33. Aurel.

1.9K 115 4
                                    

Seketika gua sadar ternyata jadi cuek lebih menyenangkan di bandingkan peduli tapi gak di hargain sama sekali.

● ● ●

"Ngapain kesini?" Tanyaku datar.

Dia tersenyum. Senyum licik lebih tepatnya. Oh Tuhan.. aku benar-benar membenci wanita ini.

"Boleh aku masuk?" Tanyanya.

"Oh tentu saja. Gue sangat tersanjung atas kunjungan lo yang menurut gue gak akan berguna bagi gue," kataku sinis.

Aku membuka pintu lebih lebar. Dia masuk.

Kalau aku tidak ingat ajaran mama tentang menghormati orang lain, mungkin aku sudah mendorong, menjambak, dan membunuhnya.

"Kenapa lo kesini? Berguna atau gak? Kalau gak, lo boleh keluar lagi. Pintu sebelah kanan gue," kataku.

"Tentu saja aku kesini berguna, Aurel." Dia tersenyum manis. Ehm.. lebih tepatnya, senyum jahat dipenuhi kelicikan.

"Untuk apa? Waktumu 10 menit sebelum aku menendangmu keluar," kataku malas.

"Oke." Dia menghela nafas. "Ceraikan Christian, Aurel. Aku hamil. Anaknya. Anakku membutuhkan dia." Katanya.

"Oh.. gue sangat tidak yakin kalau itu anaknya Christian. Gue tahu, lo itu sangat licik. Lo bakalan melakukan apapun untuk mendapatkan Christian. Asal lo tahu ya, gue gak akan mempan dengan embel-embel anak Christian yang katanya tumbuh di rahim lo itu." Kataku.

"Kamu ingin uang berapa Aurel? Untuk menjauhi Christian dan juga menceraikannya." Katanya sambil mengeluarkan cek.

"Gue tidak butuh uang lo itu. Cinta tidak bisa dibeli, Diana." Aku membuka pintu. "Lo bisa keluar atau lo mau gue tendang lo. Dan mungkin bisa membunuh janin lo itu," kataku.

"Ceraikan dia, Aurel. Aku membawa surat perceraiannya. Kamu bisa menanda tanganinya." Dia mengeluarkan sebuah map. Dia meletakan di atas meja.

Aku mengambil map itu. Belum ada tanda tangan Christian. Oh Tuhan.. aku tidak sebodoh itu.

"Lo mau tanda tangan gue kan?" Tanyaku. Dia mengangguk.

Aku merobek kertas itu. "Lo bego banget sih.. kalau Christian mau gue cerai dengannya, seharusnya dia sudah tanda tangan disini. Dasar.." kataku sinis.

Aku membuang kertas itu ke tempat sampah. "GET OUT!" Teriakku.

Aku menarik tangannya dan menghempaskan tangannya keluar. "Pergi lo!" Aku menutup pintu dengan keras kemudian menguncinya.

Aku menarik nafas kemudian membuangnya dengan kasar.

"Sial." Umpatku.

● ● ●

"Sudah berapa bulan kandungan lo?" Tanya Adam.

"Mungkin 1 bulan kurang." Jawabku. "Oh ya Niss.. lo kemarin mau ngomong apa sama gue?" Tanyaku pada Anisa yang sedang menikmati ice coffee nya.

Anisa langsung tersedak ice coffeenya. "Gue mau kasih tahu lo, Bastian.. sudah ada di Jakarta. Lebih tepatnya, hari ini dia datang." Katanya.

"What?! Oke. Gue pulang." Kataku sambil bergegas pergi dan aku menabrak badan seseorang.

Something Big ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang