Min Yoon Gi

420 40 25
                                    

Yoongi. Pria berperawakan tidak terlalu tinggi yang masih belum melunturkan senyumya sejak pertama kali keluar apartemen. Bayangan tentang tunangannyalah yang membuat senyum itu tidak bisa hilang, malah semakin melebar. Ya, ia berencana untuk menjemput [Name], tunangannya, di sanggar tari.

Ia mengepalkan tangan yang tersembunyi dalam saku mantel kala angin musim dingin menerpa. Sejujurnya, ia tidak terlalu suka berkeliaran di luar apartemen dalam cuaca seperti ini, ia lebih memilih bergelung dalam selimutnya dekat perapian. Namun, gagasan bertemu dengan sang Kekasih Hati yang sudah cukup lama tidak ia temui membuatnya rela berjalan kaki saat suhu berada di bawah nol derajat.

Matanya berbinar bahagia kala mendapati [Name] tengah menunggunya di depan gerbang. Tidak ingin tunangannya menderita lebih lama, Yoongi menggerakkan tungkainya lebih cepat. Ia berlari kecil menghampiri [Name] yang tersenyum lebar saat menyadari keberadaannya di seberang jalan.

“Kenapa tidak menunggu di dalam saja?” tanya Yoongi saat jarak mereka sudah kurang dari satu meter. “Kau dan kekebalan tubuhmu tidak bisa bertahan terlalu lama di suhu dingin seperti ini.”

[Name] menggelengkan kepalanya lucu. “Tidak masalah. Aku hanya ingin bertemu denganmu lebih cepat. Kalau menunggu di dalam kita tidak bisa langsung pulang dan makan malam. Aku sudah kelaparan.”

Yoongi tertawa.

“Baiklah kalau itu yang diinginkan Ratuku,” Yoongi meraih tangan [Name] yang terbalut sarung tangan, menautkan jemari mereka, mengisi setiap celah yang terbuka. “Ada ide untuk makan malam kita?”

“Aku ingin sup krim dengan garlic bread, mungkin ditambah cheesecake sebagai makanan penutup. Oh oh, jangan lupakan susu cokelat hangatnya sebelum tidur,” ucap [Name] penuh semangat. Gadis itu membasahi bibirnya, membayangkan betapa nikmatnya saat makanan yang ia sebutkan berada di indra pengecapnya.

“Keinginanmu adalah perintah untukku Yang Mulia,” Yoongi membungkukkan setengah badannya ke arah [Name] bercanda. “Kalau begitu, kita harus cepat kembali ke apartemen untuk memuaskan keinginanmu itu.”

Yoongi menuntun [Name] ke arah jalan yang beberapa saat lalu ia lewati. Sesekali ia mengusap kedua tangannya cepat lalu menempelkan tangannya yang hangat di pipi tunangannya, berusaha sebisa mungkin untuk menjaga [Name] tetap hangat walaupun gadis itu sudah di selimuti dengan tiga lapis pakaian.

“Omong-omong, Yoongi? Bagaimana dengan lagumu? Apa kau sudah menyelesaikannya dengan baik?”

Pertanyaan [Name] mampu membuat Yoongi mengernyitkan dahinya. Sebenarnya, ia tidak terlalu suka membicarakan pekerjaan di tengah waktu berduaan mereka. Lebih baik membicarakan rencana pernikahan mereka yang akan dilangsungkan saat musim panas tahun depan. Bagaimanapun juga, ia tahu [Name] hanya mengkhawatirkannya.

“Baik-baik saja. Sudah hampir selesai, tinggal finishing terakhir sebelum bisa diterima oleh agensi,” ucap Yoongi seraya mengangkat bahu acuh tak acuh. “Aku juga hampir menyelesaikan lagu untuk tarianmu. Mungkin beberapa hari lagi kau sudah bisa mendengarkan lagunya.”

“Seharusnya kau mengutamakan mixtape-mu,” [Name] menggelengkan kepalanya sedikit kecewa. “Lomba tariku bisa menunggu sedikit lebih lama. Tidak baik mengerjakan pekerjaanmu dengan fokus terbagi seperti itu.”

Yoongi mendengus kecil. “Aku bisa mengerjakan pekerjaanku dengan baik bahkan dengan perhatian terbagi. Kau dan musikku sama pentingnya. Aku tidak bisa memilih salah satu di antara kalian.”

“Aku tidak tahu apakah harus merasa tersentuh dengan ucapan romantismu atau kesal karena masih belum bisa menang saat bersaing dengan musikmu,” [Name] menggelengkan kepala. Entah sudah yang keberapa kali [Name] menggelengkan kepalanya hari ini.

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang