EIGHTEEN

108 16 0
                                    

Ruangan Alexa kini dipenuhi oleh beberapa insan bernyawa yang tak satupun membuka suara.

"Al, sekedar ngasih tau aja nih. Pensi kita diundur jadi dua bulan lagi, dan kita belum persiapin band kita. Makanya, bangun dong, Al!" Pinta Farrel.

Adit menghela nafas, "Tau gak, Al. Tadi, gue nyasar di lantai lima karena nyari kamar lo. Kasian gak?"

"Enggak." Jawab Rivaldi dengan nada aneh.

Adit mendengus sebal, "Gue gak ngomong sama lo, kacrut!"

Alex memandang tubuh Alexa lagi dan lagi. Ingin sekali cowok itu membelai rambut Alexa, dan menggenggam tangan Alexa, seperti yang dilakukan Adit sekarang.

"Gue mau keluar dulu ya," pamit Dinda.

Semua mata tertuju pada cewek itu.
"Gue gak tahan pengen nangis," timpal Dinda seraya keluar dari kamar Alexa.

Tiffany, dan Adit pun menyusul Dinda keluar. Mereka berniat menenangkan Dinda yang pasti akan menangis kejar.

***

Anin memandangi tubuh Alexa yang kaku diranjang rumah sakit itu. Anin menyingkap sedikit baju Alexa, dan melihat perut Alexa yang sedikit bengkak. Perlahan, air mata Anin terjatuh. Dia tidak tega dengan putri semata wayangnya itu.

"Tubuhnya akan bereaksi berlebihan saat terkena pukulan atau benturan keras. Tubuhnya mulai rapuh, dan gue gak bisa jamin kalo Ade sembuh dalam waktu dekat. Sebaiknya, lo kasih tau ke dia tentang penyakitnya itu." Ucapan Dokter Ferdinand terus berputar di kepala Anin.

Masalah memang bertubi-tubi melandanya. Belum lagi, krisis keuangan di perusahaannya yang tidak stabil. Tabungan Anin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan biaya kuliah Andreas di Milan.

Operasi adalah jalan satu-satunya. Namun, keuangannya yang tidak memadai. Anin mengusap wajahnya, dan menarik rambutnya dengan frustasi.

"Mama sayang sama Ade. Cepet sembuh ya, De." Anin mencium kening Alexa yang dingin itu.

Waktu menujukkan pukul setengah sebelas malam, Anin pun mulai lelah dan juga mengantuk. Ibu dua anak itu tertidur di sisi ranjang Alexa dengan keadaan duduk.

Beberapa detik berikutnya, jemari lentik Alexa mulai bergerak perlahan. Jemari itu mulai mengelus rambut hangat Anin. "Mama," lirih Alexa yang sudah siuman.

***

Jam di dinding kamar Alex sudah menunjukkan pukul sebelas. Cowok itu tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Pikiran hanya terkungkung pada satu hal, Alexa.

Alex mengacak-acak rambutnya frustasi. Untuk apa cowok itu memikirkan mantan yang telah berkhianat kepadanya.

Alex bangkit dari ranjangnya, dan tengah mencari cara agar bisa tidur lelap malam ini.

Ia mencari buku bacaan yang bisa membuatnya tertidur. Cowok itu pun menggeledah rak bukunya, dan mencari novel yang pernah diberikan Vio padanya. "Dimana sih? Giliran dibutuhin, gak ada," gumam Alex yang kesal.

Tiba-tiba, selembar foto terjatuh dari rak buku tersebut. Hal itu membuat Alex mengerutkan dahinya, dan mengambil selembar foto yang terjatuh tadi.

 Hal itu membuat Alex mengerutkan dahinya, dan mengambil selembar foto yang terjatuh tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alex terkejut setelah melihat foto itu. Itu foto yang diambil saat cowok itu masih pacaran dengan Alexa.

Di balik foto itu tertulis :

Finally you'll comeback, my bear!
22 September 2015

Foto itu diambil tepat di hari ulang tahunnya, dan setahun yang lalu. Pikiran Alex kembali fokus. Dia tidak mau mengingat-ingat tentang Alexa lagi.

Alex merobek foto itu menjadi beberapa bagian, dan membuangnya di tempat sampah yang tersedia dikamarnya. "Gue masih benci sama lo, pengkhianat!" Desis Alex.

Namun, hati kecilnya mengatakan hal yang sangat bertolak belakang dari yang diucapkannya barusan.

***

Rumah kediaman Alexa sangat sepi. Hanya ada dua pembantu yang menjaga rumah besae itu.

Andreas, putra sulung dari keluarga pemilik rumah tersebut tiba dirumahnya tanpa sepengetahuan Anin maupun Alexa.

"Bibik, Mama kemana?" Tanya Andreas seraya merebahkan tubuhnya di sofa.

Bi Lastri, salah satu pembantu tersebut masih terkejut akan kedatangan Andreas yang mendadak, "Anu--Aden kapan sampai?"

Andreas mendengus kesal, "Barusan. Jadi, Mama sekarang dimana?"

"Nyonya di rumah sakit, den. Nemenin non Ade disana, ada yang bisa Bibik bantu?" Ujar Bi Lastri.

Andreas mengangguk paham, dan bangkit dari sofa. "Gak usah, Bik. Aku mau langsung tidur aja, makasih." Jawab Andreas seraya pergi ke kamarnya.

'Pasti Mama belum bilang ke Ade,' batin Andreas.

Terpendek? Iya. Btw, cerita ini mau selesai. Tapi, gak tau juga deng. Alurnya masih ngalor-ngidul gajelas -,-

Tinggalkan jejak!


StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang