9. Petak Umpet 4/4

1.3K 116 10
                                    

"Kumohon jangan pergi," pinta hantu tersebut dengan lelehan air mata yang merosot di pipi pucat pasinya.

Umeka hanya bisa membeku karena saat ini ia benar-benar dekat dengan hantu itu, bahkan, ia sedang melakukan kontak langsung dengan cara bersentuhan. Mulutnya bergetar karena ia tidak tahu harus mengucapkan apa. Keringat dingin mulai mengucur deras dari kening Umeka.

"Biar kujelaskan semua ini," kata hantu itu dengan lembut. "Duduk lah di kursi itu. Kau tidak perlu panik, aku tidak akan menyakitimu bahkan membunuhmu," sambungnya sambil menuntun Umeka untuk duduk di kursi.

Umeka menurut.

Hantu itu tersenyum. "Agar kau percaya aku tidak akan membunuhmu," kata hantu itu. "Kubuang gunting ini." Hantu itu membuang ke sembarang tempat gunting berdarah yang ia pegang.

Tapi tetap saja, Umeka masih merasa ketakutan karena muka hantu itu yang benar-benar menyeramkan. Entah mengapa, jikalau ia melihat wajah hantu di depannya, pandangannya tidak menjadi buram. Ia dengan jelas dapat melihat wajah hantu itu bahkan sampai kerutan-kerutan di kantung matanya.

"Maafkan aku sudah membunuh kedua temanmu," ucap hantu itu membuka pembicaraan.

Umeka mengepal tangannya kuat-kuat sambil menunduk. "Kenapa kau tega sekali?"

Hantu itu terisak pelan. "Aku benar-benar menyesal. Aku hanya ingin balas dendam, tapi aku malah melampiaskan dendamku kepada orang yang tidak bersalah," jelasnya.

"Aku tak habis pikir. Apakah dendam itu yang membuatmu tidak bisa pergi dari dunia?" tanya Umeka, mulai memberanikan diri.

Hantu itu mengangguk yakin kemudian kembali memegang tangan Umeka. Seketika, kepala Umeka terasa begitu berat dan pening. Dia merasakan kalau badannya terjatuh lalu pandangannya menjadi gelap.

***

Umeka mengerjap beberapa kali. Dia melihat pemandangan di sekitarnya hanya ruangan sempit sebesar lemari yang begitu gelap dengan celah pintunya yang memancarkan seberkas cahaya dari luar. Dia melihat dirinya melayang. Ah, bukan, setelah ia mendongak, tangannya diikat oleh seutas tali yang besar.

"Aku ada di mana?" ucapnya lemah.

Beberapa detik kemudian, pintu di depannya terbuka perlahan seraya menampakkan sesosok pria paruh baya dengan pakaian khas laboratorium IPA, dia memegang sebuah gunting yang amat besar bagi Umeka. Mulutnya tertutup sebuah masker, di kantung pakaiannya, terdapat beberapa suntikan.

"Kousen sensei!" teriak Umeka ketika menyadari siapa orang dihadapannya. Pak Kousen merupakan salah satu guru sains yang menghilang satu tahun yang lalu setelah insiden ditemukannya mayat di ruangan IPA miliknya.

"Maafkan aku, Yumi, kau adalah bahan praktik milikku selanjutnya," kata Pak Kousen. Dia menghela napas panjang. "Sebenarnya ada banyak murid yang bisa kujadikan bahan praktik, tetapi kau adalah murid yang kupilih."

"Lepaskan aku!" teriak Umeka sekali lagi.

"Sungguh, maafkan aku, Yumi."

Umeka sama sekali tidak mengerti siapa itu Yumi. Mungkinkah ini sebuah memori yang dikirimkan hantu tadi kepada Umeka untuk menjelaskan rasa dendamnya agar Umeka mengerti?

Pak Kousen menggunting perlahan kaki Umeka, rasanya begitu sakit sekali. Umeka hanya bisa mengerang kesakitan ketika Pak Kousen sendiri begitu menikmati pekerjaannya.

Darah mengucur deras dari tubuh Umeka --atau tepatnya tubuh Yumi yang sekarang sedang dirasakan Umeka.

Setelah selesai memotong kaki Umeka dengan gunting, dia beralih pada mata berkilau muridnya itu, kemudian segera mencongkelnya tanpa pikir panjang, jeritan kesakitan langsung keluar dari tenggorokan Umeka.

***

"Apa yang terjadi?!" Umeka membuka matanya secara tiba-tiba, dia kembali ke tempat semula ia berada. Tubuhnya begitu terasa dingin dan keringat begitu deras membasahi wajahnya.

"Kau lihat? Pak Kousen membunuhku. Kau bisa rasakan betapa menderitanya diriku," kata hantu itu sambil terisak. "Aku hanya ingin balas dendam tetapi aku tak bisa keluar dari gedung sekolah ini untuk mencari Pak Kousen. Jadi, aku membunuh murid-muridnya Pak Kousen."

Umeka menyeka air matanya. "Jadi apa maumu?"

Hantu itu tersenyum. Lama kelamaan, tubuhnya menjadi memudar seperti terhempas angin. "Aku ingin kau temukan Pak Kousen dan penjarakan dia karena telah membunuh muridnya sendiri hanya untuk bahan praktiknya. Kumohon," pinta hantu tersebut dengan nada yang sangat lirih. Ketika ucapannya selesai, tubuhnya hilang perlahan.

"Aku sudah tenang. Maafkan aku sudah membunuh kedua temanmu. Kalau kau mau, bunuh saja Pak Kousen," ucap hantu itu akhirnya.

Umeka hanya bisa terdiam sejenak kemudian segera pergi meninggalkan tempat tersebut dan segera melaksanakan apa yang Yumi suruh kepadanya.

Ia hanya bisa memaklumi apa yang sudah terjadi.

***

Yo~

Sudah TAMAT :V

Tunggu part bonusnya, ya.

Jangan lupa vote dan komentarnya.

SilakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang