23. Rambut Rontok 3/3

835 105 49
                                    

"Kau cari mati, ya, Meyumi?"

Meyumi langsung menatapku dengan tatapan takut dan penuh bersalah. Sepertinya dia tidak tahu bahwa aku sangat menyukai Hachiro lebih dari apa pun, dan hari ini, Meyumi malah mencium mendiang Hachiro di hadapanku.

Tapi kenapa aku mengatakan itu juga?! Aku bukan pribadi yang seperti ini!

"Maafkan aku, Shiro ... aku juga menyukai Hachiro. Kau tahu kan kalau aku dan Hachiro sudah kenal sejak kami masuk universitas yang sama. Aku tidak tahu kalau Shiro juga menyukai Hachiro, aku sungguh minta maaf," ucapnya memohon.

Aku mencoba tersenyum walau itu rasanya pahit sekali. Tanganku bergetar --tidak, bahkan jantungku rasanya mau copot. "Lupakan saja itu. Sekarang kita perlu mencari pembunuh Hachiro," ujarku mencoba mencairkan suasana.

Meyumi mengangguk pelan sambil meletakkan kepala Hachiro ke lantai perlahan-lahan.

Sebenarnya aku ingin sekali memotong leher, mencongkel matanya, atau bahkan mencabut jantung Meyumi agar ia mengerti betapa sakitnya hatiku dibuatnya. Tapi aku hanya mencoba meredam emosiku.

Kami menaiki tangga yang kotor sekali, setiap anak tangga yang kami pijak, meninggalkan bekas jiplakan telapak kaki kami yang begitu jelas.

Mayumi terus terbatuk selama menaiki tangga.

Lalu, sampailah kami di depan kelas 9-D yang dulu muridnya adalah mangsa bagi hantu yang sering meneror sekolah ini. Diperkirakan mencapai setengah dari jumlah siswa di kelas ini telah mati diserang hantu tersebut.

Dengan sekuat tenaga aku mencoba menarik pintu kelas tersebut. Tapi, hasilnya nihil, kekuatanku belum cukup kuat untuk membuka pintu tersebut.

"Bisa kau tolong aku, Meyumi?"

Meyumi tidak menjawab, dia hanya sibuk dengan menatapi setiap sudut langit-langit koridor kelas.

"MEYUMI!" Akhirnya pun aku berteriak.

"Ah, ya?" jawabnya sambil terlonjak kaget.

"Aku tidak bisa membuka pintu ini. Bisa kau bantu aku?" pintaku.

Meyumi mengangkat sebelah alisnya, dan tanpa berpikir panjang langsung membuka pintu tersebut dengan mudahnya. "Hanya begini saja kau tidak bisa?" ejeknya.

Saat ia mengatakan itu aku ingin cepat-cepat membunuhnya.

Aku tidak menanggapi ejekannya, aku menerobos masuk tanpa mempedulikan Meyumi, mau dia meyombongkan diri, aku tidak akan peduli lagi dengannya, bahkan jika ia dicekik hantu aku akan menontonnya saja sambil makan jagung bakar.

Aku dapat melihat kondisi kelas yang sudah tak layak, tapi bangku-bangkunya masih lengkap dan tersusun rapi sebegitu rupa sampai aku tak percaya. "Apa benar ini kelasnya, Meyumi?" tanyaku memastikan.

"Ya, dari koran yang kubaca ini tertulis begitu."

Ha? Koran? Barusan dia membaca koran? "Maksudmu?"

"Aku menemukan koran ini tergeletak di lantai pintu dan kau menginjaknya. Karena penasaran koran apa, aku membacanya sekilas. Dan memang benar kelas yang diteror tersebut kelas 9-D."

"Apa kau tidak merasa ganjil? Koran ini terbit setelah satu minggu sekolah ini ditutup. Memangnya ada yang mengirim koran ke sini?" kataku.

"Aku yang mengirimnya!"

Suara yang tak aku ketahui asalnya tersebut memekakan telinga. Suaranya jelek sekali! Aku tidak rekomendasikan dia masuk ke klub paduan suara. Jelek se-ka-li!

"Kau dengar itu, Shiro?" tanya Meyumi.

Aku mengangguk dan menajamkan indra pengelihatanku. Dari langit-langit kelas, aku bisa melihat bahwa ada jari panjang berwarna hitam, kusam, jelek, dan berkuku tidak rapi merayap keluar. Sesaat kemudian, beberapa helai rambut hitam nan panjang berjatuhan bak hujan.

"Sepertinya kita harus keluar dari sini!" ujar Meyumi dengan rasa panik.

"Tidak. Aku tidak bisa meninggalkan momen ini sebelum dapat mencekik hantu itu karena dia telah membunuh Hachiro. Dan ... dan ... dan ... aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum aku menghabisimu."

"Shiro ... aku kan sudah minta maaf."

"Maaf?" aku tertawa kecil. "Menurutmu maaf bisa menghidupkan Hachiro lagi?" Aku meraih sebilah besi yang tergeletak di lantai.

"Shiro, apa yang akan kau lakukan?" tanya Meyumi sambil melangkah mundur di saat aku melangkah maju mendekatinya.

Aku tersenyum bengis. "Menghabisimu beserta hantu itu."

"Hei manusia! Tidak ada artinya kalian datang ke sini. Untuk apa? Untuk membunuhku? Bahkan aku sudah mati! Aku punya dendam terhadap sekolah ini karena aku sudah di bunuh oleh guruku sendiri di sini! Jadi, aku memilih untuk membunuh lebih banyak penghuni sekolah ini daripada harus berdiam diri di alam kubur! AKU TIDAK AKAN PERNAH TENANG! Lebih baik sekarang kalian saling membunuh satu sama lain saja maka aku tidak akan kesulitan lagi untuk membunuh kalian berdua!"


"Sebenarnya apa maksudmu membunuh Hachiro?!" tanyaku dengan nada emosi.

"Hachiro? Jadi laki-laki tampan tadi bernama Hachiro?" terkanya. Dia tertawa keras sampai rasanya telingaku mau pecah. "Tentu saja untuk membuat kalian berdua bersaing."

Aku menelan ludah karena aku merasakan ada seseorang yang meraih pundakku dan menggelantung di leherku. Dan benar saja, rambut hantu itu tergerai di atas kepalaku. Ugh, baunya memuakkan.

"Shiro ... kau tahu tidak? Meyumi, temanmu itu sangat mencintai Hachiro bahkan rencananya ia akan menikah dengan kekasihmu minggu depan. Heh, sayang sekali dia sudah wafat."

"Me-menikah? Meyumi dengan Hachiro akan menikah?" ulangku.

"Ya! Sebaiknya kau habisi saja dia!"

"Shiro, itu tidak benar! Kumohon, aku sudah minta maaf, aku tidak tahu kalau kau juga menyukai Hachiro. Shiro ...," Meyumi memohon dengan sepenuh hati, tetapi aku tidak akan memaafkannya sampai kapan pun. Dia akan menikah dengan Hachiro? Mati saja kau!

"Kau teman tapi menghanyutkan, Meyumi." Aku berjalan mendekat sambil menyeret besi yang kugenggam, bersiap untuk menghabisinya.

"Shiro!"

"Bagus, seperti itu, Anak Pintar."

Dengan penuh perasaan lega aku memainkan beberapa darah yang keluar dari tubuh Meyumi. Yah, kupikir ini tidak terlalu buruk. Lumayan juga, tubuh semapai milik Meyumi akan jadi milikku, mata berwarna biru cerah miliknya, dan jari lentiknya akan lenyap!

Dan aku bisa hidup bebas. Walau tanpa Hachiro, tapi, Hachiro pasti selalu ada untukku.

"Ini memang menyenangkan!"

Darah segar miliknya mengucur deras, mengotori semua lantai kelas, aku menyeret mayat Meyumi mengelilingi seantero sekolah. Walau aku tidak begitu tahu maksudku, tapi ini menyenangkan.

Lain kali aku harus kembali ke sini lagi bersama teman-temanku yang lain untuk berlibur dan memecahkan misteri sekolah ini walau pun tidak akan pernah ada jawaban.

Untuk saat ini, aku serahkan saja pada kalian.

***

Hayo ... siapa yang tahu hantu itu namanya siapa? :v

Dia hantu dari part lain lho, part berapa hayo? Yang dia dibunuh sama gurunya itu lhooooo~!

Au ah, dadah~!

Jangan lupa ketuk tanda bintang yo~!

Buabay, aku mau masak dagingnya Meyumi dulu :D *melambaikan kepalanya Meyumi*

SilakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang