14 Christian.

2.9K 152 1
                                    

Bukan nggak bisa diajak bercanda, tapi bercandamu yang nggak tau "tempat". Bedain mana yang pantes dibecandain mana yang enggak.

● ● ● ●

"Kamu sudah mengundurkan diri dari kantormu itu?" Tanyaku pada Aurel. Dia sedang mondar-mandir ke lemari satu ke lemari lainnya. Pusing aku melihatnya.

Dia menaiki kursi untuk menaruh pakaian-pakaian yang sudah bibi seterika. "Ehm.. sudah." Jawabnya.

Aku manggut-manggut mengerti. "Bosmu siapa namanya?" Tanyaku tiba-tiba.

Aurel meletakan selimut di tempat tidur. "Jackson Wood. Panggilannya Pak Jackson." Jawabnya. Aku langsung berhenti membaca berkas dan menatapnya tak percaya.

Mungkin dia bingung dengan tatapan yang aku berikan dan dia langsung bertanya. "Kenapa? Keliatannya kamu kaget banget gitu.." katanya bingung.

"Enggak. Gak apa." Kataku berbohong.

"Beneran?" Tanyanya.

"Iyaa.." aku mengacak rambutnya pelan.

Dia cemberut. "Ihh.. aku sudah sisir.. malah di berantakan lagi.." pipinya mengembung. Aku mencubit pipinya.

"Sudah sana tidur.." kataku.

"Aku mau lihat Daffa.." dia langsung beranjak berdiri meninggalkanku.

"Aku sendirian dong?" Aku membuat ekspresi kecewa yang sengaja kubuat-buat.

Aurel berkacak pinggang. "Biasanya jugakan sendirian. Manja banget sih?!" Sebalnya.

Aku langsung menelungkupkan kepalaku. Pura-pura ngambek ke dia. Aku mendengar dia berdecak.

"Gausah alay deh.. lagian kamar Daffa kan di ujung sana. Gak lama." Katanya yang sedikit kesal denganku.

Aku mengabaikannya. Aku ingin tertawa kencang tapi, aku segera menahannya. Aku merasakan ranjang ini sedikit tertekan karna berat tubuh seseorang.

"Gausah alay deh Christ.. yaudah.. aku tidur di luar aja kalau gitu." Kata Aurel tepat di telingaku. Hembusan nafasnya di telingaku, membangkitkan sesuatu di dalam tubuhku.

Aku langsung berbalik dan tubuh Aurel langsung menimpa diriku. Aku bisa melihat wajahnya memerah.

Kami tetap saling tatap begitu dan tubuhnya masih menimpa diriku. Wajahnya memerah semerah tomat yang dijual di pasar.

Sampai sebuah suara berhasil membuat kami berdua sadar. Pintu terbuka dengan keras. Mengkagetkan kami berdua.

"Pa.. bantuin kerjain tugas Daffa dong.."

Aurel langsung duduk dan membenarkan rambutnya. Dia menunduk. Aku juga langsung duduk.

"Kalian habis ngapain?" Tanya Daffa bingung. Dia berhenti di depan pintu kamar.

"Enggak. Gak apa!" Jawab Aurel cepat.

"Kenapa kamu disini Daffa?" Tanyaku bingung akan kedatangannya.

Dia langsung berlari kecil menghampiriku dan memberikan buku cetaknya. "Bantuin Daffa. Ini susah." Dia membuka halaman yang ingin dia tanyakan.

"Sama mama aja.." kataku.

"Iya sini.. mama ajarin.." kata Aurel sambil tersenyum lembut ke Daffa.

"Ayolah pa.. ajarin Daffaaa.." rengeknya.

"Papa harus kerjain ini Daffa." Aku menunjukan berkas yang tadi aku baca. "Sama mama aja ya," lanjutku.

"Yang mana? Sini mama ajarin?" Tawar Aurel padanya. Kurang baik apa lagi nih anak?

Something Big ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang