Kim Nam Joon

252 31 2
                                    

Suara nafas terengah memenuhi ruang latihan. Berbeda dengan keenam member lain yang langsung menyambar botol minum atau mendinginkan tubuh, Namjoon malah mencari ponselnya. Dahinya mengernyit samar saat tidak melihat ada panggilan yang tidak terjawab ataupun pesan singkat pada notifikasinya.

Tanpa berpikir lebih lama, Namjoon menelpon nomor yang sudah ia hafal di luar kepala. Kerutan di dahinya semakin terlihat saat ia tidak mendengar jawaban selain suara operator yang mengatakan bahwa teleponnya tidak dijawab, sepertinya tanpa harus dikatakan pun ia sudah tahu.

Perasaan khawatir perlahan menyelimuti benak Namjoon. [Name] tidak pernah mengabaikan teleponnya, malah gadis itu akan mengangkatnya sebelum dering kedua dimulai. Ini aneh, batin Namjoon. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada [Name] dan ia tidak ada di sana untuk menolongnya?

"Ada apa Namjoon-ah? [Name] tidak menghubungimu?"

"Bukan itu masalahnya Hyung," gumam Namjoon masih berusaha menelpon dan mengirim pesan. "Aku sudah mengirimnya pesan sejak pagi tapi tidak ada satu pun yang dibalas. Sekarang aku menelponnya dan ia tidak mengangkat."

"Mungkin ia sedang sibuk. Bukan hanya dirimu saja yang memiliki kesibukan, tahu," Seokjin-hyung menepuk bahu Namjoon dua kali sebelum menyibukkan diri dengan dongsaengnya.

Namjoon mengecek notifikasinya sekali lagi dan mengumpat dalam hati. Ia ada janji untuk mendiskusikan lagu dengan Suga-hyung, tapi kalau [Name] tidak bisa dihubungi seperti sekarang, ia tidak akan bisa berkonsentrasi.

"Suga-hyung," panggil Namjoon seraya menghampiri salah satu Hyungnya yang terlihat nyaman merebahkan diri di lantai. "Aku tidak ikut ke studio hari ini ya? Ada sesuatu yang harus kukerjakan, boleh kan?"

Tidak ada balasan verbal dari Hyungnya. Namun, Suga-hyung mengangkat tangannya dan mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda setuju. Masih belum cukup, ia juga mengibaskan tangannya seperti mengusir Namjoon dari ruang latihan seakan mengerti apa yang mengganggu pikiran dongsaengnya.

Namjoon terkekeh lalu menyambar tasnya. "Terima kasih Hyung."

Pikiran Namjoon mulai mencari alasan kenapa [Name] tidak membalas pesannya atau mengangkat teleponnya. Ia memaksa otak jeniusnya berpikir rasional dan bukannya membayangkan kecelakaan beruntun, perampokan atau apapun yang berhubungan dengan sesuatu yang mampu membahayakan nyawa kekasihnya. Dan alasan yang paling memungkinkan adalah [Name] terlalu larut dalam tugasnya.

Tidak ingin mengganggu [Name] yang mungkin saja sedang beristirahat, Namjoon masuk ke apartemen kekasihnya dengan kunci duplikat yang diberikan padanya beberapa bulan lalu. Matanya menyipit saat ia tidak bisa melihat apapun karena tidak ada cahaya yang membantunya melihat sekitar. Namjoon berjalan perlahan ke ruang tengah yang sudah sangat ia hafal. Ia sama sekali terkejut mendapati [Name] tengah berhadapan dengan laptop dan tumpukan buku sebagai referensi di sampingnya.

"Jadi ini alasan kau tidak mengangkat teleponku?"

Suara Namjoon mengejutkan [Name] hingga gadis itu langsung menoleh dan mengusap dadanya perlahan. Dahinya mengerut bingung saat tahu Namjoon sudah berada di apartemennya.

"Apa yang kaulakukan di sini? Bukankah kau bilang ada janji dengan Yoongi-oppa?" [Name] meraih mugnya lalu menyesap perlahan.

"Dibatalkan," balas Namjoon. Ia melihat [Name] menaikkan sebelah alisnya penuh tanda tanya. "Karena ada seseorang yang terlalu sibuk mengerjakan tugas dan tidak menghubungiku sampai aku khawatir. Jadi kuputuskan untuk menengoknya sebentar."

"Tidak perlu sampai seperti itu. Aku baik-baik saja," gumam [Name] kembali menuangkan perhatiannya pada laptop. Jemarinya mengetik cepat, berusaha terlihat meyakinkan di depan kekasihnya.

Namjoon mendudukkan diri di samping [Name]. Ia mencuri pandang ke layar laptop untuk melihat materi seperti apa yang ia bahas kali ini. Pandangannya beralih pada [Name]. Ia mendengus saat [Name] berpura-pura terlihat baik. Ia mengenal [Name] sebaik ia mengenal dirinya sendiri dan kondisi [Name] sekarang bukanlah kondisi seseorang yang akan mengerjakan sesuatu dengan efektif.

"Istirahatlah dulu. Kau akan merasa lebih baik setelahnya," suruh Namjoon lembut, tidak ingin membuat [Name] marah karena perintahnya.

"Sedikit lagi, Namjoon-ah. Aku tidak akan bisa istirahat kalau tugasku belum selesai," balas [Name] tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

Namjoon menggelengkan kepala karena kekeras kepalaan kekasihnya. Ia melepaskan kacamata yang membantu pandangan [Name] lalu dengan cepat menyimpan dokumen yang entah sudah berapa lama ia kerjakan, kemudian menutup laptop dengan lembut.

"Istirahat beberapa jam tidak akan membuatmu mendadak melupakan semuanya," Namjoon menangkup pipi [Name] dengan sebelah tangan. Menyapukan ibu jarinya di bawah mata [Name] yang sudah mulai menghitam. "Sudah berapa lama kau tidak tidur sehat karena tugas ini?"

"Entahlah," [Name] mengangkat bahu acuh tak acuh. "Aku tidak mengingatnya."

"Sekarang bersihkan dirimu lalu tidur. Aku akan tetap di sini saat kau bangun nanti," Namjoon mulai membereskan buku yang berserakan di atas meja. Sebelah alisnya terangkat naik saat [Name] masih bergeming. "Kenapa diam? Mau kubantu membersihkan diri? Aku sih tidak masalah dengan hal itu, tapi jangan salahkan aku kalau tiba-tiba lepas kendali ya?"

Wajah [Name] merah padam. Ia memukul bahu Namjoon sebelum berlari ke kamar tidurnya. "Dasar mesum!"

Namjoon tertawa puas. Setidaknya [Name] mau menjauhkan diri dari tugasnya walau hanya beberapa jam.

Ia terdiam sejenak. Namjoon memperhatikan setiap buku yang terbuka lalu memutuskan untuk membaca tugas [Name] yang hampir selesai. Tidak butuh waktu lama baginya untuk memahami apa yang ingin [Name] sampaikan di tugasnya kali ini. Alih-alih memastikan [Name] untuk tidur seperti yang diniatkannya beberapa saat lalu, Namjoon memilih berhadapan dengan laptop dan menggerakkan jemarinya untuk mengetik.

Entah sudah berapa lama pandangannya hanya berkutat pada layar dan buku. Sesekali tangannya meraih buku lain dan kembali sibuk memahami isi bacaan juga menoleh ke arah kamar tidur [Name], memastikan tidak ada suara yang mencurigakan. Namjoon merebahkan kepalanya di sofa begitu ia selesai menuliskan daftar pustaka bersamaan dengan [Name] yang keluar dengan memakai piyama.

"Kau masih di sini?"

"Aku harus memastikan tidak ada orang lain yang seenaknya masuk ke rumahmu, kan?" jawab Namjoon tanpa membuka mata.

"Satu-satunya orang yang seenaknya masuk ke dalam rumahku hanyalah dirimu," suara [Name] terdengar mendekat. Suara nafas tertahan memaksa Namjoon membuka sebelah matanya dan ia sama sekali tidak terkejut [Name] menatapnya dengan tidak percaya. "Namjoon-ah. Apa yang kaulakukan pada tugasku? Bagaimana bisa kau menyelesaikannya hanya dalam waktu tiga jam!?"

"Tidak ada," Namjoon menggeleng perlahan, tidak protes saat [Name] menyandarkan kepala di dadanya sambil membaca ulang tugasnya. "Aku hanya memperbaiki kalimat dan tanda bacamu lalu menulis bab terakhir dan daftar pustakanya."

"Astaga Namjoon! Terima kasih, terima kasih, terima kasih! Kau benar-benar menolongku. Sangat menolongku," untuk bantuan Namjoon, [Name] menghadiahkan kekasihnya pelukan besar dan ciuman ringan di pipi.

"Tidak ada gunanya disebut jenius kalau aku tidak bisa membantu gadisku, Jagi," gumam Namjoon sambil memainkan rambut [Name] yang masih berantakan karena tidur. "Lain kali minta bantuanku kalau merasa kesulitan. Aku benci melihatmu dalam kondisi seperti tadi. Aku di sini untuk membantumu, ingat?"

Book ini kayaknya udah lumutan di perpustakaan kalian. Mian karena udah lama sejak terakhir kali update cerita ini.

Semoga masih banyak dari kalian yang nungguin book ini ya!! Happy reading!

Berharap ada orang kayak Namjoon supaya bisa bantuin kalian gak sih?

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang