29. Aurel.

1.8K 93 2
                                    

Tolong jangan bandingkan aku dengan dia yang mengisi masa lalumu. Perlu kamu ketahui, Aku memiliki caraku sendiri untuk mencintaimu.

● ● ● ●

Aku berjalan masuk ke dalam rumah saat mobil Christian sudah meninggalkan pelataran rumah.

"Daffa? Kamu dimana?" Teriakku.

Tadi dia masih ada di sini. Kemana anak itu? Tiba-tiba menghilang..

"Aku di kamar.." aku mendengar suara. "Kenapa tan?" Tanyanya.

Aku mendongak, dia di atas. Membawa peralatan sekolahnya.

"Gak papa. Mama kira kamu kemana. Yaudah, kamu cepetan. Nanti telat." Kataku. "Mama siapin bekalmu dulu.." aku meninggalkan ruang tamu.

Aku mengambil kotak makanan yang tergeletak di rak pencuci piring. Aku mulai menyiapkan makanan dan meletakannya di dalam kotak tersebut.

"Tante dimana?" Teriak sebuah suara.

"Mama didapur sayang. Kemarilah. Bawa tas mu juga.." kataku.

Derap kaki kecil terdengar mendekatiku.

"Mana bekalku tan?" Tanyanya setelah ia berhenti di depan meja dapur.

"Ini.." aku memberikan perlengkapan makan padanya.

Dia menerimanya kemudian memasukan nya ke dalam tasnya.

"Tante ikut antar aku?" Tanyanya.

"Ehmm.. ikut gak ya?" Godaku padanya.

"Jangan bercanda tante. Aku serius.." katanya mulai kesal denganku.

"Hahaha.. iya iya. Mama anter kamu." Aku mencubit pipinya dengan gemas.

"Jangan cubit-cubit tanteee.." katanya mulai merengek.

"Iya iya.." aku tertawa kecil. "Mama ganti dulu ya.." aku berjalan meninggalkannya.

Aku mengusap perutku yang masih terlihat rata. Aku tersenyum menatapnya.

"Mama sama papa sayang kamu, nak. Tumbuh dengan sehat ya.." kataku pelan.

"Tanteee ayooo.." teriak sebuah suara di luar kamar. Aku mengikat rambutku menjadi satu.

"Iya mama bentar lagi keluar.." kataku.

Aku mengambil sling bag ku, memasukan ponsel dan power bank, kemudian membawanya keluar.

○ ○ ○ ○

"Belajar yang pinter ya.." kataku memberi nasihat pada Daffa.

"Iya.." dia mengangguk.

"Nanti dijemput supir." Kataku.

"Oke."

"Yaudah sana masuk." Aku menepuk kepalanya lalu dia beranjak pergi dari hadapanku.

Aku masuk kembali ke dalam mobil.

"Kemana lagi nyonya?" Tanya sang supir.

"Kantor suami saya pak." Kataku.

-
-
-

Aku berjalan pelan memasuki kantor Christian. Resepsionis dan juga satpam menyapaku dengan sopan. Aku membalasnya dengan sopan juga.

Aku menekan tombol 20 di pintu lift.

"Siang nyonya Miller.." sapa seseorang yang tidak ku kenali.

"Siang.." jawabku. Aku tersenyum sopan.

Ponselku bergetar didalam genggaman tanganku. Aku melihat id callernya.

Anisa.

Kenapa dia?

Aku mengangkatnya.

"Hai Nis.. kenapa?" Tanyaku langsung.

"Lo dimana?" dia malah balik bertanya.

"Di kantornya Christian. Kenapa?" Tanyaku lagi. Pintu lift terbuka dan aku segera keluar.

"Oh.. gak jadi deh. Nanti aja gue telepon lagi. Bye.." dia langsung menutup sambungan telepon.

Aku berhenti didepan pintu ruangan Christian dan yang aku bingungkan adalah, kemana nenek lampir yang selalu berdandan itu?

Tanganku terhenti saat mendengar suara seseorang dari dalam ruangan Christian. Apakah dia ada tamu?

Samar-sama aku mendengar pembicaraan mereka.

"Ceraikan dia, Christian! Aku hamil anakmu!" Teriak seorang.. wanita dari dalam ruangannya.

Tubuhku menegang. Apa? Hamil? Anak Christian? Apa aku tidak salah mendengarnya?

"Jangan berharap aku akan menceraikan Aurel, Diana! Kamu hanya berpura-pura mengatakan jika kamu hamil! Bahkan, aku tidak pernah tidur bersamamu!" Bentak Christian.

Ya Tuhan.. plis.. air mata jangan jatuh. Jangan nangis plis.

Suara tangisan terdengar. "Ini anak kamu, Christian! Kenapa sih kamu susah mengakui kalau ini anak kamu?!" Tanyanya di sela isak tangisnya.

Aku jadi iba. Hei! Kamu juga mengandung Aurel! Oh iya.. aku juga sedang mengandung anak Christian.

"Kamu bahkan menjual keperawananmu itu hanya untuk uang saja! Mana bisa aku percaya jika itu anakku?" Bentak Christian lagi.

Tiba-tiba pintu terbuka dan tentu saja aku kaget karena hal itu.

"Aurel?!" Pekik wanita itu yang tak lain adalah Diana -nenek lampir-. Tiba-tiba senyum jahat terlukis diwajahnya. "Aurel.. ceraikan Christian. Aku mengandung anaknya. Ceraikan dia, Aurel!" Katanya. Dia memegang tanganku.

"Gue gak ikut campur masalah yang lo punya ya. Gue pergi dari sini!" Aku menyentak tangannya kemudian beranjak pergi.

"Aurel!" Aku mendengar suara Christian. Plis.. jangan balik badan.

Lift terbuka. Aku masuk kedalam kotak itu. Setelah pintu tertutup, tubuhku terhuyung ke belakang.

"Apakah aku tidak bisa bahagia, Tuhan?" Gumamku. Air mata perlahan turun dari kelopak mataku.

Hei..
Sorry dikit ya (daripada gak update)
kapan2 update lagi ya.. beneran sumpah.
Ini belum apa2 gais.. puncaknya nanti dipart selanjutnya. Hehe..
Yaudah ya.. hope you like it and see you babay👋👋👋

Something Big ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang