Kim Seok Jin

199 32 3
                                    

Mengapa banyak sekali kisah percintaan para selebritis yang diliput? Apakah para wartawan itu tidak memiliki ide lain selain meliput kisah percintaan orang lain? atau masyarakatlah yang terlalu ingin tahu tentang kehidupan pribadi idola mereka? Apapun alasannya, [Name] iri dengan para selebritis yang mampu mengungkapkan dan memamerkan kekasih mereka pada dunia, walaupun kekasih mereka bukanlah dari dunia yang sama.

Bertolak belakang dengan yang sedang ia tonton, kehidupan percintaan [Name] terpaksa disembunyikan. Tidak, bukannya ia tidak mau dipanggil kekasih seorang selebriti, toh ia menerima pernyataan cinta kekasihnya bukan karena menginginkan ketenaran atau semacamnya. Ia hanya ingin memamerkan hubungan mereka. Hanya itu. Tidak lebih.

Tapi keinginannya terpaksa harus dikubur dalam-dalam mengingat pekerjaan kekasihnya dan popularitas yang tengah menyelimuti mereka saat ini. Tentu saja karena kekasihnya adalah-

"Jagi, makan malamnya sudah siap. Matikan televisinya dan kita makan bersama."

Kim Seokjin dari BTS.

Memang tidak bisa dipercaya, kekasihnya adalah hyung tertua dari boyband yang tengah berada di puncak saat ini. Kalau ia tidak melihat laki-laki berbahu lebar itu tengah memakai celemek di dapurnya, ia akan menganggap kalau semua yang terjadi padanya adalah mimpi belaka.

"Jagiya. Kau menonton acara gosip itu lagi?" Seokjin meraih remote yang tergeletak di atas meja lalu mematikan televisi. Ia memandang kekasihnya sambil berkacak pinggang. "Bukankah sudah kubilang jangan menonton gosip seperti ini?"

Sebelah alis [Name] terangkat tidak suka dengan nada bicara Seokjin. "Memangnya kenapa? Kau melarangku membaca majalah, melarangku mencari tahu tentang dunia entertain lewat internet dan sekarang juga melarangku menonton televisi di rumahku sendiri?"

"Bukan seperti itu maksudku," ucap Seokjin menghela nafas berat.

"Lalu seperti apa? Kau jelas melarangku dengan alasan agar aku tidak merasa iri dengan gadis lain yang menjadi kekasih selebriti, kan? Atau mengutip ucapanmu, kau tidak ingin aku tersakiti," [Name] mendengus kasar lalu berlalu melewati Seokjin yang masih terpana dengan semburan [Name]. "Sudahlah. Tidak ada gunanya berdebat tentang hal ini berulang kali."

Saat menyadari apa yang baru saja terjadi. Seokjin meraih tangan [Name], mencegah gadis itu untuk beranjak dari tempatnya berdiri. "Kau tidak mendengus padaku, nona."

"Lalu kau ingin apa? Ciuman karena telah berusaha agar tidak menyakitiku?" ucap [Name] dengan nada dingin. Sirat matanya saat beradu tatap dengan Seokjin memperlihatkan bagaimana ia terluka dan berusaha untuk mengunci emosinya rapat-rapat. "Berita terbaru untukmu, Oppa. Semua yang kaulakukan sudah menyakitiku."

[Name] hampir saja mengucap kata maaf saat menyadari Seokjin terluka karena kalimat kasarnya. Namun, amarah dan rasa sakit yang sudah beberapa bulan ia tahan menguasai dirinya hingga tidak sanggup memberi tatapan menenangkan seperti yang biasa ia lakukan. Tangan [Name] mengepal erat menyadari pertahanannya hampir runtuh hanya dengan satu ekspresi terluka. Ia harus mampu bertahan lebih dari ini.

"[Name]-ah, apapun yang kulakukan hanya untuk melindungimu saja. Hanya itu. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Sama sekali tidak bermaksud," lirih Seokjin. Genggamannya masih belum terlepas, mencoba untuk meredam amarah kekasihnya.

"Apa tidak memberitahu siapapun tentang hubungan kita akan melindungiku? Berbohong tentang siapa yang kukencani akan melindungiku? Berulang kali menunggu kedatanganmu tanpa mampu menanyakan kabarmu akan melindungiku? Tidak mengenalkanku pada sahabatmu akan melindungiku!?"

Seokjin terpaku saat [Name] menyentak tangannya, menepis kasar genggamannya. Ia terkejut dengan sikap dan pengakuan [Name]. Tidak pernah terpikir olehnya kalau apa yang ia lakukan selama ini ternyata menyakiti gadis yang paling ia sayangi.

"Maafkan aku," bisik Seokjin. "Maafkan aku. Aku tidak tahu kalau ini yang kau rasakan."

"Sudahlah," nada bicara [Name] melunak. Tidak ingin masalahnya terlalu berlarut, ia berbalik menuju meja makan.

Sayangnya, Seokjin memiliki pikiran yang berbeda. Ia tidak ingin masalah ini berakhir tanpa ada penyelesaiannya. Tidak sanggup ditolak seperti yang sebelumnya, Seokjin memeluk [Name] dari belakang. Menyembunyikan wajahnya di puncak kepala [Name], lengannya melingkari bahu [Name], tidak mengizinkan gadis itu pergi ke manapun.

"Tidak bisa begitu," bisik Seokjin. "Aku tidak bisa membiarkanmu tersakiti lagi karena kebodohanku, Jagi. Tidak bisa."

"Aku baik-baik saja, Jagiya," [Name] mencium lengan yang memeluknya. "Maafkan aku karena bersikap kasar dan menyakiti perasaanmu."

"Tidak. Kau harus mengerti kenapa aku melakukannya," pelukan Seokjin sedikit mengerat. "Kau tahu bagaimana beratnya menjadi seorang figur publik, kan? Aku harus bersikap sangat baik dan menjaga imej kami. Kau tahu apa yang dilakukan para penggemar jika mereka tidak menyukai kekasih idola mereka, kan? Aku tidak ingin kau mengalami hal seperti itu. Tidak memberitahu hubungan kita pada siapapun adalah langkah paling baik yang bisa kuambil sekarang."

[Name] terhenyak. Rasa bersalah perlahan merasukinya. Ia tidak tahu alasan Seokjin menyembunyikan semuanya, yang ia tahu hanyalah rasa sakit dan iri saat kekasihnya begitu keras kepala menjaga hubungan mereka. Bahkan tidak jarang Seokjin harus pergi diam-diam dari dorm hanya untuk bertemu dengan [Name] walaupun hanya sebentar.

"Maafkan aku Jagiya. Aku tidak tahu kalau kau melakukan semua ini karena aku. Maafkan aku karena berprasangka buruk padamu. Maafkan aku yang bodoh ini."

"Tidak perlu memikirkan bagaimana perasaanku karena bagiku kau adalah prioritas pertamaku," Seokjin membalikkan tubuh [Name] hingga mereka berdua saling berhadapan. Ibu jari Seokjin menyusuri pipi [Name], berulang kali mengusap tulang pipi [Name] yang terlihat mengurus. "Sekarang, aku akan menyerahkan semuanya padamu. Kalau kau ingin aku mengumumkan hubungan kita, aku akan melakukannya. Kalau kau tetap ingin seperti ini, aku juga tidak keberatan. Kau yang utama."

[Name] berpikir sejenak. Ini adalah kesempatannya untuk tampil sebagai kekasih dari Kim Seokjin, tapi mengapa ia menjadi ragu dengan keinginannya. Bukan penggemar yang benci dengan hubungan mereka yang menjadi alasan keraguannya, penggemar yang membenci Seokjinlah yang ia takutkan.

"Kalau aku ingin kau mengumumkannya, bagaimana dengan manajemenmu? Bagaimana jika ada penggemar yang tidak menyukaiku lalu berbalik menjadi membencimu dan member lain karena aku? Bagaimana jika member lain tidak menyukaiku? Astaga ... mengapa aku jadi panik seperti ini?"

Seokjin terkekeh melihat kekasihnya. "Tidak usah panik begitu. Aku akan menanganinya."

"Ta-tapi..."

"Kalau kau khawatir dengan pendapat orang lain tentang kita. Bagaimana jika aku membawa member ke sini saat aku berkunjung lagi?" sebelah alis Seokjin terangkat naik. "Kurasa mereka akan menyukaimu sama seperti aku menyukaimu."

"Benarkah? Kalau ada yang tidak setuju dengan hubungan kita, bagaimana?" tanya [Name] sekali lagi diselimuti rasa panik.

"Aku tidak akan memasak lagi untuk mereka," bibir Seokjin tertarik membentuk seringai jahil. "Tapi kuberitahu, kalau mereka sudah mengenalmu dan mereka sangat menyukaimu. Jangan pernah berharap kalau kau bisa hidup tenang karena mereka akan terus meminta untuk mengunjungimu."

"Dengarkan aku Jagi. Mulai sekarang jangan ragukan aku, karena apapun yang kulakukan adalah untuk melindungimu."

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang