31. Aurel.

1.9K 97 1
                                    

Move on itu bukan soal melupakan yang lama, tapi menghilangkan rasa yang pernah ada.

● ● ●

Aku menguap dan membuka mataku perlahan. Suasana sepi langsung menyambutku.

Oh iya..

Akukan sudah pergi dari rumah Christian. Tepatnya kemarin sore.

Aku menatap jam dimeja nakas. Astaga.. ini masih pukul 4 pagi. Masih terlalu pagi buat sarapan.

Kemarin aku beneran gak bisa tidur. Kenapa? Because I'm crying. I don't know why I'm crying like a baby. Maybe from my hormone.

Suara percakapan Christian dengan Diana terputar kembali di telinga dan pikiranku.

Apakah aku tidak pantas mencintai seseorang, Tuhan? Kenapa disaat aku mencintai seseorang, orang itu selalu pergi? Kenapa?!

Terdengar ketukan di pintu.

Aku langsung parno.

Siapa yang datang pagi-pagi buta begini?

Aduh..

Buka gak ya?

Gausah deh.

Tapi, suara ketukan di pintu terdengar makin keras.

Kalau aku buka, takutnya maling. Aduh..

Aku keluar dari kamar dan mengambil penggulung adonan.

"Siapa?!" Teriakku.

"Buka.." katanya. Suaranya seperti cowok. Tapi, aku kayaknya kenal deh suaranya.

Aku mengintip dari lubang pintu. Tidak kelihatan siapapun.

"Open the door, please!" Ketukannya semakin keras.

Aku membuka pintunya perlahan -takut dia mendobrak dan malah merusak pintuku.

"Christian?!" Pekikku saat melihat orang yang aku tinggalkan kemarin sore.

"Aku merindukanmu.." katanya. Dia tiba-tiba menciumku. Ciumannya seperti mencurahkan segala perasaannya.

"Stop it, Christian!" Aku mendorongnya. Bukan karena aku tidak menyukai ciumannya. Tapi, mulutnya itu ada sedikit bau alkohol.

"Kamu gak kangen sama aku?" Tanyanya. Dia menatapki sedih.

"Ngapain kesini? Kemana Daffa?" Tanyaku balik. Aku menatapnya.

"Dia dirumah. Gak mau bicara sama aku sampai kamu balik lagi ke rumah.." katanya.

Christian sedikit mabuk. Tapi, alkohol itu tidak mempengaruhi pikirannya.

"Come back home, Rel. I never sleep with that bitch. Trust me.." katanya.

"I try trust you. But you never bring me that proof to me. Apakah aku bisa trust you kalau kamu tidak membawa kebenaran itu?" Kataku.

Air mata mengalir sedikit demi sedikit ke pipiku. Oke, aku tidak bisa lagi membicarakan hal ini. Ini akan membuatku menangis terus menerus.

"Don't cry. Okay, I'm gonna bring your wish. But promise me, you should come back home after I bring that proof. Okay?" Katanya. Dia mengusap air mataku.

"Okay." Aku mengangguk.

"Sekarang, aku mau tidur disini." Katanya seenaknya.

"No no. You can't sleep here," kataku langsung -dan tegas.

"Ayolah.. aku capek banget," katanya.

Aku menghela nafas. "Yaudah sana. Lagian aku mau makan. Laper." Kataku. Aku membuka pintu sedikit lebih lebar.

"Aku beliin.." kata Christian.

"No. Aku masak sendiri." Kataku.

"Aku masakin," katanya lagi -seolah aku ini tidak bisa masak.

"Tidak, Christian. Katanya kamu mau tidur? Tidur aja. Pakai kamarku, lagian aku sudah tidak mengantuk." Kataku mengingatkan rencana awalnya.

"Tidak jadi. Kamu mau makan apa?" Tanyanya. Dia menggandengku menuju dapur -seolah dia yang punya apart ini.

"Aku bisa masak sendiri. Lebih baik sekarang kamu tidur dan biarkan aku bekerja sendiri," kataku menolak -dan mungkin hasilnya akan percuma.

"No. Ini untuk kebaikanmu dan kesehatanmu, Aurel.." katanya.

"Kesehatan? Aku sehat. Aku bahkan sangat sehat," kataku tak mengerti maksud pembicaraannya.

"Untuk kesehatan bayi kita." Katanya.

"Oh.. babynya baik kok. Bahkan, kata dokter kandungannya sehat," kataku lagi. "Stop talking. I want cooking cause I'm very hungry. Like I'm gonna eat people," aku mengambil penggorengan.

"Come back home, Rel.." katanya.

"Sudah kubilang bukan? Bawakan bukti itu, then I will be back." Kataku cuek.

Aku mengocok telur dan menambahkan gula sedikit dan susu murni.. I mean, susu tanpa campuran gula. Setelah selesai, aku mengambil piring dan juga nasi. Dan jangan lupa sambal.

"Kamu kalau mau makan, masak sendiri ya.." kataku. Aku berjalan melewatinya.

Aku duduk di salah satu sofa dan menyalakan tv. Tapi, tiba-tiba Christian duduk disebelahku dan merebut piringku.

"Oke, kalau kamu gak mau masak sendiri. Aku masak lagi," kataku sedikit kesal. Aku hendak berdiri, namun tanganku dicekal.

"Duduklah. Aku akan menyuapimu," katanya.

"Kamu gak perlu lakuin itu, Christian. Aku bisa makan sendiri," kataku sambil hendak merebut piringku namun ditahan oleh dia.

"Ayolah, Rel. Plis.. aku aja." Katanya.

Aku menghela nafas. Menyerah. "Oke oke. Up to you." Kataku.

● ● ●

"Nanti sore aku bawain bukti yang kamu minta," kata Christian. Dia ingin pulang ke rumah kemudian berangkat ke kantor.

"Hmm.." kataku malas.

"Hati-hati di apart ya. Jangan nakal," katanya lagi.

"Nyindir diri sendiri kayaknya," gumamku pelan.

"Kamu bilang apa?" Tanyanya.

"Oh enggak. Gak ada kok," kataku berbohong.

Dia mencium bibirku cepat. "Hati-hati ya.." katanya kemudian pergi.

Aku menutup pintu. "Huh.. kenapa orang itu dateng sih?! Bete kan gue jadinya," kataku kesal.

Aku melihat apart dengan malas. Ini masih pukul 7 pagi. Mau ngapain coba?

Biasanya aku bakalan siapin sarapan buat Daffa dan Christian. Membuat bekal untuk Daffa. Astaga.. kebiasaanku dirumah itu tidak bisa hilang.

Aku mendengar suara ketukan lagi. Siapa lagi sih?! Ganggu orang aja!

"Iya bentar!" Teriakku kesal.

Aku membuka pintu.

Dan..

Wajah orang yang sangat ku benci ada dihadapanku.

Halloooo..
Gimana kalau kali ini aku minta 40 vote? Bisa atau ga? Hehe..

TBC~~~

Something Big ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang