28. Kelas Tambahan 1/3

850 63 7
                                    

Awan hitam dari arah barat dengan cepat memenuhi setiap sudut langit sore hari ini. Padahal lima menit yang lalu, cuaca sangat panas, tapi dalam satu kedipan mata, semuanya berubah menjadi gelap, dingin, dan menyeramkan.

Semua murid yang sedang menjalani kelas tambahan --termasuk aku-- tiba-tiba menjadi panik, dan ketakutan. Ditambah, petir yang menyambar, membelah langit, membuat semuanya berteriak histeris.

"Luna, kok dingin banget, ya?" tanyaku pada sebangkuku dengan sedikit perasaan cemas.

Luna mengangguk menanggapi pertanyaanku. "Aneh, perasaan barusan panas banget, tapi dalam sekejap jadi gelap begini," sahutnya.  "Apa kau ... merasakan sesuatu yang aneh?" tanya Luna sambil mendekap tubuhnya sendiri.

Aku menggeleng. "Belum," aku terhenti, "mungkin nanti. Yang pasti, ini benar-benar aneh."

Luna hanya menatapku sejenak dengan sorot kecewa. Mungkin dia menginginkan jawaban yang lebih spesifik dariku agar ia merasa tenang sedikit, ya, walau hanya sedikit.

Aku kembali sibuk dengan buku modul bahasa Inggris milikku. Dengan susah payahnya aku mencoba menangkap ucapan guru yang sedang menjelaskan, tetapi, walau setajam apa pun pendengaranku, aku masih belum bisa dengan jelas mendengarnya.

Aku menatap jendela di samping kiriku. Angin bertiup kencang, menyebabkan pepohonan bergoyang tidak keruan, bahkan, salah satu dari mereka terlihat tidak dapat menahan terjangan angin sore ini.

Lengan kananku terasa seperti ada yang menyenggol, segera aku alih kan pandanganku ke kanan. Luna. Dia meyenggol lenganku.

Dia memberi kode yang sama seperti pertanyaannya tadi.

Aku menggeleng lagi. "Aku tidak tahu, Luna. Ini hanya gejala akan turun hujan. Kau tidak perlu takut. Jika memang hantu datang, mereka tidak akan menyerang dirimu," kataku sambil tertawa kecil.

"Tari, kau jangan menakut-nakutiku seperti itu!" Luna memprotes.

Aku mengangkat bahuku. "Kau, kan, memang penakut."

"Ugh, aku mulai membenci sikapmu yang itu," ujarnya.

Aku memutar bola mataku, kembali sibuk dengan secarik kertas putih di mejaku. Aku memainkan pensil digenggamanku dengan brutal, sambil sekali-kali mengetuknya ke meja untuk menghilangkan rasa bosan. Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa mendengar penjelasan guru, jadi aku buat saja kebisingan untuk diriku sendiri.

"Tari!" bentak ibu guru yang notabenenya sebagai guru bahasa Inggris di kelas tambahan ini ke arahku dengan tatapan geram.

Aku tersadar dan langsung diam tak lagi memainkan pensil andalanku. Aku hanya tersenyum canggung.

"Kalau kau mau main drum, sana! Kau ambil kotak sampah di luar, kemudian mainkan kotak sampah itu di pinggir jalan raya," ujar guruku dengan nada mengejek.

Aku hanya menanggapi sindiran guru itu dengan tatapan kosong dan wajah datar.

"Pfft, karma," ejek Luna.

"Lihat saja, aku akan memasakmu, Luna," ancamku sambil menunjukan seringai jahat penuh nafsu. "Pasti dagingmu enak, ya?"

"Ekh, berhenti bersikap seperti itu, Tari!"

JGLAR!

Sambaran petir yang begitu menyilaukan mata melesat begitu saja di langit tanpa bisa ditebak. Semuanya menjerit histeris, dan aku hanya tersentak kaget, sampai-sampai pin rambutku jatuh.

Aku mencoba meraih pin rambut yang berbentuk jarum dengan warna khas musim gugur tersebut. Dengan susah payahnya, tanganku mencari pin tersebut di bawah kolong meja tetangga.

"AKH! Le-leherku! Sakit! Lepaskan!" jerit seorang perempuan yang duduk di bangku paling belakang.

Jeritan tersebut membuatku spontan langsung mencari ke asal suara dan melihat apa yang terjadi tanpa mempedulikan ada di mana pin rambutku.

Suara itu berasal dari mulut Delly. Dia mengerang kesakitan sambil memegang lehernya dan bergerak tidak keruan seperti mayat hidup. Wajahnya begitu pucat bak habis di cat menggunakan cat tembok.

Di belakang tubuh Delly, aku melihat sesosok bayangan yang mencoba memasuki tubuh perempuan tinggi tersebut.

Panik. Itu yang ada pada hati mereka masing-masing, termasuk aku.

Delly berhenti menjerit kesakitan ketika bayangan aneh tersebut sudah masuk ke dalam tubuhnya. Aku tidak tahu bayangan apa itu, dan ini baru pertama kalinya aku melihat hal ganjil seperti ini di sekolah.

"Tari! Kau lihat sesuatu?!" tanya Luna sambil menarik lengan bajuku dengan panik.

Aku tidak menjawab dan hanya menatap Luna sekilas kemudian kembali sibuk dengan diri Delly yang semakin aneh.

Delly terdiam tak bergeming di tempat ia berdiri. Wajahnya tertunduk, rambut hitamnya acak-acakan tidak menentu, dan yang parah, aku bisa merasakan kalau sekarang yang menguasai tubuhnya bukan lah sang pemilik asli.

"Semuanya cepat keluar!" perintahku pada semua orang di ruangan ini.

Beberapa orang segera melakukan perintahku tanpa protes sedikit pun, termasuk Luna.

Tapi, belum sempat mereka keluar, salah satu dari gerombolang orang tersebut terpental ke atas sampai menabrak plafon kelas, menyebabkan suara guruh yang amat mengganggu.

"Siapa pun yang mencoba keluar, dia akan bernasib sama dengan orang yang terpental itu," ucap tubuh Delly yang sudah dikuasai roh jahat tersebut.

Dia mengacungkan tangannya ke arah orang yang baru saja merasakan sakitnya jatuh dari atas, kemudian mengayunkan tangannya ke arah tembok dengan cepat. Seiring dengan hal itu, orang yang ditunjuk terpental lagi ke arah tembok.

Beberapa orang menghampiri korban yang sudah tak sadarkan diri tersebut.

"Tari! Lakukan sesuatu!" ujar Luna kepadaku.

Sudut mataku menangkap sebuah bayangan tangan melesat di bawah kakiku, tangan tersebut meraih sesuatu yang tergeletak di lantai.

Tubuh Delly menyeringai jahat ke arahku sambil menunjukkan benda yang ia dapat. Itu pin rambutku!

"Rasakan ini!"

Tubuh Delly melemparkan pin rambutku tersebut dengan cepat. Entah arah pin tersebut mengarah ke mana. Yang pasti, pin tersebut akan menyerang diriku sendiri.

JLEB

Mata kiriku terasa begitu perih, aku bisa merasakan dinginnya pin rambutku yang tertanam di mata kiriku. Rasanya begitu menyakitkan, sampai mata kananku berlinang air mata tak tahan dengan rasa perih ini.

Dengan getir, tanganku mencoba memegang pipiku. Aku bisa melihat, tanganku yang habis memegang pipi berlumur darah.

Sebenarnya ada apa ini?

***

Halo readers-sama!

Kembali lagi bersama Shirogane Kazemi yang imut ini :3 *pasang pose kawaii* *para readers mulai mual*

Jadi, ini adalah cerbung baru yang kebetulan idenya melesat di otak Shiro waktu les di sekolah wkwkwkwk :v Makanya nama tokoh utamanya Tari. Kalau keanehan mengenai cuaca yang berubah drastis, itu Shiro ambil dari kejadian asli di kelas waktu les, juga suasana yang dingin banget. Emang, suasananya waktu itu horor bet :v

Ya udah, dateng tuh ide tanpa permisi, tulis aja lah. Lagi kagak ada inspirasi :v

Oh, Shiro mau ngasih tahu, kalau mungkin akhir-akhir ini bakal jarang update karena ya ... you know lah :v

Buabay!

SilakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang