7. Petak Umpet 2/4

1.4K 123 4
                                    

"Aku takut, Shima," kata Umeka bergetar. Dia terus saja menutup matanya, tidak kuat melihat seseorang itu.

"Jangan takut, Umeka. Dia cuma perempuan gila. Sebaiknya kita harus pergi dari sini," ujar Shima dengan lantang, padahal di dalam lubuk hatinya, tersimpan rasa takut yang begitu dalam.

Umeka perlahan membuka matanya untuk melihat keadaan. Di sampingnya, berdiri Shima dengan lutut yang bergetar, keringat dingin sebesar biji jagung membasahi kening Shima. Di depan sana, perempuan pembawa gunting itu terus tertawa aneh sambil memainkan guntingnya.

Perempuan berkaca mata itu membelalakkan mata ketika melihat ke bawah. Dia menarik rok Shima. "Shima ... di-dia ... bukan perempuan gila ... dia itu ... tidak punya kaki. DIA MELAYANG!" Umeka terpaksa menjerit karena sangat ketakutan.

"Ka-kau benar."

Perempuan pembawa gunting itu mendekat ke arah Shima perlahan namun pasti. Dia menyondorkan gunting yang ia bawa ke arah Shima sambil menyeringai lebar. "Kalian sudah menggangguku!" seru hantu itu.

"Kenapa kau membunuh Renny?" tanya Shima.

"Renny? Perempuan tidak tahu diri itu?" ulang hantu tersebut. "Dia sudah masuk ke kelas ini dan bermain tanpa izin. Kalian juga akan bernasib sama seperti dia!" ancamnya.

Hantu itu berlari -atau tepatnya melayang- menyerang Umeka. Umeka hanya bisa terpaku diam ketika hantu itu mencoba menusuk matanya.

Shima dengan sigap mendorong Umeka ke sisi lain agar dia tidak tertusuk, tapi sayangnya, Shima malah melukai dirinya sendiri. Hantu kucel itu berhasil membuat robekan di baju lengan kiri Shima, mengeluarkan darah, dan meninggalkan jejak di bajunya.

Shima mengerang kesakitan.

Hantu itu mundur beberapa langkah. "Aku salah sasaran."

"Shima!" Umeka menghampiri temannya yang malang itu. "Kau tidak apa-apa?"

"Y-ya, hanya sedikit luka robekan, tidak masalah," jawab Shima mencoba memenangkan Umeka, karena gadis berkaca mata itu tipe orang yang panikkan. Shima tersenyum simpul sambil memegangi lukanya.

"Kita harus keluar," ujar Umeka berbisik.

Shima mengangguk mengerti. Dia langsung menarik tangan Umeka agar anak berkaca mata itu cepat berdiri sebelum hantu yang ada di hadapan mereka menyerang kembali. Shima menggeser pintu kelas itu kemudian segera berlari sambil terus menuntun Umeka agar tidak tertinggal.

***

Sialnya, hantu pembawa gunting itu terus saja membuntuti mereka dengan cepat sekali.

"Hantunya ada di belakang kita, Shima!" seru Umeka ketika menengok ke belakang untuk mengecek kondisi.

"Aku tahu!" sahut Shima gelagapan.

Suasana di lorong menjadi sangat mencengkam. Hawa dingin dan ketakutan menyelimuti dua manusia yang tidak tahu arah jalan pulang itu. Langit malam yang mendung tak menampakkan setitik cahaya pun menambah kesan horor di sekolah ini.

Akhirnya, di depan mata mereka berdua, terlihat sebuah pintu yang menganga, disambut dengan rentetan anak tangga yang sebelumnya menjadi tempat persembunyian Shima.

Tetapi, ada saja musibah yang menimpa mereka. Hantu itu dengan secepat kilat melesat di depan mereka, dia berdiri di ujung anak tangga paling bawah sambil menyondongkan gunting yang hantu itu pegang.

Ketika hantu itu melesat, pandangan Shima menjadi buyar, ia tidak dapat berkosentrasi dan menjaga keseimbangannya. Tanggannya melepas tangan Umeka. Dia terpeleset jatuh ke bawah saat hendak berhenti secara mendadak. Tubuh Shima terbentur berkali-kali di tangga sambil menggelinding dan ujungnya ...

CRAT

"Shima!"

***

Yo. Apa yang terjadi dengan Shima?

Apakah Umeka akan baik-baik saja? Bisakah mereka selamat dari ancaman hantu pembawa gunting itu? Dan apa motif di balik ini semua?

Simak terus, ya. Jangan lupa vote dan komentarnya, ya!




SilakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang