Park Ji Min

503 50 0
                                    

[Name] menunjukkan gaun biru dengan mantel bulu berwarna senada pada Jimin yang duduk di atas kasurnya sembari memainkan ponsel. Gadis itu berharap Jimin akan menyukai pakaiannya setelah berulang kali mendengar komentar ‘apapun yang kamu pakai, menurutku kamu tetap cantik, Jagi.’ [Name] tidak ingin mendengar jawaban seperti itu, ia ingin mendengar Jimin menyukai pakaiannya.

“Jangan kasih komentar yang sama Park Jimin,” ancam [Name] dengan tatapan tajam. “Aku gak mau ngasih kesan jelek saat pertama kali ketemu sama teman-teman kamu.”

Jimin menghela nafas. “Aku suka kalau kamu pakai baju dengan warna kesukaanku. Jadi aku mau kamu pakai baju ini aja, puas?”

[Name] tersenyum mendengar respon dari Jimin. Ia ingin tampil yang terbaik. [Name] tidak ingin meninggalkan kesan buruk saat bertemu dengan enam teman Jimin. Ya, hari ini adalah pertama kalinya Jimin mengajak [Name] bertemu dengan sahabat-sahabatnya, bertepatan dengan makan malam resmi untuk merayakan tahun baru bersama mereka.

“Makasih, Jimin,” [Name] buru-buru mencium pipi Jimin. “Maaf kalau aku keliatan ribet, tapi aku mau teman-teman kamu suka sama aku.”

Jimin tersenyum sampai [Name] tidak bisa melihat matanya. “Kan aku udah bilang, mereka udah suka sama kamu bahkan sebelum kamu ketemu mereka. Percaya deh, yang ngusulin kamu ketemu sama mereka itu Jin-hyung. Katanya kepengen tahu gadis mana yang bikin aku bahagia banget.”

“Gak usah gombal sekarang, Chim. Aku beneran panik lho,” kata [Name] sambil berjalan menuju kamar mandi. “Jangan ngintip ya. Awas kalo ngintip.”

Jimin mengangkat kedua tangannya dengan gestur menyerah. “Aku gak bakal ngintip. Liatnya nanti aja kalau udah dapat restu dari orangtua kamu.”

[Name] buru-buru menutup pintu kamar mandi saat merasa wajahnya menghangat. Ia menggeram lemah saat mendengar tawa Jimin yang menggema sampai kamar mandi. Gadis itu berganti pakaian dengan cepat, takut membuat kekasihnya menunggu. Saat ia keluar kamar mandi, [Name] mendapati Jimin sedang menelpon seseorang.

“Sebentar lagi hyung,” kata Jimin. “Iya. Iya, dia setuju untuk datang. Jangan sampai kalian jatuh cinta padanya, [Name] cuma punyaku.”

[Name] terkekeh melihat ekspresi Jimin saat menutup telepon. Gadis itu sudah selesai memakai riasan saat Jimin menghampirinya. Kedua sudut bibirnya tertarik saat Jimin mencium pipinya.

“Udah aku duga, kamu bakal keliatan cantik pas pakai baju dengan warna yang aku suka,” bisik Jimin. “Tapi aku gak mau mereka sampai suka sama kamu, gimana dong?”

“Udah ah. Jangan kebanyakan gombal. Aku gak mau bikin teman-teman kamu nunggu kelamaan karena kamu kebanyakan gombal,” kata [Name] seraya melangkahkan kakinya ke pintu utama, mencari sepatu yang cocok dengan gaunnya sekarang. “Lagian, walaupun mereka bilang aku cantik dan suka sama aku, kalau akunya cuma mau sama kamu gimana dong?”

“Duh ... Jagiya, kalau kamu ngomong gitu terus, aku jadi mau ngebatalin janji terus berduaan sama kamu deh,” Jimin memeluk pinggang [Name] dari belakang. “Tapi kalau aku ngelakuin itu, aku bakal kena pukul sama Jin-hyung.”

[Name] tidak membalas lagi. Matanya berusaha menilai sepatu yang ia miliki. Tangannya meraih sepasang sepatu berhak lumayan tinggi berwarna silver yang akan terlihat memukau jika dipasangkan dengan gaun dan mantel yang tengah ia kenakan sekarang.

“Jagi, kamu gak mau pakai sepatu kamu yang biasanya?” tanya Jimin dengan nada khawatir yang kentara.

“Mana mungkin aku pakai sepatu kets buat gaun malam, Park Jimin,” balas [Name] dengan nada jengah.

“Tapi pakai sepatu yang lain bisa, kan? Aku gak mau kaki kamu kesakitan karena pakai sepatu setinggi itu,” Jimin beralasan lagi.

[Name] menaruh sepatunya lalu menghadap Jimin dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sebelah alisnya terangkat saat melihat ekspresi khawatir yang jelas dari kekasihnya. Anehnya, [Name] tidak melihat ekspresi khawatir yang biasa Jimin tunjukkan jika bersangkutan dengannya. Kekhawatiran yang Jimin tunjukkan sekarang berbeda.

“Kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba khawatir sekaligus panik kayak gini?” tanya [Name] dengan nada sabar.

Jimin menghela nafas dalam lalu beradu tatap dengan [Name]. “Aku ... aku gak mau kamu pakai sepatu berhak tinggi lagi.”

“Emangnya kenapa? Aku udah terbiasa pakai sepatu berhak tinggi kok. Jadi, kamu gak perlu khawatir,” [Name] beralasan, mencoba menenangkan Jimin yang masih gelisah.

“Bukan itu masalahnya,” Jimin menundukkan kepalanya. “Masalahnya, kalau kamu pakai sepatu itu, kamu bakal keliatan lebih tinggi dari aku dan aku gak mau.”

[Name] tertawa mendengar alasan Jimin. Ia sampai jatuh terduduk mendengar alasan kekasihnya. Astaga ... [Name] tidak pernah mengetahui sisi kekasihnya yang satu ini. Ia memang sering mendengar kalau kekasihnya diejek pendek oleh teman-temannya, tapi ia tidak tahu kalau Jimin sampai memikirkan hal ini begitu serius.

“Ayolah, Jagi. Jangan tertawa. Cukup Jungkookie dan Taehyung-ah saja yang meledekku. Kamu gak perlu bikin aku ngerasa makin pendek.”

“Jiminku, kenapa harus malu? Tinggi badan kamu yang bikin kamu kayak sekarang. Lagipula aku juga gak pernah protes kan?” ucap [Name] setelah tawanya mereda. “Aku bakalan pakai sepatu balet aja kalau itu bikin kamu ngerasa lebih tenang.”

Jimin kembali membawa [Name] dalam pelukannya. “Wah! Makasih Jagi. Aku benar-benar sayang sama kamu.”

“Aku juga sayang sama kamu, Jiminnie. Tapi kamu perlu inget aku nerima kamu apa adanya.”

Selamat tahun baru!! Semoga kita semua bisa lebih baik dari tahun kemarin dan jauh lebih sukses di tahun 2017 ini!!

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang