Jung Ho Seok

167 28 2
                                    

Kesalahan. Datang ke tempat megah yang penuh gemerlap ini adalah kesalahan terbesarnya dalam beberapa minggu ini.

Andai saja ia berkata tengah sibuk dengan membernya, andai ia berkelit terlalu lelah untuk bertemu, andai ia menyetujui ajakan Seokjin-hyung untuk belanja bahan makanan yang menipis. Andai saja. Namun, pengandaian seperti itu tidak akan menolongnya. Ia terpaksa harus berhadapan dengan kenyataan yang telak menyakitinya.

"Maafkan aku Oppa," gumam [Name]. Gadis yang menjadi pusat dunianya selama beberapa bulan terakhir. "Kumohon, maafkan aku. Aku benar-benar tidak tahu."

Untuk sesaat Hoseok tidak melihat silaunya lampu, juga tidak mendengar riuhnya pesta. Ia hanya terpaku pada rasa sakit yang menyerangnya saat [Name] memberitahu perintah Ayahnya. Andai saja Hoseok tahu ini yang akan didapatkannya saat bertemu dengan [Name] di pesta keluarga gadis itu. Hoseok tidak akan datang. Ia tidak akan pernah mau datang.

"Sudah berapa lama kau mengetahuinya?" entah mengapa suara Hoseok yang terdengar begitu dingin mengejutkannya [Name] dan dirinya sendiri. Ia tidak tahu, dirinya mampu berubah sedingin itu.

"Minggu lalu," bisik [Name] di tengah riuhnya pesta. "Aku ingin langsung mengatakannya padamu, tapi kau harus konser hari itu. Aku tidak ingin mengganggu konsentrasimu dan merusak konsernya."

Hoseok mendengus. Ia sadar dirinya sudah berubah menjadi sosok yang bukan dirinya. Dingin, tidak peduli pada apapun dan ... lemah. Tangannya mengepal erat, ingin sekali meninju sesuatu, namun ia tahu hal terakhir yang bisa ia lakukan malam ini adalah membuat malu nama baiknya.

"Kau masih memiliki beberapa hari setelah itu sebelum hari ini. Kenapa tidak bicara?"

"Tidak sempat," [Name] menundukkan kepalanya lemah. "Mereka memaksaku untuk ke Inggris dan menemui calon tunanganku. Mereka ingin agar aku akrab dengannya sebelum pesta ini dilangsungkan. Mereka menyita ponselku, Oppa."

Hoseok menarik nafas panjang ketika diingatkan tentang tujuan pesta ini diadakan. Giginya gemeletuk menahan marah. Berulang kali Hoseok mengingatkan diri untuk tidak menyebabkan keributan atau menelpon salah satu member untuk datang.

Tujuan pesta yang luar biasa megah ini diadakan adalah sebagai pengumuman dan peresmian jika [Name] sudah ditunangkan dengan laki-laki yang menjadi anak dari rekan bisnis orangtua [Name]. Ironis memang. Hoseok terjebak dalam dramanya sendiri. Klise kan? Terpaksa memutuskan hubungan dengan kekasih karena sudah ditunangkan oleh rekan bisnis demi keuntungan finansial? Mungkin seharusnya ia yang menjadi aktor bukannya Taehyung.

"Lalu, apa yang kau rencanakan setelah ini?" Hoseok menghela nafas untuk menenangkan diri.

[Name] mengangkat wajah. Sekilas terlihat terkejut saat Hoseok tidak langsung meninggalkannya setelah memberitahu bahwa ia sudah bertunangan. Gadis itu meraih tangan Hoseok, tidak ada penolakan yang berarti darinya. Malah, Hoseok berpikir untuk menggenggam erat tangan itu dan menyeretnya keluar dari aula.

"Tidak ada," geleng [Name]. "Aku tidak merencanakan apapun. Aku ingin sekali kabur bersamamu, tapi mereka berkata kalau aku menolak, mereka akan membeberkan hubungan kita pada publik dan membuat isu buruk terhadapmu. Aku tidak bisa menanggungnya. Aku tidak sanggup menjadi penyebab kejatuhanmu, Oppa. Aku tidak mampu."

"Kau sudah melakukannya, [Name]-ah. Kau sudah melakukannya."

"Hah?"

"Aku sudah jatuh karenamu dua kali," gumam Hoseok. Genggamannya sedikit mengerat, memastikan bahwa sosok gadisnya belum hilang. "Kau membuatku jatuh cinta saat pertama kali kau tersenyum dan kau melakukannya lagi beberapa saat lalu. Saat kau memberitahu bahwa bukan aku yang pantas menyematkan cincin di jari manismu. Kuharap aku tidak jatuh depresi kali ini."

[Name] menutup mulutnya dengan tangan. Ia terlihat tercengang dengan pengakuan Hoseok. Perlahan, matanya berkaca-kaca. Untuk yang ke sekian kalinya hari ini, Hoseok harus menahan diri. Astaga ... betapa inginnya ia memeluk [Name] dan berkata semuanya akan baik-baik saja selama ia berada di samping gadis itu. Namun, takdir berkata lain.

"Tidak perlu menangis. Semuanya akan baik-baik saja," kata Hoseok tanpa bisa menahan dirinya. "Kau gadis yang kuat. Tidak akan ada seorang pun yang mampu menjatuhkanmu, [Name]-ah."

"Ta-tapi bagaimana denganmu Oppa?" tanya [Name]. Gadis itu mulai terisak. "Kita berdua sama-sama tahu setelah kau keluar dari aula ini, kita berdua akan menderita. Kau akan sakit hati dengan kejadian ini dan aku terpaksa hidup dengan laki-laki yang tidak akan pernah kucintai."

"Aku akan bertahan," Hoseok membiarkan dirinya memberontak. Ia menangkup wajah [Name] lembut, menyapu pipi [Name] yang mengurus dengan ibu jarinya. "Aku memiliki enam sahabat yang tidak akan membiarkanku jatuh begitu saja. Mereka pasti akan berusaha membuatku bertahan. Kau tidak perlu khawatir."

[Name] menggeleng cepat. "Tidak bisa. Bayangan tentangmu yang akan menangis sendirian menguasaiku. Setelah ini berakhir, kita tidak akan pernah baik-baik saja Oppa. Tidak akan."

Hoseok menghapus jejak air mata [Name] dan mencoba untuk tersenyum. "Mau buat kenangan indah sebelum kita berpisah?"

"Apa?"

"Berdansa denganku, Jagiya."

Hoseok membungkuk dan mengulurkan sebelah tangannya. Ia baru berdiri tegak saat [Name] menyambut ulurannya sambil menangis. Perlahan, Hoseok menuntun [Name] ke lantai dansa. Ia memeluk pinggang [Name], tidak ingin berjauhan dengan gadis itu. Momen terakhir yang akan selalu dikenangnya kapanpun ia merindukan senyuman dan pelukan [Name].

Satu persatu dari setiap momen yang dilaluinya dengan muncul bagai film tanpa bisa dihentikan. Ia akan merindukan saat ia bisa memeluk [Name] setelah latihan, merindukan senyum yang mampu meringankan beban pikirannya saat ia harus menciptakan koreografi baru. Hoseok baru kembali pada kesadarannya saat ia merasa bahunya basah karena tangis gadis di pelukannya.

"Maafkan aku, Oppa. Tidak pernah kubayangkan ini akhir dari kita. Maafkan aku," isak [Name]. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di bahu Hoseok, membiarkan dirinya diselimuti perasaan hangat untuk terakhir kalinya.

"Sshhh ..." desis Hoseok sambil memainkan ujung rambut [Name]. "Tidak perlu memikirkan hal itu. Cukup nikmati pelukanku sekarang, oke?"

"Baiklah. Kalau itu yang kau inginkan."

"Ingat kalimatku baik-baik [Name]-ah," Hoseok sedikit menundukkan kepala. Bibirnya menyentuh telinga [Name]. "Ini adalah terakhir kali kita berpelukan, mungkin juga terakhir kali kita bertemu secara langsung dan berbagi senyum. Namun, kupastikan ini bukan saat terakhir aku merindukanmu, bukan yang terakhir kalinya aku mendambakanmu, kau harus ingat itu."

Seven WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang