Chapter 48

13.7K 865 72
                                    

Jeng...jeng....jeng muncul lagi. Klok tulisan saya rada gaje-geje ngerti ja ya... Tidak menulis sekian bulan membuat otak blankkkkkk saat mau lnjut.

Keduanya melangkah dalam diam. Otak mereka penuh. Kejadian beberapa menit lalu berhasil mengaduk hati mereka. Suara-suara aneh yang di ciptakan otak masing-masing membuat pendengaran mereka sedikit bermasalah. Andai pertanyaan tegas Reichi yang di ulang ke lima kalinya tidak di ucapkan dengan nada yang sengaja di naikkan Reichi beberapa oktaf, mungkin sampai detik ini dua saudaranya tetap memasang ekspresi patut di kasihani.

"Sejak kapan kau disana?" Kenichi bertanya linglung. Menatap Reichi yang bersandar dengan tangan terlipat di depan dada tepat di pintu kamar Sasuke yang tertutup rapat. 

Sarada memilih berlalu menuju kamarnya. Membiarkan dua saudaranya berbicara empat mata. Ia butuh tidur. Rencana tidur bersama kaasan-nya terpaksa di tunda. Kejadian malam ini sukses membuat mood-nya buruk.

Ekor mata Reichi mengikuti punggung Sarada yang mulai menghilang. "Apa yang terjadi?" kembali fokus pada Kenichi.

Nada datar Reichi tidak mampu menyamarkan rasa khawatir yang di peroses pendengaran Kenichi. "Hanabi bertemu Kaasan."  Kenichi menjawab pelan. Giginya bergemelutuk mengingat yang di lakukan Hanabi pada Sakura.

Emosi di wajah Kenichi di baca Reichi dengan cepat. "Dia menyakiti Kaasan?" Reichi bertanya geram.

Tidak ingin menambah masalah, Kenichi menyangkal. "Tidak."

"Jangan membelanya." Selesai mengatakannya, Reichi menjauhi posisi Kenichi.

Kenichi terpaku. Emeraldnya tidak lepas dari punggung Reichi yang menjauh. Apa Reichi tau ia berbohong??  pertanyaan bodoh. Kepekaan Reichi patut di acungi. Tidak ingin mempercepat proses munculnya kerutan pada wajah tampannya, kaki panjangnya mengikuti jejak Sarada. Bertemu ranjang besarnya pilihan tepat untuk saat ini. Mungkin besok pagi sebaiknya ia bsikap biasa pada Hanabi.

      
                       ¶¶¶¶¶¶¶

Detik kakinya menapak permukaan marmer yang menunjukkan dengan angkuh tiga sosok berdiri beberapa meter di depannya dengan pose cukup membuat genggamannya mengepal. Berusaha mengisi otak jeniusnya dengan hal-hal positif, Reichi menarik nafas pelan. Jujur, ia tidak menyukai apa yang di rekam onyxnya detik ini. Apa maksud kaasanya berpelukan ralat memeluk wanita ular sejenis Hanabi??? Ia lebih rela melihat Hanabi di peluk ular peliharaan Orochimaru.

Tidak ingin menikmati opera sabun di depannya berlanjut, pita suara Reichi terbuka. "Kaasan!" Suara dingin Reichi mengalun. Kakinya maju beberapa langkah.

Pelan, pelukan Sakura terlepas. Tersenyum pada Reichi. "Belum tidur?" mendekati posisi Reichi. Jari lentiknya mengusap lengan Reichi sayang.

Seulas senyum tipis di berikan Reichi. Netranya menyorot hangat menatap Sakura. "Aku menunggu Tousan dan Kaasan."

Sakura mengangguk. Alis Sasuke bertaut lalu berkata. "Ada apa?"  mempersempit jarak dengan Reichi dan Sakura. Mengabaikan Hanabi beberapa langkah di belakang punggungnya. Apa Sasuke sadar perbuatannya membuat Hanabi Hyugga merasa.... Entahlah.

"kalian darimana?" Reichi menjawab. Menatap Sasuke tulus. Sesekali netra kelamnya melirik sosok di belakang punggung kokoh Sasuke. Raut pias Hanabi membuat sudut bibirnya tertarik samar.

Sakura memilih menjawab. "Mencari angin." Lengan mungilnya merangkul lengan Reichi. Mengerti, Reichi berbalik. Menuntun Sakura menuju pintu mansion. Memilih tidak memusingkan jawaban Sakura.

Melepas kepergian Sakura dan Reichi di depannya, Sasuke berbalik menatap Hanabi. Bericara datar. "Kau tidak masuk?"

Tersadar, Hanabi menggeleng kaku.

Desire (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang