa menyembunyikan tangisannya lagi. Untuk kesekian kalinya cowok itu menangis di depan makam Alexa.

***


Untuk orang yang pernah membuatku bahagia

Hai, Alex.

Aku enggak tahu kenapa aku menulis surat ini. Aku berharap surat ini tidak sampai ke kamu, karena jika kamu baca surat ini, itu tandanya aku udah pergi untuk selamanya.

Pertama-tama, aku menggunakan bahasa aku-kamuan gini supaya ada kesan baik untuk terakhir kalinya.

Lex, aku mau ngucapin terimakasih sebanyak-banyaknya sama kamu, karena kamu pernah bikin aku bahagia selama hampir dua tahun belakangan ini.

Setiap hari kamu sabar ngadepin sikap galak aku, kamu selalu melindungi aku dari bahaya, kamu selalu bikin aku sakit perut karena ketawa, dan kamu selalu bikin aku kesal dengan kelakuan autis kamu.

Kenangan indah yang aku alami sama kamu itu, waktu hari Valentine tahun 2015. Kamu gendong aku, dan kita muterin taman kota. Terus tiba-tiba kita jatuh, dan kecebur di kolam taman.

Kenangan paling indah menurut aku adalah, kamu sering banget malem-malem datang kekamar aku, dan nyanyiin aku lagu sambil main gitar. Setelah itu, kita mandangin bintang-bintang dari balkon kamar aku. Terus, ketahuan sama Kak Andre karena masuk tanpa ijin dan lucunya,  kamu malah nantangin Kak Andre main basket malem-malem.

Masih banyak kenangan aku sama kamu, Lex. Aku enggak bisa nulis pakai kata-kata, karena begitu banyak kebahagiaan yang kamu kasih ke aku.

Aku minta maaf sama kamu, karena aku hanya bisa balas kebaikan kamu dengan mendonorkan ginjalku. Aku ngelakuin ini karena aku enggak bisa hidup tanpa kamu, Lex.

Seandainya aku enggak donorin ginjalku ke kamu, dan biarin kamu meninggal. Pasti aku bakalan depresi berat, Lex. Oh iya, aku teringat sesuatu.

Kamu pernah bilang kalau kamu benci sama film sad ending yang menceritakan cowoknya meninggal duluan. Kamu juga pernah bilang kalau kamu enggak mau meninggal kayak Augustus Waters di film The Fault in Our Stars. Aku enggak mau kamu ngalamin hal serupa.

Aku minta maaf sama kamu karena aku udah ngekhianatin kamu. Aku berani sumpah, kalau waktu itu kamu salah paham.  Aku pelukan sama Ronald sebagai tanda pertemanan,  dan enggak lebih.

Aku juga ngerelain hubungan kamu sama Vio karena aku sayang sama kalian berdua.  Aku sayang sama Vio sebagai sahabatku, dan disisi lain aku masih mencintaimu, Lex.

Tapi, sudahlah. Semua itu sudah berlalu,  dan kita enggak bisa mengembalikannya seperti semula.

Lex, kamu itu bagaikan bintang yang menjadi pelita di malam hari. Kamu itu bagaikan bintang indah yang selalu menyinari hidupku yang suram.

Aku titip salam buat Tiffany,  Dinda,  Farrel,  Adit,  dan Rivaldi. Tolong suruh mereka untuk enggak nangisin kepergian aku lagi. Aku minta tolong sama kamu untuk jagain Mama aku.  Beliau pasti sangat terpuruk dengan kepergianku.

Masih ingat dengan apa yang pernah aku omongin ke kamu?

Kisah cinta itu enggak selali berakhir dengan bahagia. Pasti ada masalah, entah itu perpisahan, ataupun maut. Mungkin, kita memang hanya dipertemukan, dan bukan untuk dipersatukan.

Dan inilah akhir kisah kita, Lex. Endingnya adalah perpisahan karena maut. Tapi, ini semua rencana Tuhan, dan aku pengen supaya kamu tidak mengingatku, melainkan mengenangku.

Do you remember?

Cause,  I still loving you till the end,  Alexander Louis Devone

Your bear, Alexa🌛

=TAMAT=

TERIMAKASIH ATAS VOTE-NYA,  DAN MAAF SEKALI LAGI SOAL ENDINGNYA YANG MUNGKIN MENGECEWAKAN. AUTHOR GAK BISA NYATUIN ALEX DAN ALEXA LAGI

AUTHOR NULIS INI SAMBIL NAHAN NANGIS TAUUU😭 #GANANYA

OKAY DEH, SEE YOU NEXT TIME IN MY NEW STORY, BYEEE😍😘

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang