15. Aurelia.

3K 133 5
                                    

Orang ketiga itu pasti ada , tergantung kitanya aja ngasih jalan atau enggak.
Kesetiaan itu datang dari diri sendiri *wink*

● ● ●

Rasanya aku ingin membunuh sekretaris sialan Christian. Sayangnya hukum dan peraturan masih berlaku di dunia ini.

Dari kapan hari, dia selalu mencari gara-gara denganku. Entah apa maunya..

Buktinya tadi, aku gak ngapa-ngapain baru aja dateng, eh dia malah jambak rambutku. Aku memang mengakui kecantikannya tapi, otaknya psyco! Gak waras sama sekali otak yang diberikan tuhan padanya itu!

Aku masih gak habis pikir, kenapa Christian sanggup bertahan sekaligus bertunangan dengan wanita gak waras dan gak punya hati nurani itu?! Mungkin Christian di kasih pelet sama dia!

Ehh.. gak boleh fitnah gitu. Bukannya mengurangi dosa malah nambah dosa kalau kebanyakan fitnah dan marah-marah sama cewek sinting itu.

Oh ya.. soal Daffa. Apakah kalian ingin mengetahui perkembangannya? Aku akan mengatakannya pada kalian.

Daffa dan aku sudah lumayan dekat. Setidaknya dia tidak memanggilku tante dracula lagi, tapi masih tetap panggil tante. Dan dia sudah mau berbicara denganku, walau itu singkat -tapi enggak sesingkat dulu. Dan sekarang dia bukan manusia dingin lagi. Dia sekarang gampang tertawa saat di depanku.

Setidaknya itu adalah kemajuan yang paling cepat dan pesat dari perkiraan yang aku simpulkan pertama kali.

"Kamu mau makan apa?" Aku sadar dari lamunan singkatku tentang perkembangan yang sudah ada. Aku bahagia, tentu saja.

Aku tersenyum lembut ke arahnya. "Samain aja kayak kamu..." jawabku seadanya.

"Oke.."

Aku mengetuk-ketukan kukuku ke meja. Kepalaku pusing sekali. Aku memijit pelipisku pelan. Kepalaku menunduk menahan rasa sakitnya.

Tapi, tiba-tiba aku merasakan kepalaku di elus pelan dengan tangan besar. "Kenapa?" Tanya suara bariton yang sangat dalam terdengar di telingaku.

Aku mendongak untuk menatap wajahnya yang seperti dewa yunani itu. Aku ingin memotret wajahnya yang tampan itu di kamera ponselku.  "Enggak. Gak apa." Jawabku seadanya.

Dia menatapku khawatir. Hatiku menghangat saat ia menatapku begitu. Aku merasa di cintai jika ia terus menatapku begitu. Tolong jangan teruskan hal ini. "Yang bener? Bilang ya kalau kamu gak enak badan.."

Aku tersenyum lembut ke arahnya. Lalu mengangguk. "Iya.. cuman agak kepikiran soal sesuatu.." kataku. Kalian sudah tahu apa maksudku itu. Sesuatu itu adalah soal sikap gak waras dari sekretarisnya itu.

"Kepikiran soal apa?" Dia masih menatapku dengan tatapan yang bisa ku artikan bahwa ia sangat khawatir padaku.

Sebelum aku menjawab, pelayan mengantar makanan kami berdua. Aku berterima kasih pada pelayan itu. Kenapa? Karena, aku malas menjawab pertanyaan dari Christian.

"Makasih ya mas.." kataku dan aku mengabaikan Christian. Lalu aku langsung melahap makananku dengan tenang.

"Jawab dulu Aurel. Kamu kepikiran apa?" Tanyanya begitu. Dia menarik-narik lengan kaus yang ku kenakan. Dia seperti anak kecil yang merajuk karna gak di kasih permen.

"Apa sih? Makan sana." Kataku cuek. Kemudian aku langsung menghabiskan makanku.

"Ihhh Aurel gitu maahhh.." dia merajuk. Sedangkan aku sedang menahan tawa agar tidak meledak. Kelakuannya berbeda saat ia di kantor. Disini ia terlihat childish sedangkan di kantor ia berwibawa dan tegas.

Something Big ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang