25. Christian.

2.3K 125 0
                                    

Aku tidak berharap pada siapa pun lagi. Yang aku harapkan sekarang adalah sembuh dari patah hati.

● ● ●

"Daffa.. sampai kapan kamu memanggil mama kamu dengan sebutan tante?" Tanyaku pada Daffa.

Dia menatapku. "Sampai aku bisa menerimanya, pa." Jawabnya acuh.

"Tapi.. sampai kapan?" Tanyaku.

"I dont know pa."

"Belajarlah untuk memanggilnya 'mama', Daffa. Bagaimanapun juga, dia akan selalu disini.."

Daffa tak menjawabku. Dia masih terus membaca bukunya.

"Bagaimana kalau papa katakan, kamu mau punya adik?" Aku kembali bersuara.

"Papa jangan mengada-ada deh.." katanya tak percaya akan ucapanku barusan.

"Papa gak bohong, Daffa. Mama kamu hamil." Kataku. Seharusnya ini jadi kejutan saat Daffa mau menerima Aurel dan mau memanggilnya 'mama'.

"Papa tunggu kamu panggil mama kamu dengan sebutan 'mama'." Aku menepuk pundaknya lalu beranjak pergi.

Aku tersenyum saat melihat Aurel sedang mengeringkan rambutnya. Aku menghampirinya kemudian memeluknya dari belakang. Mengecup lehernya.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Tadi aku ngomong sama Daffa.." kataku. Aku mengecup lehernya lagi.

"Ngomong apa ke Daffa?" Tanyanya. Dia meletakan hair dryer ke meja rias.

"Soal kapan dia bakalan panggil kamu 'mama'.." kataku. Aku menumpuhkan daguku di bahunya.

"Tunggu saja.. dia bakalan terima aku dan juga calon adiknya nanti.." dia tersenyum manis. Dia mengelus perutnya yang masih rata.

Aku memutar tubuhnya jadi menghadap ke arahku. Aku meletakan tanganku di pinggangnya. Menariknya mendekat.

"Janji kamu gak akan ninggalin aku?" Tanyaku padanya. Aku menatapnya serius.

"Aku berjanji. Aku akan pergi saat kamu melakukan kesalahan yang membuatku sakit.." katanya.

"Aku mencintaimu, Aurel.." bisikku.

"Aku tahu.." dia tersenyum tipis.

"Tante.. ajari aku yang ini..." aku dan Aurel langsung memisahkan diri saat mendengar suara bocah.

"Kamu minta diajari apalagi, Daffa?" Tanya Aurel. "Kemarilah.." Aurel berjalan ke kasur dan diikuti Daffa.

Aku mengikuti mereka dan duduk sambil mendengarkan celotehan mereka.

● ● ● ●

Aku membuka mataku saat aku mendengar suara berisik dari arah kamar mandi.

Aku melihat ke kasur sebelahku. Aurel menghilang. Aku langsung terduduk.

"Aurel.." panggilku. Aku melihat jam weker di atas nakas. Masih pukul 3 pagi.

Ceklek..

Pintu kamar mandi terbuka. dan nampaklah Aurel yang mengenakan baju tidur berbahan sutra tipis.

"Ada apa?" Tanyaku setelah ia duduk di kasur. Aku mengelus puncak kepalanya.

"Gak apa. Perutku agak mual daritadi.." katanya. Wajahnya terlihat pucat. Astaga..

Something Big ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang