NINETEEN

158 14 3
                                    

"Sekali lagi ya, De. Kakak janji!" Ujar Andreas seraya menyodorkan bubur kedalam mulut Alexa.

Alexa mendengus sebal, dan membuka mulutnya lebar-lebar. Dengan begitu, Andreas langsung menyuapkan bubur itu ke mulut Alexa, "Anak pintar!" Gumam Andreas seraya terkekeh geli.

"Apaan sih lo! Gue udah bukan anak kecil lagi, Kak," keluh Alexa.

"Tapi, bagi gue lo itu adik kecil gua yang masih suka ngompol!"

"Anjir, gak usah bahas itu lagi," Alexa menjitak kepala kakaknya itu.

Andreas memegangi kepalanya, "Sakit, bolot!"

Alexa hanya memutar kedua bola matanya, "Kok lo balik sih?"

Andreas menaruh mangkok yang berisi setengah bubur itu, dan kembali duduk disisi ranjang Alexa lainnya. "Jadi, lo gak seneng gue balik? Gue bela-belain dateng dari Milan, karena pengen liat keadaan lo," Andreas mencebikkan bibirnya.

Seketika, air muka Alexa berubah. "Gue sakit apa sih, Kak?" Tanya Alexa yang membuat Andreas mematung ditempat.

Alexa menyingkap sedikit bajunya, dan memperlihatkan benjolan diperutnya. "Liat nih, awalnya kecil. Lama-lama gede, terus sakit kalo kesenggol dikit," jelas Alexa yang membuat Andreas meneguk ludahnya.

"Satu lagi, gue kok sering muntah darah sama mimisan?" Tanya Alexa lagi.

Andreas tidak tahu harus menjawab apa. Tapi, cepat atau lambat Alexa pasti akan mengetahuinya. Andreas harus melanggar perintah Anin demi Alexa. Tapi, apa sekarang waktu yang tepat?

"Kata om Ferdinand, lo itu kebanyakan makan! Itu perut karet jadinya buncit 'kan!? Soal mimisan itu karena lo kelelahan aja," jawab Andreas yang 100% bohong.

Alexa memberenggut kesal, dan memukul bahu Andreas berulang kali. "Jadi, lo ngatain gue gendut? Okay, gue bakal bilangin ke Mama kalo lo punya pacar diem-diem!" Ancam Alexa.

"Mama udah tau, yeay!" Sorak Andreas dengan penuh kemenangan.

"Damn it!" Umpat Alexa.

"Gimana hubungan lo sama Alex?" Tanya Andreas dengan semangat.

Lagi-lagi, raut wajah Alexa berubah. Cewek itu mengalihkan pandangannya keluar jendela rumah sakit yang menyajikan pemandangan kota. Menyembunyikan tangisannya. Alexa tersenyum pahit, "Udah selesai, kak."

Andreas mengerutkan dahinya, "Maksud lo? Putus? Demi apa?"

Alexa mengusap air matanya dengan kasar, "Udahlah, gak usah dibahas."

"Gak! Gue mau tau kenapa kalian putus? Siapa yang mutusin? Lo atau dia?" Andreas menghujaninya dengan pertanyaan.

"Kak! Udah! Gue gak mau bahas itu lagi!" Gertak Alexa.

Andreas mengelus pundak Alexa dengan pelan, "Tapi, lo masih cinta sama dia kan?"

Iya, masih! "Gak, gue benci sama dia," jawab Alexa bohong.

***

Alex menaruh kepalanya dibahu Vio. Hari ini adalah harinya bersama Vio. Jalan-jalan, dan menghabiskan waktu bersama. Namun, selama mereka berkencan, pikiran Alex tidak fokus pada Vio. Dia memikirkan hal yang seharusnya tidak dia pikirkan.

Bahkan, Vio yang tadi bercerita panjang lebar, sama sekali tidak diperhatikan oleh Alex. "Kamu dengerin aku ngomong gak sih, Lex?" Tanya Vio kesal.

"Hah? Aku dengerin kok!" Sergah Alex cepat.

"Aku tadi ngomong apa coba?" Tanya Vio balik.

Alex diam. Dia bingung, dan pikirannya kali ini benar-benar tidak fokus. "Badan kamu emang disini, lagi pikiran kamu kemana-mana, Lex!" Ujar Vio yang sudah kesal.

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang