Jung Ho Seok

180 25 1
                                    

Hoseok benar-benar tidak mengerti bagaimana cara seorang gadis berpikir. Ia memiliki seorang kakak perempuan dan sempat terpikir olehnya kalau ia mengenal bagaimana cara seorang gadis atau wanita bertindak dan berpikir. Namun, apa yang dilakukan oleh kekasihnya hari ini baru saja mematahkan keyakinannya.

Saat datang ke apartemen kekasihnya beberapa saat lalu, Hoseok menduga ia akan mendapatkan ucapan 'aku merindukanmu' dari kekasihnya. Namun, yang terjadi adalah [Name] langsung meminta ponselnya dengan paksa dan membuka setiap aplikasi yang ia miliki. Beberapa menit setelah membuka galerinya, [Name] membanting ponselnya di sofa lalu mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Hoseok menduga [Name] melihat selcanya dengan para gadis yang memang ia simpan.

"Aku tidak mengerti kenapa kau membesarkan masalah sepele seperti ini," kata Hoseok.

Dengusan lemah keluar dari celah bibir Hoseok saat kekasihnya hanya melipat kedua tangan di depan dada dan memalingkan wajah darinya. Ingin sekali rasanya Hoseok berteriak dan melampiaskan amarahnya pada [Name], tapi ia tahu langkah itu tidak bijak untuk saat ini. Hoseok tidak pernah ingin bertengkar dengan kekasihnya terlalu lama.

"Apa kau juga mengabaikanku sekarang?" tanya Hoseok saat [Name] tidak memberikan respon yang berarti.

Hoseok menghela nafas dalam-dalam. Retinanya menangkap ponsel yang menjadi penyebab keduanya bertengkar sekarang. Sama sekali tidak terpikir olehnya, hal pertama yang keduanya lakukan setelah lama tidak bertemu adalah bertengkar.

"Jagiya ... aku tidak akan mengerti di mana letak kesalahanku jika kau tidak mengatakan apapun," Hoseok berlutut di hadapan [Name] setengah memohon pada gadisnya untuk mengatakan apa kesalahannya. "Aku mengharapkan pelukan saat bertemu denganmu, bukannya diabaikan."

Mungkin karena tatapan memohon Hoseok, mungkin juga karena pada dasarnya [Name] tidak mampu mengabaikan siapapun dalam waktu yang lama, akhirnya gadis itu membalas tatapan Hoseok. Kedua tangannya beralih menangkup pipi Hoseok dan memainkan anak rambutnya. Lalu, tanpa Hoseok duga, [Name] menarik kencang kedua telinganya.

"Appo! Jagi! Sakit! Apa yang kaulakukan?" Hoseok menjerit spontan. Ia berusaha melepaskan kedua tangan [Name], namun sia-sia. Ia tidak tahu [Name] bisa menjadi sekuat ini jika sedang marah.

"Itulah yang kaudapatkan karena menggoda gadis-gadis saat di Amerika," sembur [Name]. Ia baru melepaskan telinga Hoseok saat melihat keduanya sudah merah padam. Senyuman penuh kemenangan terukir jelas di wajah [Name].

"Menggoda gadis-gadis apanya?" protes Hoseok sembari mengusap kedua telinganya, berharap dengan melakukan itu rasa sakitnya akan sedikit berkurang. "Aku tidak pernah menggoda siapapun selama berada di Amerika."

"Benarkah?" sebelah alis [Name] terangkat menantang. "Memeluk para penyanyi wanita itu bukan menggoda? Aku sangat mengenalmu Hoseok-ssi dan pasti akan ada banyak pujian yang terlontar dari mulutmu untuk mereka."

Hoseok ingin sekali tersenyum mendengar ucapan [Name]. Ia mengerti kalau gadisnya memang mudah merasa cemburu pada gadis lain. Tidak percaya dengan diri sendiri, lebih tepatnya. Namun, mendengar [Name] memanggilnya seakan orang asing memaksa Hoseok mengurungkan niatnya. Ia tidak suka jika [Name] memanggilnya seperti itu. Tidak pernah suka.

"Astaga Jagi. Aku hanya bersikap profesional," geram Hoseok. Ia meraih kedua tangan [Name] dan menempatkan mereka di pipinya. "Jangan pernah memanggilku seakan kau tidak mengenalku. Aku membencinya."

Sepertinya alasan Hoseok masih belum mampu meredam amarah [Name] karena gadis itu berusaha melepaskan jemarinya. "Apakah bersikap profesional mengharuskanmu menyimpan video berisi penyanyi itu? Tidak kan? Kau hanya mengarang alasan saja."

"Aku mengagumi bagaimana ia tampil dan melakukan rapnya. Hanya itu."

"Aku melihatnya Hoseok-ssi. ARMY memiliki seribu satu cara untuk tetap memperhatikan kalian. Aku melihatmu mengeluarkan ponselmu sambil tersenyum lalu merekamnya. Kenapa harus merekam kalau kau bisa menemukan penampilannya di media sosial?" [Name] membantah alasan Hoseok lagi. Ketidak percayaan diri menguasainya bagai selimut. Hoseok tahu [Name] tidak akan berhenti sampai ia mampu mengembalikan kepercayaan dirinya.

Hoseok memeluk [Name]. Untuk saat ini, ia tidak peduli jika harus dijadikan samsak untuk tinju [Name]. Gadisnya sudah jatuh terlalu dalam pada sisi rapuhnya dan Hoseok membenci saat itu terjadi.

"Dengarkan aku baik-baik Jagiya," bisik Hoseok. Salah satu lengannya tidak berhenti mengusap punggung [Name] dengan gestur menenangkan. "Aku tidak peduli seberapa cantik dan seksinya para penyanyi itu. Untuk apa mempedulikan mereka kalau aku memiliki satu gadis luar biasa yang selalu menungguku pulang? Aku sudah mendapatkanmu. Tidak ada gadis manapun yang mampu menggeser posisimu di hidupku, kau tahu itu."

Bahu [Name] bergetar dalam pelukan Hoseok. Hal selanjutnya yang Hoseok ketahui, bahunya basah. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain menenangkan [Name] seperti yang selalu gadis itu lakukan untuknya.

"Aku tahu, Hoseok-ah. Aku tahu," [Name] menjauhkan wajahnya dari bahu Hoseok. "Maaf karena sudah bersikap bodoh dan menyebalkan seperti tadi. Kurasa aku merindukanmu sampai tidak tertahankan, karena itulah aku menjadi tidak percaya dengan diriku sendiri."

Hoseok menangkup wajah [Name], melenyapkan jejak air mata dengan ibu jarinya lalu memberikan senyum ceria. "Tidak masalah. Tapi kau harus menebus sikapmu dengan sangat mahal."

Bibir [Name] mengerucut sebal. "Apa yang harus kulakukan?"

"Karena kau baru saja mengabaikanku dan menuduhku yang bukan-bukan," senyum Hoseok melebar. Ia merentangkan tangannya. "Aku ingin kau memelukku dan tidak melepaskannya untuk sisa hari ini."

"Hah?"

"Ayolah Jagi ... bukankah sudah kubilang kalau aku mengharapkan pelukanmu? Bukan hanya kau yang merasa rindu. Aku juga sangat merindukanmu sampai pikiran tentang laki-laki lain merebutmu hampir menguasaiku," Hoseok merengut. "Jadi, apa kau ingin memelukku ataukah aku yang harus memelukmu lebih dulu?"

Wajah [Name] berubah cerah. Hoseok tersenyum lebar saat [Name] menghambur padanya. Betapa ia mendambakan pelukan ini selama berminggu-minggu tidak bertatap muka secara langsung. Berbicara via ponsel hanya menambah rasa rindunya.

"Aku merindukanmu, Hoseok-ah. Sangat merindukanmu," gumam [Name] di bahu Hoseok. "Sikapku sebelumnya sangat kekanakkan dan aku seringkali menyakitimu dengan sikapku."

"Sudah kubilang tidak masalah," Hoseok mencium bahu [Name] sambil memainkan ujung rambut gadisnya. "Berapa kali pun kau menyakitiku, selama kau masih menginginkan keberadaanku, aku akan tetap kembali padamu. Karena percaya atau tidak, aku sudah terjerat pada pesonamu, Jagiya."

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang